Nama sego gurih bukanlah sajian asing untuk masyarakat Indonesia. Saya percaya sudah banyak yang tahu tentang sego gurih ini. Diperayaan-perayaan tertentu, sego gurih akan hadir kedalamnya, misalnya saja di desa asal saya, saat selamatan/ kenduri sego gurih akan hadir bersama ingkung, atau bisa juga sego gurih hadir disaat perayaan ulang tahun dengan membuat nasi tumpeng. Tapi..sego gurih yang satu ini unik dan berbeda. Untuk yang ini (sego gurih), adalah makanan khas perayaan sekaten, yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jadi, sego gurih yang satu ini hanya ada diperayaan sekaten saja.
Beberapa waktu yang lalu ketika mengambil liburan di Daerah Istimewa Yogyakarta, kami berkesempatan untuk datang dan melihat seperti apa itu perayaan sekaten. Bukan kemeriahan akan pasar malamnya, namun sebuah acara ritual keraton, atau kalau orang jogja menyebutnya sekatenan. Dari hasil pembicaraan kami dengan orang yang kami temui, yang merupakan warga asli Yogyakarta, bahwa untuk mereka yang dimaksud dengan sekatenan, adalah sebuah ritual turunnya gong (benda pusaka keraton Yogyakarata), yaitu Kyahi Gunturmadu, dan Kyahi Nagawilaga. Bagi saya sendiri meskipun sudah pernah tinggal di Yogyakarta, belum pernah melihat sekatenan, maupun merasakan khas-khasnya sekaten, yaitu sego gurih-nya itu. Ya, mungkin karena dulu saya terlalu sibuk dengan urusan perkuliahan yang tak memungkinkan melihat sekatenan tengah malam, dan juga tak ada waktu untuk sekedar icip-icip makanan khas sekaten yang satu ini.
Beruntung, ketika berlibur itu, tanpa sengaja waktunya pas dengan perayaan sekatenan di Yogyakarta. Tidak buang waktu lama saat itu kami langsung “mendadak sekatenan”. Maksudnya melihat acara/ ritual turunnya benda pusaka keraton, tanpa dijadwalkan sebelumnya. Dari seorang pemandu wisata Taman Sari-lah kami diberitahu, bahwa istrinya jualan sego gurih khas sekatenan. Ya, siapa sangka kami memang dipertemukan kembali dengan seorang pemandu wisata Taman Sari, yang saat itu juga sibuk mengambil gambar sekatenan, karena ternyata memang dia adalah orang pers. Tapi kami mengulur waktu untuk membeli sego gurih tersebut, dikarenakan ingin melihat dulu arak-arakan benda pusaka tadi, yang turun dari keraton kepagongan yang ada dihalaman masjid Agung/ Besar (Masjid Kauman). Masalahnya, kalau kami tinggal membeli sego gurih terlebih dahulu, pasti kami nanti tak kebagian tempat yang pas untuk melihat arak-arakan tersebut.
Nah, memang sebelumnya saya dan suami tak tahu bila banyaknya penjual yang ada dihalaman masjid itu adalah penjual nasi gurih semua. Kami hanya berpikir, itu layaknya penjual makanan-makanan seperti biasanya yang selalu hadir dalam setiap event/ perayaan. Tidak tahunya, mereka adalah penjual makanan khas sekaten yang patut untuk dicoba, dan dinikmati. Mungkin tidak hanya dinikmati semata, namun ada makna yang terkandung didalam nasi gurih tersebut, yaitu sebagai simbol keberkahan, serta kemakmuran. Maksudnya, bahwa manusia yang telah lahir kedunia ini telah diberikan rejeki melimpah oleh Tuhan, dan tinggal manusia itu sendiri mampu mengelolanya atau tidak. Ada juga yang bilang kalau makan sego gurih sambil mendengarkan alunan gamelan sekatenan, akan membuat awet muda, dan akan membuat kita ingin menikmatinya ditahun mendatang.
Setelah masing-masing benda pusaka keraton itu masuk kedalam pagongan masing-masing, kami berdua mulai berkeliling disekitar tenda-tenda penjual makanan khas sekatenan, yaitu sego gurih. Ada banyak penjual sego gurih disana. Tapi entah mengapa waktu itu kami tertarik untuk membeli sego gurih yang dijual oleh istri dari pemandu wisata kami di Taman Sari. Sebenarnya kami tidak yakin benar penjual sego gurih yang kami datangi ini adalah sang istri dari pemandu itu, karena sewaktu menunjukkan tempat jualannnya, sang pemandu dan kami berada pada jarak yang lumayan agak jauh dari tempat jualannya. Saya dan suami hanya mengira-ngira saja, melihat dari jauh. Tapi tak masalah, toh sego gurih yang kami beli ternyata nikmat sekali, serasa makan nasi selamatan/ kenduri, yang biasa dibawa pulang oleh bapak-bapak didesa. Nah, sego gurih ini ternyata dijajakan saat benda pusaka keraton itu turun kehalaman masjid, hingga benda pusaka keraton itu kembali lagi kedalam keraton saja. Untuk masalah harganya, waktu itu kami membelinya perporsi dengan harga sekitar Rp. 7.000;.
Sego gurih ini lebih unik dan berbeda dari pada sego gurih yang pernah saya nikmati di desa kala itu. Sego gurih yang ada disekatenan ini terdiri dari banyak macam lauk. Jadi, sego gurih khas sekaten di Yogyakarta ini terdiri dari sego gurih itu sendiri, yaitu nasi yang dimasak bersama santan, garam, dan daun salam. Aneka lauknya antara lain, kedelai putih goreng, kedelai hitam goreng,kacang tanah goreng, daging ingkung suwir, telur yang diopor, kemangi, mentimun, irisan kubis, sambal goreng tempe, sambal goreng krecek, dan kerupuk. Waahh nikmat sekali bukan?? Tapi nih..ada tapinya, porsinya sedikit lho..tidak banyak, karena memang lauknya yang bermacam-macam itu, jadi penyajiannya sedikit demi sedikit.
Sekalipun hanya sego gurih yang terlihat simple dan sederhana, namun sego gurih adalah makanan khas sekatenan yang selalu dicari, dan tetap lestari hingga saat ini. Ya, saya dan suami sangat bersyukur bisa menikmatinya kala itu. Selain menikmati kelezatannya, kami juga harus memaknai setiap suapnya, yaitu rasa bersyukur pada Sang Pencipta yang telah memberikan kami rejeki.
Catatan :
- Gambar/ photo dalam tulisan/ artikel ini adalah milik pribadi/ dokumentasi pribadi, Acik Mdy/ Acik Mardhiyanti
- Dilarang meng-copy paste tulisan/ artikel ini tanpa menyertakan sumbernya, link tulisan/ artikel, blog dan juga nama penulisnya, yaitu saya, Acik mdy/ Acik Mardhiyanti
No comments:
Post a Comment