Ibu Rumahtangga Jadi Penulis Sekaligus Penerbit Buku?


Scan this QR code to find my book easier, @ copyright 2020 by Acik Mardhiyanti

"Kok bisa sih?", pasti itu kata yang akan diucap banyak orang ya. Karena kebanyakan orang (orang Indonesia terutama) berkata kalau seorang ibu rumahtangga itu kan tidak punya kerja, jadi bagaimana mungkin bisa jadi penulis sekaligus jadi penerbit buku? Ditambah lagi bukunya adalah bahasa Inggris! Banyak orang berpikir impossible, tapi dalam reality atau kenyataannya saya yang notabene cuma seorang ibu rumahtangga tapi menulis buku sekaligus menjadi penerbit buku saya sendiri. Bagaimana caranya ya, kok bisa sih?

Dunia itu berubah dengan cepat, benar tidak? Begitu pun dengan pekerjaan seorang ibu rumahtangga.  Huh...sejak kapan ibu rumahtangga adalah sebuah profesi pekerjaan? Jawabannya adalah bahwa seorang ibu rumahtangga itu adalah sebuah profesi yang serba bisa artinya multitasking. Penulis sudah 8 tahunan tinggal di Singapura. Disini, di Singapura, para ibu rumahtangga banyak yang berkarya, dan ini penting untuk digaris bawahi, para ibu rumahtangga ini punya degree atau berpendidikan. Dan mereka ini sambil ngurus rumah, sambil ngurus anak (bagi yang punya anak), sambil berkarya contohnya: ada yang buka salon, ada yang buka kursus piano dirumahnya, ada yang menanam bunga Viola untuk kemudian dijual ditoko tanaman, ada yang jualan online (macam-macam hal yang dijual misal: handicraft, pakaian, aksesori HP dll), ada yang buka kursus handicraft, ada yang buka catering, ada yang buka bisnis kue-kue, dan lain-lain. Sementara dinegera seperti Amerika juga Eropa, para ibu rumahtangga pun tak mau kalah untuk berkarya misal: menulis buku dan menulis blog atau jadi blogger. Dan banyak diantara mereka yang memiliki penghasilan pasif alias tidak perlu kerja di perusahaan pun tiap bulan uang datang dengan sendiri dan paling tidak $ 1,000 Wow, kan? Itulan gambaran ibu rumahtangga di era sekarang yaitu berpendidikan, punya passion, dan punya karya. 

Bila dirunut kebelakang dari kecil penulis sudah suka menulis. Kalau tidak salah ketika kelas 4 Sekolah Dasar sudah mulai ada aktifitas mengarang, dan aktifitas ini menyenangkan untuk penulis. Kalau tidak salah juga saya suka menuliskan pengalaman sehari-hari dimana saya dan kawan-kawan suka main keladang-ladang dan sawah mencari keong atau mencari buah-buah liar. Kemudian sejak dibangku kelas 1 Sekolah Menengah Pertama penulis suka menulis puisi dan pantun yang saya kumpulkan disatu buku, ya benar sekali saya suka pelajaran bahasa Indonesia ketika diminta untuk menulis (baik puisi dan pantun). Dibangku Sekolah Menengah Atas aktifitas menulis terlupakan karena saya mulai suka menggambar. Ya, waktu kelas 1 Sekolah Menengah Atas itu tidak hanya diajari melukis tapi ada pelajaran Biologi dimana kami selalu diberi pekerjaan rumah untuk menggambar setiap mahkluk hidup yang sedang dibicarakan dalam kelas tersebut, misal: menggambar belalang, juga mahkluk hidup bersel satu. Ketika kelas 3 Sekolah Menengah Atas, dalam pelajaran Bahasa Indonesia sudah mulai untuk belajar menulis paper, dan terus sampai dibangku universitas setiap minggu penulis harus menyelesaikan 3 paper. Ya, mengambil jurusan Ekonomi/ Management kita harus presentasi-presentasi dan membuat paper dan Paper. Dari situ saya/ penulis mulai belajar menulis secara akademik, menulis yang baik, artinya tidak asal menulis. Setelah mendapatkan degree S1 penulis tidak aktif menulis karena sibuk secure pekerjaan. Baru setelah menikah atau tepatnya setelah pindah ke Jakarta, penulis mulai aktif menulis lagi dan hingga detik ini masih terus menulis.


Scan this QR code to find my book easier, @ copyright 2020 by Acik Mardhiyanti

Ketika penulis memutuskan untuk aktif menulis tahun 2010 lalu, saya sudah berencana bahwa nanti diumur pensiun (kalau sudah 50 tahun-an) saya akan menerbitkan buku. Tapi ternyata tahun 2020 ini malah sudah terbit buku saya. Itu artinya buku sudah terbit jauh-jauh hari sebelum umur tua/ pensiun.  Ya, akhir tahun 2019 lalu resolusi untuk tahun 2020 adalah menelurkan buku dan Ph.D diumur 40 tahun. Dan tidak hanya menjadi author atau penulis buku, saya ingin sekaligus menjadi penerbit buku saya sendiri atau jadi self-publisher. Jadi, mulai dari proses pembuatan buku sampai terbit  ya diurus sendiri. Bisa dibayangkan dimana pekerjaan sebuah perusahaan penerbit buku itu saya kerjakan sendiri dengan dibantu oleh suami. Ya, benar sekali suami saya membantu men-design buku dan membantu editing. Karena suami penulis adalah seorang programmer profesional, jadi saya bisa minta bantu design juga editingTidak hanya itu, saya pun harus belajar tentang perpajakan antar negara. Kenapa harus belajar perpajakan antar negara? Karena buku saya dijual di USA, dan worldwide. Selain itu, urusan ISBN pun ya diurus sendiri. Pastinya urusan marketing ya diurus sendiri. Wah, repot dan rumit sekali ya banyak yang harus dikerjakan. Tentu saja ada banyak hal yang harus dikerjakan dan diurus. Tetapi, saya menikmati semua proses itu dan saya puas akan hasilnya! Karena saya jadi tahu dan punya banyak pengalaman bagaimana menjadi penulis atau author sekaligus menjadi publisher atau penerbit buku. 

Lantas bagaimana caranya bisa menerbitkan buku sendiri? Saya bersyukur (dan selalu bersyukur) karena kami berdomisili di Singapura. Kenapa? Di Singapura, untuk menerbitkan buku sendiri atau disebut self-publishing, bukanlah hal yang tidak mungkin. Karena NLB atau The National Library Board sangat men-support dengan memberikan ISBN dan itu gratis! Prosesnya pun sangat cepat, mau daftar menjadi penerbit atau publisher urusan selesai hanya dalam waktu 3 hari misal: Senin kita mengajukan aplikasi, Rabu kita sudah di approve menjadi publisher. Semenatara ISBN pun sama, mau minta ISBN misal: Rabu kita mengajukan aplikasi, Jum'at kita sudah mendapat ISBN-nya. Dan semua itu penulis lakukan tanpa harus datang ke NLB, cukup melalui online saja dan semua itu tidak ada biayanya alias gratis! Ya benar sekali bahwa saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk menerbitkan buku saya ini. Itulah kemudahan kita sebagai seorang penulis di Singapura, apalagi penerbit buku pemula seperti saya hal ini tentu saja sangat mempermudah serta sangat membantu dan juga membuat saya semakin bersemangat untuk menerbitkan buku lagi! Ya, saya akan menerbitkan buku lagi, dan buku-buku selanjutnya sudah ada dalam otak, ingin membuat buku apa dan seperti apa. Kemungkinan buku saya buku masak lagi, atau buku gardening, atau mungkin novel. Huh? Emang bisa gitu kan cuma ibu rumahtangga gimana bisa menulis banyak topik? Ya, saya sangat-sangat bisa menulis bidang yang berbeda. Bisa dilihat bagaimana blo-blog saya telah dikelompokkan sesuai bidangnya, ada gardening blog, recipe blog, dan journey blog. Dan saya pun punya satu blog lagi yaitu Ichikraft Give and Care dimana isinya adalah aktifitas sosial.

Kalau proses menjadi penerbit itu mudah, lantas kenapa baru sekarang saya menerbitkan buku? Ini jawaban penulis: saya ingin buku saya bukan cuma buku asal tulis yang penting jadi buku, tapi saya ingin menghasilkan buku yang punya kualitas, bisa memberi inspirasi, bisa membantu orang lain, juga bisa memberi manfaat untuk orang lain. Lah untuk menulis sebuah artikel saja saya butuh waktu hingga 2 jam sampai 3 jam bahkan sampai 3 hari baru selesai 1 artikel, apalagi mau bikin buku? Tentu saja harus saya rencanakan dengan baik dan matang. Kenapa? Karena saya ingin buku saya bisa mencapai pembaca diluar negeri atau worldwide. Sebenarnya tahun 2013 kalau tidak salah, ada penerbit dari Indonesia yang mengajak saya menulis buku dan saya tolak karena waktu itu saya (dan suami) fokus membantu sesama. Sekitar tahun 2015-an suami penulis bilang, kalau mau bikin buku lebih baik dalam bahasa Inggris saja. Kenapa lebih baik membuat buku dalam bahasa Inggris? Tentu saja karena kami berdomisili di Singapura. Oleh karena itu, alangkah baiknya saya ini menerbitkan buku dalam bahasa yang diakui secara international atau dipakai secara international agar bisa dibaca oleh orang Singapura juga dunia secara luas tentunya. Kenapa demikian? Saya berdomisili di Singapura dan sudah seharusnya saya pun harus berkarya di Singapura. "Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung", itulah pedoman hidup saya. Tidak hanya itu saja, alasan secara saya pribadi mengapa buku saya harus bahasa Inggris adalah karena saya terbiasa berteman dengan orang-orang dari luar, jadi saya terbiasa berpikir secara terbuka dan luas. Ya, kawan-kawan saya adalah orang Jepang, Perancis, juga Belgia.  Dan kawan-kawan baik saya ini banyak memberikan support dan juga inspirasi. Oleh karenanya kalau dalam bahasa Inggris kawan saya paling tidak bisa melihat dan membacanya.

Bagaimana dengan pendapatan penulis setelah buku terbit, bisa langsung punya pendapat pasif? Penting untuk diketahui bahwa penulis menulis dan menerbitkan buku adalah sebagai bagian dari investasi dimasa depan, bisa dikatakan menulis buku ini adalah lifetime invesment. Maksudnya apa sih? Maksudnya dengan saya menulis buku ini artinya saya sedang melakukan investasi yang tidak terbatas waktu, tidak lekang akan waktu. Apalagi buku saya born secara digital. Sekarang sudah era-nya digitalization, jadi saya pun tidak mau ketinggalan untuk menerbitkan buku digital dimana saya harus menjadi bagian dari era ini. Karena digital ya selamanya buku saya ada, tidak takut habis stock maupun usang karena bentuknya fisik. Sekarang, setelah terbit belum ada pendapatannya karena saya menerbitkan buku saya sendiri, tetapi dari waktu kewaktu buku itu akan menghasilakn uang dengan sendirinya. Jadi, jelas berbeda ketika kita menerbitkan buku dengan sebuah perusahaan penerbit buku ya, setelah buku kita diterima oleh penerbit pastinya kita langsung bisa menghitung royalty (uangnya langsung didapat). Buat saya, investasi menulis buku dan investasi pendidikan (sekolah lagi dan upgrade skill ), itu adalah bentuk investasi yang tak akan lekang oleh waktu. 

Itulah bagaimana seorang ibu rumahtangga seperti saya ternyata bisa menjadi author sekaligus publisher! Semua itu bukanlah tidak mungkin, karena era sudah berubah dimana ibu rumahtangga jaman sekarang itu high caliber women. Apa artinya high caliber women? High caliber women itu adalah wanita yang berpendidikan tinggi dan punya passion yang akan dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Tambahan dari saya, high caliber women akan terus mau untuk belajar dan berkarya. Maka pesan penulis: jangan pernah berhenti untuk terus belajar, upgrade skill, terus berkarya, dan sekolahlah yang tinggi!

Disini link buku penulis di Amazon: https://www.amazon.com/dp/B08DM2R2TG/

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti
  • Copyright 2020 by Acik Mardhiyanti
  • Do not copy this article without permissions

No comments:

Post a Comment

After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...