Di Singapura hingga detik ini masih memerangi Coronavirus, dan akan dibabat sampai habis. Bila membaca artikel penulis sebelumnya tentang COVID-19 di Singapura, pasti kawan sekalian sudah pada tahu bahwa pemerintah Singapura memberikan subsidi kesehatan bagi warganya dimana bila warga merasa tidak enak badan ya harus langsung kedokter. Begitu pun dengan penulis, ketika merasa tidak enak badan saya juga langsung ke klinik jumpa dokter. Dan saya pun harus swab test dan gratis!
Hm.. Minggu lalu adalah minggu yang cukup membuat penulis nervous, pasalnya dokter ambil test penulis yaitu COVID-19 swab test. Huh? Kenapa penulis harus test COVID-19? Setelah hampir sebulan terakhir jumpa dokter karena demam, nampaknya senin minggu lalu penulis mengalami sakit tenggorokan, ditambah hari berikutnya hidung saya meler alias mulai bersin dan pilek! Mungkin kawan sekalian akan berkata, "alah cuma pilek saja kenapa harus ke klinik jumpa dokter segala kan minum madu atau minum obat dirumah juga sembuh..." Pemerintah Singapura sudah mewanti-wanti setiap warga yang merasa tidak enak badan, bersin-bersin/ pilek/ batuk/ sakit tenggorokan, harus segera jumpa dokter atau ke klinik.
Mengingat kembali tulisan saya sebelumnya, jika kita warga merasa tidak enak badan (batuk/ pilek/ sakit tenggorokan/ demam) pemerintah Singapura menganjurkan warganya untuk langsung jumpa dokter. Dan biaya ini sudah disubsidi dimana kami hanya cukup membayar sebesar $ 10 (biaya konsultasi dokter dan paket obat-nya). Karena kalau tidak disubsidi harga normal paling tidak kita harus sedia $ 60 untuk ke klinik, dan paling tidak harus membayar $ 30 kalau ke polyclinic. Anjuran ini ada tujuannya yaitu untuk mendeteksi lebih dini bila ada warga yang ternyata terinfeksi coronavirus. Karena ketika kami/ warga jumpa dokter kami bisa langsung swab test dan gratis.
Sebulanan yang lalu ketika penulis demam dan jumpa dokter, dokter belum ambil keputusan untuk swab test pada penulis padahal saya ingin test. Masih harus dimonitor 3 hari kedepan sampai lima hari. Dan ternyata 3 hari saya sudah mulai baikan dan 5 hari sudah sembuh. Waktu itu saya/ penulis kalau mau swab test dokter bilang biayanya $ 10. Murah ya, iya murah karena disubsidi oleh pemerintah Singapura biaya swab test-nya. Kalau tidak disubsidi misal: kita status di Singapura adalah warga asing bukan penduduk ya harus membayar full yaitu $ 200. Waktu itu kalau tidak salah yang di-swab test langsung itu warga yang umurnya 45 tahun keatas. Jadi misal ada warga umur 47 tahun sakit demam/ batuk/ sakit tenggorokan bila datang jumpa dokter sudah dipastikan langsung COVID-19 swab test oleh dokter. Nah, ketika rabu minggu lalu ketika penulis keklinik dan jumpa dokter karena sakit tenggorokan dan hidung meler/ pilek, dokter langsung swab test pada penulis. Ya, langsung diambil test, kemungkinan karena sudah 2 kali saya/ penulis datang jumpa dokter, kedua karena saat itu batas umur yang langsung swab test diturunkan lagi oleh pemerintah Singapura yaitu diatas umur 13 tahun. Jadi, untuk warga yang umurnya diatas 13 tahun bila merasa tidak enak badan/ sakit pergi ke klinik jumpa dokter, pasti akan langsung di-swab test. Jadi, di Singapura semua warga bakalan di swab test. Punya gejala batuk/ demam/ sakit tenggorokan/ bersin/ pilek langsung kedokter, tidak peduli itu hanya gejala batuk/ pilek saja, pokoknya warga harus segera kedokter dan swab test. Meskipun nervous, saya manut sama dokter demi kebaikan saya, memastikan apakah benar saya terinfeksi COVID-19 atau memang batuk/ pilek dan sakit tenggorokan saja. Dideteksi lebih dini akan lebih baik karena akan segera ditangani dengan cepat dirumah sakit. Plus-nya lagi, penulis swab test ini gratis dan hanya membayar biaya konsultasi dan paket obat (obat sakit tenggorokan/ batuk/ pilek) sebesar $10 saja.
Jum'at pagi (minggu lalu) saya/ penulis mendapat SMS dari kementerian kesehatan bahwa hasil COVID-19 Swab test adalah negatif. Ya, hasil swab test akan keluar dalam waktu 3 hari, rabu saya ambil swab test, jum'at pagi saya sudah dikabari hasilnya. Dan dari klinik kontak penulis agar mengambil hasil report-nya diklinik yang berupa selembar kertas resmi hasil dari swab test. Ya, penulis bersyukur karena hasilnya negatif. Saya ( dan suami) berusaha keras sejak akhir bulan Januari lalu agar sebisa mungkin stay at home atau berada dirumah saja tidak kemana-mana kecuali pergi beli grocery dan obat, malah sekarang setelah belanja online lancar delivery-nya kami belanja online saja. Kami juga sebisa mungkin menghindari kontak dengan orang meskipun dengan tetangga ya hanya melampai saja atau jaga jarak dengan orang, tidak juga kumpul-kumpul / gathering atau punya rasa tanggungjawab sosial, dan juga selalu membawa hand-sanitizer ketika keluar rumah ( kalau pas belanja sebelum dan sesudah belanja langsung pakai hand sanitizer, sebelum masuk rumah: sebelum buka pintu harus pakai hand sanitizer dulu) dan sering-sering cuci tangan dirumah. Ditambah lagi kami pun ektra bersih-bersih rumah/ mendisinfektan rumah, mencuci dan membersihkan belanjaan / grocery (baik buah-buahan, sayuran, dan macam-macam grocery) dengan antibacterial atau kalau buah dan sayur ya dicuci dengan cairan khusus pencuci/ pembersih buah dan sayur, dll. Apa tidak capek dan ribet? Jelas capek, tapi semua itu untuk meminimalisir agar tidak terinfeksi COVID-19.
Pesan penulis untuk kawan sekalian, jangan menyepelekan dan menganggap enteng krisis ini yaitu krisis coronavirus. Sebisa mungkin stay at home, sering-sering cuci tangan, setelah keluar pulang langsung cuci-cuci dan ganti baju, jangan keluyuran atau keluar-keluar jalan ke mall misalnya, gak usah gathering atau kumpul-kumpul dengan rekan kerja/ saudara/ juga tetangga/ teman misal: makan bareng keluar, acara arisan/ kumpul-kumpul, jangan banyak interaksi apalagi sampai ngobrol-ngobrol, jangan dulu kunjung-mengunjungi keluarga, kalau pas keluar karena keperluan belanja ya harus jaga jarak dengan orang minimal 1 m, kalau keluar rumah harus pakai masker yang benar dan membawa hand sanitizer, badan tidak enak (demam/ batuk-batuk/ sakit tenggorokan) langsung jumpa dokter jangan diam saja, kerja dari rumah saja. Kalau semisal jenis pekerjaannya tidak bisa dari rumah mungkin kerja dipabrik bagaimana? Ya harus protect diri atau menjaga diri dengan cara: memakai masker dengan benar ditempat kerja, tiap jam cuci tangan atau kalau tidak bisa meninggalkan pekerjaan ya harus sedia hand sanitizer dikantong, jangan banyak interaksi (misal ngobrol-ngobrol) dengan rekan kerja, jaga jarak dengan teman kerja minimal 1 m, jangan kumpul-kumpul/ gathering, pastinya sebelum masuk gedung tempat kerja/ pabrik ya harus cek temperatur, sebelum pulang dan keluar gedung cek temperatur lagi. Terus semisal pekerjaannya adalah pedagang? Ya harus kreatif misal tetap jualan tapi dengan cara delivery, contohnya salah satu kawan penulis sendiri, dimasa pandemi begini ia malah buka bisnis kue-kue dan makanan. Huh? Padahal banyak usaha makanan pada tutup karena pandemi, banyak juga pedagang yang teriak-teriak dan mengeluh karena tidak ada pendapatan, lha kok kawan saya malah buka usaha makanan, gimana caranya? Ya kawan penulis buka layanan pesan/ antar, ia cantumkan nomer handphone-nya di media sosial (memakai media sosial untuk bisnis bukan ngerumpi chit chat haha hihi! 👍👍), kasihtau tetangga, kenalan, serta saudaranya kalau ia buka usaha. Ketika ada order, pagi belanja setelah itu ia bikin cakes dan cookies-nya sudah matang cakes/ cookies tersebut diantar sendiri oleh kawan saya itu kerumah pembelinya atau konsumennya. Bila ada pesanan nasi kotak atau apa saja makanan yang diminta calon pembeli, kawan saya akan buatkan. Wah capek ya... Ya iya pasti capek sekali double kerjanya. Tapi lumayan sambil nunggu anaknya belajar dirumah (sekolah online karena pandemi) ia bisa sambil cari uang 👍👍
Pesan penting lainnya adalah jangan banyak mengeluh begini-begitu tapi harus kreatif dan mencari solusi. Jaga diri, jaga keluarga, sebisa mungkin minimalisir agar tidak terinfeksi coronavirus dengan melakukan langkah-langkah pencegahan seperti yang sudah saya sebut diatas. Saya/ penulis saja yang swab test gratis, semisal hasil test positif dan masuk rumah sakit juga gratis dengan fasilitas rumah sakit kelas dunia, meski semua gratis saya tidak mau sampai terinfeksi. Maka saya (dan suami) berkerja keras melakukan langkah-langkah pencegahan. Dan jangan lupa untuk membantu orang lain juga, dalam masa pandemi seperti sekarang tengoklah kanan-kiri apakah ada tetangga yang tidak bisa membeli makanan karena mungkin penghasilan tidak ada maka kita bantu beri mereka makanan, atau ada anak dari tetangga kita yang berasal dari keluarga kurang mampu dan ia butuh bantuan agar bisa lancar sekolah online-nya ya kita bantu misal membelikan kuota internet agar ia bisa mengirim tugas sekolahnya, ya bentuk bantuan ini beragam macam jenisnya silahkan lihat kanan-kiri, intinya jangan biarkan tetangga kita kelaparan tidak makan karena pandemi. Apa yang bisa kita bantu untuk orang lain ya kita bantu.
Sekali lagi, jangan sepelekan dan menganggap enteng coronavirus karena ini sangat-sangat menular dan bisa berakibat fatal karena mungkin sudah umur tua, perokok, atau mengidap penyakit lainnya sebelum terinfeksi coronavirus. Semua langkah-langkah pencegahan yang kita lakukan semua itu untuk memutus rantai penyebaran. Dan untuk memutus rantai penyebaran itu ya kita semua warga harus ikut bekerjasama dengan melakukan langkah pencegahan. Jadi bila ingin coronavirus ini dibabat habis ya kita warga harus turut serta bekerja, jadi tidak hanya pemerintah dan tim medis saja. Bekerja sama sebagai united people. To win this battle we mush work together!
Note:
- Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
- Do not copy this article without permissions
No comments:
Post a Comment