COVID-19: Sakit Langsung Jumpa Dokter, Tes Swab Hanya $ 10

Dalam artikel ini tentu yang penulis bicarakan di Singapura ya. Saat ini Singapura masih terus memerangi Coronavirus. Meskipun kondisi undercontrol, tapi pemerintah Singapura tidak dengan mudah untuk bisa bersantai, tidak. Disini, warga terus-terusan diingatkan, bila terasa tidak enak badan merasa sakit langsung jumpa dokter meskipun banyak orang bilang hanya flu biasa. Kita tidak pernah tahu, benar flu atau terinfeksi Coronavirus, untuk memantikannya langsung jumpa dokter tanpa harus menunda-nunda.

Kurang lebih dua minggu-an lalu penulis merasa tidak enak badan. Pagi setelah bangun tidur suhu tubuh terus naik. Sehari sebelumnya sempat sakit tenggorokan dimana terasa kering sekali serasa habis lari maraton. Tapi siang hari tenggorokan kering itu berangsur-angsur hilang sampai pagi berikutnya tenggorokan sudah baikan tapi masalahnya adalah demam. Tanpa pikir panjang penulis langsung jumpa dokter hari itu juga dengan mengunjungi klinik terdekat dimana klinik ini masuk dalam jaringan klinik bersubsidi dari pemerintah. Setelah dicek oleh dokter apa yang saya alami adalah gejala flu, selanjutnya dokter berkata dalam beberapa hari kemudian pasti saya akan batuk-batuk bila tidak minum obat. Setelah itu dokter memberi penulis treatment untuk sakit flu/ batuk/ pilek. Obatnya sudah satu paket. 

Kenapa di Singapura semua warga dianjurkan untuk langsung jumpa dokter ketika merasa tidak enak badan, meski mungkin hanya gejala flu/ batuk/ pilek biasa? Pemerintah Singapura bekerja keras untuk meng-contain rantai penyebaran Coronavirus. Tiap-tiap warga diedukasi dan selalu diingatkan untuk langsung ke klinik ketika merasa demam, atau mungkin batuk-batuk, atau sakit tenggorokan. Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk sakit meski hanya sakit batuk/ pilek biasa. Karena seperti yang sudah diketahui bahwa gejala Coronavirus sama seperti ketika kita terinfeksi influenza dan batuk/ pilek. Jadi, pemerintah Singapura memastikan tiap-tiap warganya untuk segera kedokter ketika mengalami gejala ini, supaya ketika ada warga yang benar terinfeksi Coronavirus bisa langsung terdeteksi dan segera ditangani. 

Bagaimana cara pemerintah Singapura agar tiap-tiap warga mau langsung pergi/ jumpa doketr/ mengunjungi klinik ketika mengalami gejala-gejala seperti diatas? Pemerintah memberikan subsidi dimana kita warga hanya membayar $ 10 saja (biaya konsultasi dan paket obat/ treatment flu/ batuk). Biaya ini sangat-sangat murah sekali karena biasanya kita harus siap biaya $ 60 ketika kita sakit batuk/ pilek dan jumpa dokter di klinik, dan sekitar $ 30-an ketika pergi ke Polyclinic. Dengan hanya membayar $ 10 saja pastinya warga tidak ada alasan untuk tidak pergi jumpa dokter baik di klinik maupun polyclicnic ketika mengalami gejala seperti diatas. Dan untuk warga emas atau warga tua cukup membayar $ 5 saja bukan $ 10 . Wow, sangat-sangat murah sekali, bukan? Itulah cara bagaimana pemerintah Singapura agar tiap-tiap warganya mau langsung jumpa dokter ketika merasa tidak enak badan yaitu diberi subsidi. Dan yang bisa mendapatkan subsidi adalah Singaporeans dan PR atau Permanent Resident. Makanya seperti penulis yang merupakan Permanent Resident mendapat subsidi yaitu hanya membayar $ 10 saja padahal bill sebenarnya sekitar $ 58-an... Dan obat yang penulis dapatkan adalah obat batuk, obat untuk itchy / running nose, imflamantory, paracetamol. Itulah paket obat yang penulis/ saya dapatkan dan obat-obatan ini sama ketika saya membayar hampir $ 60 atau sebelum subsidi.

Penulis/ saya sempat khawatir sekali kalau-kalau saya ini terinfeksi Coronavirus. Waktu itu saya minta tes swab tapi dokter memastikan bahwa penulis mengalami gejala flu/ batuk/ pilek dan tidak perlu untuk tes COVID-19 dan masih akan dipantau dalam beberapa hari kedepan. Bila masih saja terus sakit apalagi mengalami susah nafas maka saya harus tes swab. Dokter juga berkata; orang terinfeksi Coronavirus itu kebanyakan adalah mereka-mereka yang sering banyak keluar-keluar dan juga banyak ketemu orang, mereka ini kemungkinan besar bisa terinfeksi. Bisa jadi mereka yang bekerja di front-liner (tenaga medis misalnya), bisa jadi cleaning services, atau mungkin kasir disupermarket atau tempat-tempat makan, atau orang-orang yang bandel alias mereka-mereka yang suka gathering/  masih suka kumpul-kumpul serta tidak memperhatikan langkah-langkah pencegahan misal: jaga jarak dengan orang lain, pakai masker, dan sering-sering cuci tangan/ memakai sanitizer. Tapi ya bukan tidak mungkin saya-pun bisa terinfeksi karena penulis-pun selama 3 bulanan selalu belanja langsung ke supermarket karena waktu itu belanja online susah (semua orang belanja online sampai delivery harus nunggu sampai 1 minggu bahkan 2 minggu). Oleh karena itu penulis diberi stay-home notice 5 hari dimana saya/ penulis tidak boleh keluar rumah. Jadi, siram-siram bunga di corridor pun saya tidak lakukan, praktis didalam rumah. Dan dokter juga mengingatkan akan dengue atau demam berdarah karena kasus demam berdarah di Singapura juga tinggi. Dalam waktu 5 hari kedepan bila penulis masih sakit apalagi keluar rashes merah dibadan maka saya harus tes darah untuk dengue. Dan saat ini sudah 2 mingguan sejak sakit demam, dan tidak ada gejala susah nafas maupun rashes merah dibadan. Sepertinya saya jatuh sakit demam karena penulis/ saya terlalu bekerja keras atau memaksakan diri terlalu keras. Ya, sejak Coronavirus outbreak minggu akhir Januari 2020 lalu, banyak hal yang harus saya kerjakan, capek badan juga capek pikiran, macam-macam hal yang harus direncanakan ulang sejak adanya Coronavirus. Sama seperti tahun lalu, dimana record  penulis tahun 2019 lalu pun pernah sekali jatuh sakit demam karena tahun lalu penulis sibuk luar biasa riwa-riwi kesana-kemari banyak urusan, dan akhirnya saya pun "tumbang".

Ya, kami (saya dan suami) bersyukur dimana ketika terjadi krisis seperti sekarang ini karena diseases kami berdomisili di Singapura. Bersyukur karena apa-apa kita sebagai warga tidak perlu khawatir karena pemerintah Singapura pasti akan mem-protect warganya. Diberi subsidi, sakit atau mengalami gejala batuk, sakit tenggorokan, demam, langsung jumpa dokter dengan hanya membayar $ 10, warga tua hanya membayar $ 5. Kalau pun iya harus tes COVID-19 biayanya pun sangat-sangat murah (mungkin malah gratis karena tergantung dari perubahan aturan). Ketika kami tanyakan berapa biaya untuk tes COVID-19 bila saya ingin tes sekarang, dokter berkata hanya $ 10. Tapi nampaknya saya tidak diambil tes oleh dokter karena saat ini yang diambil tes itu kalau tidak salah untuk umur 45 tahun keatas, selain itu masih harus dilihat dulu bagaimana kondisi saya kedepan. Sementara untuk foreigner tes COVID-19 biayanya $ 200 . Wow, mahal sekali kan bila kita ini di Singapura dengan status orang asing atau bukan warga/ residents. Bagi warga tua yang umurnya sudah 60 tahunan keatas bila sakit batuk/ demam/ flu jumpa dokter, jelas dokter langsung tes  swab mereka meskipun hanya gejala batuk/ pilek. Hal ini untuk memastikan bahwa warga tua yang sakit ini benar-benar batuk/ pilek biasa atau tidak terinfeksi COVID-19. Dan secara bertahap pemerintah Singapura akan men-swab test semua warganya.

Tiap-tiap warga di Singapura saling bekerja sama dan play our part to fight against COVID-19. Harus punya rasa kesadaran diri, bila merasa tidak enak badan sakit demam/ batuk/ bersin-bersin, ya harus segera jumpa dokter karena pemerintah Singapura-pun sudah mensubsidi biaya kesehatan untuk ini. Setiap warga harus punya rasa tanggungjawab terhadap kesehatan publik dan lingkungan sekitar atau orang lain. Kita harus bersatu bersama-sama untuk berperang melawan Coronavirus, we fight together to win this battle, itulah spirit di Singapura.

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions



 

No comments:

Post a Comment

After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...