Ibu Rumahtangga Jadi Penulis Sekaligus Penerbit Buku?


Scan this QR code to find my book easier, @ copyright 2020 by Acik Mardhiyanti

"Kok bisa sih?", pasti itu kata yang akan diucap banyak orang ya. Karena kebanyakan orang (orang Indonesia terutama) berkata kalau seorang ibu rumahtangga itu kan tidak punya kerja, jadi bagaimana mungkin bisa jadi penulis sekaligus jadi penerbit buku? Ditambah lagi bukunya adalah bahasa Inggris! Banyak orang berpikir impossible, tapi dalam reality atau kenyataannya saya yang notabene cuma seorang ibu rumahtangga tapi menulis buku sekaligus menjadi penerbit buku saya sendiri. Bagaimana caranya ya, kok bisa sih?

Dunia itu berubah dengan cepat, benar tidak? Begitu pun dengan pekerjaan seorang ibu rumahtangga.  Huh...sejak kapan ibu rumahtangga adalah sebuah profesi pekerjaan? Jawabannya adalah bahwa seorang ibu rumahtangga itu adalah sebuah profesi yang serba bisa artinya multitasking. Penulis sudah 8 tahunan tinggal di Singapura. Disini, di Singapura, para ibu rumahtangga banyak yang berkarya, dan ini penting untuk digaris bawahi, para ibu rumahtangga ini punya degree atau berpendidikan. Dan mereka ini sambil ngurus rumah, sambil ngurus anak (bagi yang punya anak), sambil berkarya contohnya: ada yang buka salon, ada yang buka kursus piano dirumahnya, ada yang menanam bunga Viola untuk kemudian dijual ditoko tanaman, ada yang jualan online (macam-macam hal yang dijual misal: handicraft, pakaian, aksesori HP dll), ada yang buka kursus handicraft, ada yang buka catering, ada yang buka bisnis kue-kue, dan lain-lain. Sementara dinegera seperti Amerika juga Eropa, para ibu rumahtangga pun tak mau kalah untuk berkarya misal: menulis buku dan menulis blog atau jadi blogger. Dan banyak diantara mereka yang memiliki penghasilan pasif alias tidak perlu kerja di perusahaan pun tiap bulan uang datang dengan sendiri dan paling tidak $ 1,000 Wow, kan? Itulan gambaran ibu rumahtangga di era sekarang yaitu berpendidikan, punya passion, dan punya karya. 

Bila dirunut kebelakang dari kecil penulis sudah suka menulis. Kalau tidak salah ketika kelas 4 Sekolah Dasar sudah mulai ada aktifitas mengarang, dan aktifitas ini menyenangkan untuk penulis. Kalau tidak salah juga saya suka menuliskan pengalaman sehari-hari dimana saya dan kawan-kawan suka main keladang-ladang dan sawah mencari keong atau mencari buah-buah liar. Kemudian sejak dibangku kelas 1 Sekolah Menengah Pertama penulis suka menulis puisi dan pantun yang saya kumpulkan disatu buku, ya benar sekali saya suka pelajaran bahasa Indonesia ketika diminta untuk menulis (baik puisi dan pantun). Dibangku Sekolah Menengah Atas aktifitas menulis terlupakan karena saya mulai suka menggambar. Ya, waktu kelas 1 Sekolah Menengah Atas itu tidak hanya diajari melukis tapi ada pelajaran Biologi dimana kami selalu diberi pekerjaan rumah untuk menggambar setiap mahkluk hidup yang sedang dibicarakan dalam kelas tersebut, misal: menggambar belalang, juga mahkluk hidup bersel satu. Ketika kelas 3 Sekolah Menengah Atas, dalam pelajaran Bahasa Indonesia sudah mulai untuk belajar menulis paper, dan terus sampai dibangku universitas setiap minggu penulis harus menyelesaikan 3 paper. Ya, mengambil jurusan Ekonomi/ Management kita harus presentasi-presentasi dan membuat paper dan Paper. Dari situ saya/ penulis mulai belajar menulis secara akademik, menulis yang baik, artinya tidak asal menulis. Setelah mendapatkan degree S1 penulis tidak aktif menulis karena sibuk secure pekerjaan. Baru setelah menikah atau tepatnya setelah pindah ke Jakarta, penulis mulai aktif menulis lagi dan hingga detik ini masih terus menulis.


Scan this QR code to find my book easier, @ copyright 2020 by Acik Mardhiyanti

Ketika penulis memutuskan untuk aktif menulis tahun 2010 lalu, saya sudah berencana bahwa nanti diumur pensiun (kalau sudah 50 tahun-an) saya akan menerbitkan buku. Tapi ternyata tahun 2020 ini malah sudah terbit buku saya. Itu artinya buku sudah terbit jauh-jauh hari sebelum umur tua/ pensiun.  Ya, akhir tahun 2019 lalu resolusi untuk tahun 2020 adalah menelurkan buku dan Ph.D diumur 40 tahun. Dan tidak hanya menjadi author atau penulis buku, saya ingin sekaligus menjadi penerbit buku saya sendiri atau jadi self-publisher. Jadi, mulai dari proses pembuatan buku sampai terbit  ya diurus sendiri. Bisa dibayangkan dimana pekerjaan sebuah perusahaan penerbit buku itu saya kerjakan sendiri dengan dibantu oleh suami. Ya, benar sekali suami saya membantu men-design buku dan membantu editing. Karena suami penulis adalah seorang programmer profesional, jadi saya bisa minta bantu design juga editingTidak hanya itu, saya pun harus belajar tentang perpajakan antar negara. Kenapa harus belajar perpajakan antar negara? Karena buku saya dijual di USA, dan worldwide. Selain itu, urusan ISBN pun ya diurus sendiri. Pastinya urusan marketing ya diurus sendiri. Wah, repot dan rumit sekali ya banyak yang harus dikerjakan. Tentu saja ada banyak hal yang harus dikerjakan dan diurus. Tetapi, saya menikmati semua proses itu dan saya puas akan hasilnya! Karena saya jadi tahu dan punya banyak pengalaman bagaimana menjadi penulis atau author sekaligus menjadi publisher atau penerbit buku. 

Lantas bagaimana caranya bisa menerbitkan buku sendiri? Saya bersyukur (dan selalu bersyukur) karena kami berdomisili di Singapura. Kenapa? Di Singapura, untuk menerbitkan buku sendiri atau disebut self-publishing, bukanlah hal yang tidak mungkin. Karena NLB atau The National Library Board sangat men-support dengan memberikan ISBN dan itu gratis! Prosesnya pun sangat cepat, mau daftar menjadi penerbit atau publisher urusan selesai hanya dalam waktu 3 hari misal: Senin kita mengajukan aplikasi, Rabu kita sudah di approve menjadi publisher. Semenatara ISBN pun sama, mau minta ISBN misal: Rabu kita mengajukan aplikasi, Jum'at kita sudah mendapat ISBN-nya. Dan semua itu penulis lakukan tanpa harus datang ke NLB, cukup melalui online saja dan semua itu tidak ada biayanya alias gratis! Ya benar sekali bahwa saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk menerbitkan buku saya ini. Itulah kemudahan kita sebagai seorang penulis di Singapura, apalagi penerbit buku pemula seperti saya hal ini tentu saja sangat mempermudah serta sangat membantu dan juga membuat saya semakin bersemangat untuk menerbitkan buku lagi! Ya, saya akan menerbitkan buku lagi, dan buku-buku selanjutnya sudah ada dalam otak, ingin membuat buku apa dan seperti apa. Kemungkinan buku saya buku masak lagi, atau buku gardening, atau mungkin novel. Huh? Emang bisa gitu kan cuma ibu rumahtangga gimana bisa menulis banyak topik? Ya, saya sangat-sangat bisa menulis bidang yang berbeda. Bisa dilihat bagaimana blo-blog saya telah dikelompokkan sesuai bidangnya, ada gardening blog, recipe blog, dan journey blog. Dan saya pun punya satu blog lagi yaitu Ichikraft Give and Care dimana isinya adalah aktifitas sosial.

Kalau proses menjadi penerbit itu mudah, lantas kenapa baru sekarang saya menerbitkan buku? Ini jawaban penulis: saya ingin buku saya bukan cuma buku asal tulis yang penting jadi buku, tapi saya ingin menghasilkan buku yang punya kualitas, bisa memberi inspirasi, bisa membantu orang lain, juga bisa memberi manfaat untuk orang lain. Lah untuk menulis sebuah artikel saja saya butuh waktu hingga 2 jam sampai 3 jam bahkan sampai 3 hari baru selesai 1 artikel, apalagi mau bikin buku? Tentu saja harus saya rencanakan dengan baik dan matang. Kenapa? Karena saya ingin buku saya bisa mencapai pembaca diluar negeri atau worldwide. Sebenarnya tahun 2013 kalau tidak salah, ada penerbit dari Indonesia yang mengajak saya menulis buku dan saya tolak karena waktu itu saya (dan suami) fokus membantu sesama. Sekitar tahun 2015-an suami penulis bilang, kalau mau bikin buku lebih baik dalam bahasa Inggris saja. Kenapa lebih baik membuat buku dalam bahasa Inggris? Tentu saja karena kami berdomisili di Singapura. Oleh karena itu, alangkah baiknya saya ini menerbitkan buku dalam bahasa yang diakui secara international atau dipakai secara international agar bisa dibaca oleh orang Singapura juga dunia secara luas tentunya. Kenapa demikian? Saya berdomisili di Singapura dan sudah seharusnya saya pun harus berkarya di Singapura. "Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung", itulah pedoman hidup saya. Tidak hanya itu saja, alasan secara saya pribadi mengapa buku saya harus bahasa Inggris adalah karena saya terbiasa berteman dengan orang-orang dari luar, jadi saya terbiasa berpikir secara terbuka dan luas. Ya, kawan-kawan saya adalah orang Jepang, Perancis, juga Belgia.  Dan kawan-kawan baik saya ini banyak memberikan support dan juga inspirasi. Oleh karenanya kalau dalam bahasa Inggris kawan saya paling tidak bisa melihat dan membacanya.

Bagaimana dengan pendapatan penulis setelah buku terbit, bisa langsung punya pendapat pasif? Penting untuk diketahui bahwa penulis menulis dan menerbitkan buku adalah sebagai bagian dari investasi dimasa depan, bisa dikatakan menulis buku ini adalah lifetime invesment. Maksudnya apa sih? Maksudnya dengan saya menulis buku ini artinya saya sedang melakukan investasi yang tidak terbatas waktu, tidak lekang akan waktu. Apalagi buku saya born secara digital. Sekarang sudah era-nya digitalization, jadi saya pun tidak mau ketinggalan untuk menerbitkan buku digital dimana saya harus menjadi bagian dari era ini. Karena digital ya selamanya buku saya ada, tidak takut habis stock maupun usang karena bentuknya fisik. Sekarang, setelah terbit belum ada pendapatannya karena saya menerbitkan buku saya sendiri, tetapi dari waktu kewaktu buku itu akan menghasilakn uang dengan sendirinya. Jadi, jelas berbeda ketika kita menerbitkan buku dengan sebuah perusahaan penerbit buku ya, setelah buku kita diterima oleh penerbit pastinya kita langsung bisa menghitung royalty (uangnya langsung didapat). Buat saya, investasi menulis buku dan investasi pendidikan (sekolah lagi dan upgrade skill ), itu adalah bentuk investasi yang tak akan lekang oleh waktu. 

Itulah bagaimana seorang ibu rumahtangga seperti saya ternyata bisa menjadi author sekaligus publisher! Semua itu bukanlah tidak mungkin, karena era sudah berubah dimana ibu rumahtangga jaman sekarang itu high caliber women. Apa artinya high caliber women? High caliber women itu adalah wanita yang berpendidikan tinggi dan punya passion yang akan dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Tambahan dari saya, high caliber women akan terus mau untuk belajar dan berkarya. Maka pesan penulis: jangan pernah berhenti untuk terus belajar, upgrade skill, terus berkarya, dan sekolahlah yang tinggi!

Disini link buku penulis di Amazon: https://www.amazon.com/dp/B08DM2R2TG/

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti
  • Copyright 2020 by Acik Mardhiyanti
  • Do not copy this article without permissions

Dapat Paket Hari Kemerdekaan? Apa Saja Isinya Ya?


Photographed by Acik Mardhiyanti

Paket hari kemerdekaan? Tentu saja dalam artikel ini penulis membicarakan hari kemerdekaan Singapura ya. Tahun ini pemerintah membagikan 1 paket hari kemerdekaan yang disebut "The NDP Singapore Together Pack" untuk warganya dalam rangka memperingati hari kemerdekaan tanggal 9 Agustus nanti. Kira-kira isinya apa saja ya? Penasaran ingin tahu apa isi paket hari kemerdekaan yang dibagikan ini, mari baca penjelasan selanjutnya dalam artikel ini 😉

Tahun ini istimewa dan beda dari tahun-tahun sebelumnya ya. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis Coronavirus. Hari kemerdekaan biasanya sangat meriah dimana ditiap-tiap Community Club punya acara sendiri yang mengundang warga untuk datang memperingatinya. Seperti yang pernah kami ikuti, acara hari kemerdekaan di Community Club berlangsung sangat meriah kalau penulis bilang. Kita  dinner atau acara makan malam, datang, duduk dan makan dimeja yang sama. Selama makan-makan itu ada acara entertaiment juga. Sementara acara besarnya ya NDP itu sendiri yaitu The National Day Parade, kalau saya bilang luar biasa meriah dengan pertunjukan-pertunjukan yang luar biasa pula. Tapi tahun 2020 ini, NDP akan berbeda dimana parade ini dibatasi, hanya sekitar 300 partisipan saja yang boleh melihat acara secara langsung. Sementara untuk di Community Club, saya belum tahu ada acara makan malam atau tidak. Tapi nampaknya tidak ada sih mengingat di Singapura kita tidak boleh kumpul-kumpul alias gathering. 

Meskipun begitu, pemerintah Singapura memberikan satu paket untuk warganya. Siapa saja sih yang bisa mendapatkan paket ini? Tentunya saja Singaporeans dan Permanent Residents, satu rumahtangga atau household mendapatkan satu paket. Yup, benar sekali bahwa tidak semua orang bisa mendapatkannya. Bila kawan sekalian statusnya orang asing, mungkin pemegang visa kerja, visa pelajar, atau visa lainnya ya pasti tidak bisa mengambil paket ini sekalipun tinggal di Singapura. Harus penduduk yang boleh mengambil paket NDP ini. Karena untuk mengambil paket ini kita harus menunjukkan IC atau KTP namanya kalau di Indonesia.

Lantas, isinya apa saja sih paket hari kemerdekaan ini? Pastinya bukan paket sembako lho ya... Iya kalau begitu apa saja isi paketan ini? Paket ini diberikan dengan sebuah tas tote bag, didalam tas ini ada sebuah bendera tangan atau bendera kecil atau handheld national flag, bendera besar atau a full-sized national flag, face tattoo (pastinya temporari tattoo ya), iron-on patches, ada magnet kulkas, vouchers, satu minuman kaleng, satu bungkus snack (kami dapat potato chips), 1 buah termometer, 2 buah handsatitizer, 4 masker reuseable, dan 4 buah surgical mask. Bila melihat tote bag-nya itu ada gambarnya, dan gambar-gambar ini adalah hasil karya atau artwork dari artists dengan disabilities, serta 5 hasil karya anak-anak primary (setingkat SD kalau di Indonesia) yang mengikuti kompetisi selama circuit breaker atau partial lockdown. Jadi, ketika partial lockdown selama 2 bulan kemarin ada kompetisi menggambar untuk anak-anak primary yang diikuti oleh 1.200 peserta.


Photographed by Acik Mardhiyanti

Paket hari kemerdekaan ini bisa diambil di Residents' Committees atau RCs dan Community Club atau CCs dimana wilayah kita tinggal. Misal kita tinggal diwilayah A ya kita harus mengambil di RCs atau CCs wilayah A. Untuk di RCs mengambilan paket dimulai dari tanggal 20 Juli sampai 26 Juli, sementara di CCs jadwal pengambilan paket dimulai tanggal 20 Juli - 2 Agustus. Dan bisa diambil mulai pukul 10 pagi sampai 6 sore, hari libur atau public holiday tidak bisa diambil. 

Untuk kami, paket sudah diambil hari minggu lalu di RCs diwilayah tempat tinggal kami. Dan ya RCs kami hanya diblok seberang alias hanya digedung flat sebelah. Jadi tidaklah jauh. Buat penulis mendapatkan paket ini ya lumayan untuk persediaan karena dapat masker banyak dimana masker reuseable-nya ini adalah masker kain yang ada semacam coating-nya. Mungkin kalau kawan sekalian penasaran dengan masker ini bisa dicari dengan nama antimicrobial face mask. Masker jenis ini hanya cuci pakai sebanyak 30 saja dan mencucinya juga khusus tidak boleh disabun. Tapi sampai saat ini bila keluar kami selalunya menggunakan masker buatan sendiri, bisa dibaca artikel sebelumnya bagaimana penulis membuat masker 4 lapis dimana ada bahan non-woven didalamnya. Sementara handsanitizer juga pastinya sangat berguna, lumayan buat menambah persediaan. Selain itu saya suka dengan tote bag-nya, bahannya kuat bisa dipakai untuk membawa belanjaan. Oya, penulis belum sempat ambil gambar tote bag-nya karena langsung saya cuci dan belum kering. Ya, ini kebiasaan kami serta aturan dirumah kami karena adanya coronavirus dimana setiap barang dari luar masuk kedalam rumah akan kami langsung bersihkan (yang bisa didisinfektan kami disinfektan, yang bisa dicuci ya akan kami cuci). Jadi mungkin kalau sudah kering tas-nya baru bisa diambil gambarnya. 

Untuk bendera, bendera sudah berkibar sejak 25 April lalu didepan corridor kami. Kenapa sudah berkibar sejak April lalu? Ya ini sebagai tanda solidaritas kita, rasa persatuan kita dalam menghadapi krisis, maka bendera boleh dikibarkan 25 April sampai 30 Juni. Oleh karena pengibaran bendera setiap tahunnya dimulai 1 Juli sampai 30 September dalam rangka memperingati hari kemerdekaan, maka bendera tahun ini berkibar dari 25 April sampai 30 September. Happy National Day Singapore! We are strong together! 

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti 
  • Photographed by Acik Mardhiyanti
  • Do not copy this article without permissions
  • Do not reuse these photographs anywhere else without permissions


COVID-19: Akhirnya Saya COVID-19 Swab Test Dan Gratis!

Di Singapura hingga detik ini masih memerangi Coronavirus, dan akan dibabat sampai habis. Bila membaca artikel penulis sebelumnya tentang COVID-19 di Singapura, pasti kawan sekalian sudah pada tahu bahwa pemerintah Singapura memberikan subsidi kesehatan bagi warganya dimana bila warga merasa tidak enak badan ya harus langsung kedokter. Begitu pun dengan penulis, ketika merasa tidak enak badan saya juga langsung ke klinik jumpa dokter. Dan saya pun harus swab test dan gratis!

Hm.. Minggu lalu adalah minggu yang cukup membuat penulis nervous, pasalnya dokter ambil test penulis yaitu COVID-19 swab test. Huh? Kenapa penulis harus test COVID-19? Setelah hampir sebulan terakhir jumpa dokter karena demam, nampaknya senin minggu lalu penulis mengalami sakit tenggorokan, ditambah hari berikutnya hidung saya meler alias mulai bersin dan pilek! Mungkin kawan sekalian akan berkata, "alah cuma pilek saja kenapa harus ke klinik jumpa dokter segala kan minum madu atau minum obat dirumah juga sembuh..." Pemerintah Singapura sudah mewanti-wanti setiap warga yang merasa tidak enak badan, bersin-bersin/ pilek/ batuk/ sakit tenggorokan, harus segera jumpa dokter atau ke klinik.

Mengingat kembali tulisan saya sebelumnya, jika kita warga merasa tidak enak badan (batuk/ pilek/ sakit tenggorokan/ demam) pemerintah Singapura menganjurkan warganya untuk langsung jumpa dokter. Dan biaya ini sudah disubsidi dimana kami hanya cukup membayar sebesar $ 10 (biaya konsultasi dokter dan paket obat-nya). Karena kalau tidak disubsidi harga normal paling tidak kita harus sedia $ 60 untuk ke klinik, dan paling tidak harus membayar $ 30 kalau ke polyclinic. Anjuran ini ada tujuannya yaitu untuk mendeteksi lebih dini bila ada warga yang ternyata terinfeksi coronavirus. Karena ketika kami/ warga jumpa dokter kami bisa langsung swab test dan gratis. 

Sebulanan yang lalu ketika penulis demam dan jumpa dokter, dokter belum ambil keputusan untuk swab test pada penulis padahal saya ingin test. Masih harus dimonitor 3 hari kedepan sampai lima hari. Dan ternyata 3 hari saya sudah mulai baikan dan 5 hari sudah sembuh. Waktu itu saya/ penulis kalau mau swab test dokter bilang biayanya $ 10. Murah ya, iya murah karena disubsidi oleh pemerintah Singapura biaya swab test-nya. Kalau tidak disubsidi misal: kita status di Singapura adalah warga asing bukan penduduk ya harus membayar full yaitu $ 200. Waktu itu kalau tidak salah yang di-swab test langsung itu warga yang umurnya 45 tahun keatas. Jadi misal ada warga umur 47 tahun sakit demam/ batuk/ sakit tenggorokan bila datang jumpa dokter sudah dipastikan langsung COVID-19 swab test oleh dokter. Nah, ketika rabu minggu lalu ketika penulis keklinik dan jumpa dokter karena sakit tenggorokan dan hidung meler/ pilek, dokter langsung swab test pada penulis. Ya, langsung diambil test, kemungkinan karena sudah 2 kali saya/ penulis datang jumpa dokter, kedua karena saat itu batas umur yang langsung swab test diturunkan lagi oleh pemerintah Singapura yaitu diatas umur 13 tahun. Jadi, untuk warga yang umurnya diatas 13 tahun bila merasa tidak enak badan/ sakit pergi ke klinik jumpa dokter, pasti akan langsung di-swab test. Jadi, di Singapura semua warga bakalan di swab test. Punya gejala batuk/ demam/ sakit tenggorokan/ bersin/ pilek langsung kedokter, tidak peduli itu hanya gejala batuk/ pilek saja, pokoknya warga harus segera kedokter dan swab test. Meskipun nervous, saya manut sama dokter demi kebaikan saya, memastikan apakah benar saya terinfeksi COVID-19 atau memang batuk/ pilek dan sakit tenggorokan saja. Dideteksi lebih dini akan lebih baik karena akan segera ditangani dengan cepat  dirumah sakit. Plus-nya lagi, penulis swab test ini gratis dan hanya membayar biaya konsultasi dan paket obat (obat sakit tenggorokan/ batuk/ pilek) sebesar $10 saja.

Jum'at pagi (minggu lalu) saya/ penulis mendapat SMS dari kementerian kesehatan bahwa hasil COVID-19 Swab test adalah negatif. Ya, hasil swab test akan keluar dalam waktu 3 hari, rabu saya ambil swab test, jum'at pagi saya sudah dikabari hasilnya. Dan dari klinik kontak penulis agar mengambil hasil report-nya diklinik yang berupa selembar kertas resmi hasil dari swab test. Ya, penulis bersyukur karena hasilnya negatif. Saya ( dan suami) berusaha keras sejak akhir bulan Januari lalu agar sebisa mungkin stay at home atau berada dirumah saja tidak kemana-mana kecuali pergi beli grocery dan obat, malah sekarang setelah belanja online lancar delivery-nya kami belanja online saja. Kami juga sebisa mungkin menghindari kontak dengan orang meskipun dengan tetangga ya hanya melampai saja atau jaga jarak dengan orang, tidak juga kumpul-kumpul / gathering atau punya rasa tanggungjawab sosial, dan juga selalu membawa hand-sanitizer ketika keluar rumah ( kalau pas belanja sebelum dan sesudah belanja langsung pakai hand sanitizer, sebelum masuk rumah: sebelum buka pintu harus pakai hand sanitizer dulu) dan sering-sering cuci tangan dirumah. Ditambah lagi kami pun ektra bersih-bersih rumah/ mendisinfektan rumah, mencuci dan membersihkan belanjaan / grocery (baik buah-buahan, sayuran, dan macam-macam grocery) dengan antibacterial atau kalau buah dan sayur ya dicuci dengan cairan khusus pencuci/ pembersih buah dan sayur, dll. Apa tidak capek dan ribet? Jelas capek, tapi semua itu untuk meminimalisir agar tidak terinfeksi COVID-19.

Pesan penulis untuk kawan sekalian, jangan menyepelekan dan menganggap enteng krisis ini yaitu krisis coronavirus. Sebisa mungkin stay at home, sering-sering cuci tangan, setelah keluar pulang langsung cuci-cuci dan ganti baju, jangan keluyuran atau keluar-keluar jalan ke mall misalnya, gak usah gathering atau kumpul-kumpul dengan rekan kerja/ saudara/ juga tetangga/ teman misal: makan bareng keluar, acara arisan/ kumpul-kumpul, jangan banyak interaksi apalagi sampai ngobrol-ngobrol, jangan dulu kunjung-mengunjungi keluarga, kalau pas keluar karena keperluan belanja ya harus jaga jarak dengan orang minimal 1 m, kalau keluar rumah harus pakai masker yang benar dan membawa hand sanitizer, badan tidak enak (demam/ batuk-batuk/ sakit tenggorokan) langsung jumpa dokter jangan diam saja, kerja dari rumah saja. Kalau semisal jenis pekerjaannya tidak bisa dari rumah mungkin kerja dipabrik bagaimana? Ya harus protect diri atau menjaga diri dengan cara: memakai masker dengan benar ditempat kerja, tiap jam cuci tangan atau kalau tidak bisa meninggalkan pekerjaan ya harus sedia hand sanitizer dikantong, jangan banyak interaksi (misal ngobrol-ngobrol) dengan rekan kerja, jaga jarak dengan teman kerja minimal 1 m, jangan kumpul-kumpul/ gathering, pastinya sebelum masuk gedung tempat kerja/ pabrik ya harus cek temperatur, sebelum pulang dan keluar gedung cek temperatur lagi. Terus semisal pekerjaannya adalah pedagang? Ya harus kreatif misal tetap jualan tapi dengan cara delivery, contohnya salah satu kawan penulis sendiri, dimasa pandemi begini ia malah buka bisnis kue-kue dan makanan. Huh? Padahal banyak usaha makanan pada tutup karena pandemi, banyak juga pedagang yang teriak-teriak dan mengeluh karena tidak ada pendapatan, lha kok kawan saya malah buka usaha makanan, gimana caranya? Ya kawan penulis buka layanan pesan/ antar, ia cantumkan nomer handphone-nya di media sosial (memakai media sosial untuk bisnis bukan ngerumpi chit chat haha hihi! 👍👍), kasihtau tetangga, kenalan, serta saudaranya kalau ia buka usaha. Ketika ada order, pagi belanja setelah itu ia bikin cakes dan cookies-nya sudah matang cakes/ cookies tersebut diantar sendiri oleh kawan saya itu kerumah pembelinya atau konsumennya. Bila ada pesanan nasi kotak atau apa saja makanan yang diminta calon pembeli, kawan saya akan buatkan. Wah capek ya... Ya iya pasti capek sekali double kerjanya. Tapi lumayan sambil nunggu anaknya belajar dirumah (sekolah online karena pandemi) ia bisa sambil cari uang 👍👍

Pesan penting lainnya adalah jangan banyak mengeluh begini-begitu tapi harus kreatif dan mencari solusi. Jaga diri, jaga keluarga, sebisa mungkin minimalisir agar tidak terinfeksi coronavirus dengan melakukan langkah-langkah pencegahan seperti yang sudah saya sebut diatas. Saya/ penulis saja yang swab test gratis, semisal hasil test positif dan masuk rumah sakit juga gratis dengan fasilitas rumah sakit kelas dunia, meski semua gratis saya tidak mau sampai terinfeksi. Maka saya (dan suami) berkerja keras melakukan langkah-langkah pencegahan. Dan jangan lupa untuk membantu orang lain juga, dalam masa pandemi seperti sekarang tengoklah kanan-kiri apakah ada tetangga yang tidak bisa membeli makanan karena mungkin penghasilan tidak ada maka kita bantu beri mereka makanan, atau ada anak dari tetangga kita yang berasal dari keluarga kurang mampu dan ia butuh bantuan agar bisa lancar sekolah online-nya ya kita bantu misal membelikan kuota internet agar ia bisa mengirim tugas sekolahnya, ya bentuk bantuan ini beragam macam jenisnya silahkan lihat kanan-kiri, intinya jangan biarkan tetangga kita kelaparan tidak makan karena pandemi. Apa yang bisa kita bantu untuk orang lain ya kita bantu.

Sekali lagi, jangan sepelekan dan menganggap enteng coronavirus karena ini sangat-sangat menular dan bisa berakibat fatal karena mungkin sudah umur tua, perokok, atau mengidap penyakit lainnya sebelum terinfeksi coronavirus. Semua langkah-langkah pencegahan yang kita lakukan semua itu untuk memutus rantai penyebaran. Dan untuk memutus rantai penyebaran itu ya kita semua warga harus ikut bekerjasama dengan melakukan langkah pencegahan. Jadi bila ingin coronavirus ini dibabat habis ya kita warga harus turut serta bekerja, jadi tidak hanya pemerintah dan tim medis saja. Bekerja sama sebagai united people. To win this battle we mush work together!

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions




Kebiasaan Makan Sehat Itu Dimulai Dari Keluarga

Tahu kah kawan sekalian bahwa kebiasaan makan sehat itu ternyata dimulai dari kebiasaan keluarga. Apa yang kita makan sehari-hari saat ini adalah cerminan bagaimana lifestyle kita ketika masih dalam lingkungan keluarga yaitu orangtua kita. Sadar atau tidak, peran orangtua sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian setiap anak. Termasuk salah satunya adalah kebiasaan makan sehat atau gaya hidup sehat. Lantas bagaimana keluarga bisa mempengaruhi kebiasaan makan sehat seorang anak ketika beranjak dewasa?

Suatu ketika saat kami makan disebuah restoran tidak sengaja penulis melihat seorang anak yang sedang makan dimeja sebelah kami sedang menyisihkan sayuran yang ada dipiringnya. Si anak ini hanya makan dagingnya saja dan sama sekali tidak makan sayuran yang ada dipiring itu. Sayuran yang disisihkan itu kalau tidak salah ada kecambah, brokoli, juga jagung. Sesaat kemudian penulis paham karena ternyata setelah melihat orangtuanya, prilaku orangtuanya pun sama yaitu tidak memakan sayuran yang ada dipiring hanya makan dagingnya saja. Apa yang penulis tangkap dari sekilas kejadian itu nampaknya si anak copy paste apa yang dilakukan oleh orangtuanya.  Jadi, benar kah kebiasaan makan sehat itu dimulai dari lingkungan keluarga?

Penulis ingat sekali ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, bahwa setiap sarapan pagi sebelum berangkat sekolah penulis selalu makan telur kadang telur rebus kadang telur ceplok. Setiap pagi telur dan telur. Hanya saat libur sekolah biasanya makan sarapan dengan singkong goreng hasil kebun sendiri, atau ketela rebus/ goreng. Kemudian setelah pulang sekolah, menu setiap hari penulis adalah tempe goreng dan sayur sop-sop-an. Tentu kawan sekalian sudah tahu apa itu sayur sop-sop-an yaitu sayur soup yang terdiri dari kubis putih, potongan wortel dan kentang, buncis, dan seledri. Sementara malam hari biasanya penulis makan tempe lagi (bisa tempe ditepung, tempe goreng biasa, atau kering tempe), telur lagi (telur dadar atau ceplok), dan sayurnya beragam bisa daun singkong, pepaya muda, nangka muda, sayur asem, dll, atau makan nasi dengan tempe saja buat penulis sudah cukup untuk makan malam. Sesimple itulah menu penulis ketika itu. Sementara untuk buah, ambil dan makan apa yang ada dikebun, nanas berbuah ya makan nanas, ada pepaya matang dipohon ya makan pepaya, musim mangga ya makan mangga sampai kewalahan, jambu air berbuah ya makan jambu air, musim sirsat ya makan sirsat, pisang berbuah ya makan pisang, belimbing berbuah penulis ya makan belimbing, rambutan berbuah ya makan rambutan, nangka ada yang matang ya makan nangka, kadang-kadang suka makan lemon dan lime atau dibuat minuman lime. Semua buah-buahan itu ada dipekarangan dan kebun bapak penulis. Ketika masih menjadi seorang karier man sukses bapak penulis kadang-kadang suka membawa buah jeruk atau semangka tanpa biji saat pulang kantor. Jadi, sejak dini itulah penulis sudah terbiasa makan makanan tersebut yang ternyata menu itu adalah menu makan sehat. Mungkin banyak orang bilang itu menu makanan kampung, tapi justru menu makanan ala kampung itulah yang sehat meski simple atau sederhana. Yup! benar sekali, makan sehat itu ternyata murah meriah! Dan penulis bersyukur lahir dan besar didesa karena bisa makan segala macam buah tanpa harus membelinya alias tinggal ambil/ metik dipekarangan atau kebun. Buah-buahan yang ada dipekarangan dan kebun bapak penulis melimpah.

Bapak penulis-lah yang selalu perhatian dengan apa yang saya makan. Sejak kecil atau kanak-kanak setiap pagi dibiasakan untuk makan telur rebus bahkan setengah matang. Bapak penulis percaya bila setiap pagi anak-anak makan telur rebus apalagi setengah matang, anaknya akan jadi orang pintar.  Dan penulis pun tidak pernah diajari untuk makan makanan instant seperti mie instant contohnya. Meskipun bapak penulis setelah tahun 1995-an hanya menjadi buruh pabrik tapi saya tidak pernah sekalipun diajari untuk makan mie instant, kami tidak pernah punya mie instant dirumah. Setahu penulis, bapak saya itu tidak pernah terlihat makan mie instant. Dari pada makan mie instant lebih baik makan tempe goreng atau makan telur rebus. Ya, bapak penulis ternak ayam dan pastinya ayam kampung, kalau tidak ada uang untuk beli telur diwarung ya ambil telur dari ayam yang dipelihara tersebut. Boleh percaya, boleh tidak, sejak dibangku Sekolah Dasar penulis sudah tahu jenis-jenis makanan bergizi dan mengandung vitamin. Misal, tempe itu bagus dan bergizi dan merupakan pengganti protein hewani, buah-buahan berwarna kuning mengandung vitamin C, wortel vitamin A, bayam juga vitamin A dll... Penulis tahu itu semua karena selalu mendengarkan baik-baik pelajaran dikelas. Oleh karenanya penulis tidak pernah keberatan makan dengan menu yang sama setiap hari, pagi telur rebus, siang/ malam soup dan tempe. Ya, selain diajarkan untuk makan sehat oleh bapak penulis, ternyata saya belajar sendiri dari sekolah akan sumber-sumber makanan yang kaya akan vitamin. Lantas benar jadi pintar kah penulis karena makan telur rebus dan makan sayur dan tempe setiap hari? Hm, ya penulis selalu berprestasi disekolah bahkan sampai bangku universitas. Tapi tentu saja prestasi itu didapat tidak hanya makan telur dan sayur&tempe setiap hari, namun harus dibarengi dengan kerja keras untuk terus belajar. Yup, makan telur setiap hari untuk anak-anak itu bagus karena telur akan membantu anak-anak tumbuh sehat, kuat, dan pintar. Kenapa anak-anak yang makan telur setiap hari kok bisa jadi pintar? Karena telur support akan kesehatan otak mendorong fungsi penting otak untuk belajar dan daya ingat. Benefits lainnya, telur bisa membantu pertumbuhan anak dengan sehat yaitu menjaga berat badan. Dan tentu saja telur merupakan sumber vitamin A, D, E, B12, dan Choline (support otak untuk kemampuan belajar dan daya ingat). Sementara untuk sayuran sendiri jelas akan memberikan banyak benefits dalam masa pertumbuhan anak-anak hingga beranjak dewasa karena kandungan vitamin didalamnya. Tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan makan-makanan sehat seperti diatas itu terbawa hingga penulis sudah berkeluarga. Kebiasaan makan sayur, buah, dan telur rebus itu menjadi kebiasaan dalam keluarga penulis. Pernah ada yang berkata pada penulis, "sudah tinggal di Singapura masih makan tempe/ tahu, masih masak sayur bayam/ kangkung..." Untuk penulis, mau masak daging-dagingan setiap hari sangat mampu dan sangat bisa untuk membeli daging sapi misalnya, tapi saya memilih hidup lebih sehat, makan telur setiap hari, kalau ada tempe ya beli tempe/ tahu, makan sayur dan buah harus setiap hari. Dan penulis lebih memilih beli ikan dari pada daging-dagingan terutama ikan laut.

Lantas bagaimana sebenarnya peran keluarga itu sebenarnya? Ini dalam kaca mata penulis berdasarkan pengalaman saya sendiri, bahwa orangtua berperan penting dalam mengenalkan sayuran, buah, serta sumber makanan bergizi lainnya pada anak-anaknya. Bagaimana cara mengenalkannya? Ya sejak kecil bahkan sejak masih balita (ketika sudah boleh makan padat) orangtua sudah harus memberikan makanan sayur dan buah pada anaknya. Anak-anak harus dibiasakan makan sayur dan buah sejak dini. Kalau anaknya tidak suka bagaimana? Ya orangtua harus cari cara bagaimana supaya anaknya mau makan sayur, misal: dibuatkan bakwan sayur, atau wortel diblender dijadikan sauce, brokoli bisa dibuat tempura dll.  Ketika sudah dikenalkan untuk makan sayur dan buah setiap hari, anak-anak ini tentu akan membawa kebiasaannya hingga ia dewasa dan sampai ketika sudah berkeluarga. Kadang-kadang atau banyak para orangtua tidak perhatian dengan hal ini karena menurut mereka ini bukanlah hal penting. Tapi percayalah, kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam keluarga dan apa yang dilakukan orangtuanya akan ditiru oleh si anak (sadar atau tidak sadar). Seperti paragraf ke-2 diatas, orangtua tidak mau makan sayur ya si anak ikutan tidak mau makan sayur juga. Maka tidak jarang ya bila kita melihat anak-anak sudah kelebihan berat badan karena kebanyakan makan gula, makan tidak sehat. Mungkin banyak orangtua akan malah merasa senang ya bila anaknya gemuk karena katanya lucu atau ada juga yang bangga anaknya gemuk karena mencerminkan orangtuanya kaya dan bisa memberi makan enak anaknya setiap hari alias daging terus... tapi kalau saya melihat hal ini, ini adalah sebuah masalah dalam keluarga tersebut, masalah kesehatan dikemudian hari.

Jadi, kebiasaan hidup sehat kita saat ini ternyata dipengaruhi akan kebiasaan hidup dari keluarga. Saya melihat ini tidak heran sih ya, karena apa-apa yang dilakukan oleh orangtua ya pastinya akan ditiru oleh anaknya. Maka berhati-hatilah ketika sudah menjadi orangtua dalam bersikap, berprilaku dan melangkah, karena salah-salah anak akan salah langkah karena meniru prilaku orangtuanya. Ada istilah pribahasa, "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Maka bila kawan sekalian sudah menjadi orangtua, kenalkanlah hidup makan sehat pada anak-anak kalian sejak dini agar kelak si anak bisa tumbuh menjadi orang dewasa yang juga terbiasa makan sehat. Karena dengan terbiasa makan sehat, badan kita jugalah yang akan mendapat benefits-nya dikemudian hari. 

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti 
  • Do not copy this article without permissions


COVID-19: Sakit Langsung Jumpa Dokter, Tes Swab Hanya $ 10

Dalam artikel ini tentu yang penulis bicarakan di Singapura ya. Saat ini Singapura masih terus memerangi Coronavirus. Meskipun kondisi undercontrol, tapi pemerintah Singapura tidak dengan mudah untuk bisa bersantai, tidak. Disini, warga terus-terusan diingatkan, bila terasa tidak enak badan merasa sakit langsung jumpa dokter meskipun banyak orang bilang hanya flu biasa. Kita tidak pernah tahu, benar flu atau terinfeksi Coronavirus, untuk memantikannya langsung jumpa dokter tanpa harus menunda-nunda.

Kurang lebih dua minggu-an lalu penulis merasa tidak enak badan. Pagi setelah bangun tidur suhu tubuh terus naik. Sehari sebelumnya sempat sakit tenggorokan dimana terasa kering sekali serasa habis lari maraton. Tapi siang hari tenggorokan kering itu berangsur-angsur hilang sampai pagi berikutnya tenggorokan sudah baikan tapi masalahnya adalah demam. Tanpa pikir panjang penulis langsung jumpa dokter hari itu juga dengan mengunjungi klinik terdekat dimana klinik ini masuk dalam jaringan klinik bersubsidi dari pemerintah. Setelah dicek oleh dokter apa yang saya alami adalah gejala flu, selanjutnya dokter berkata dalam beberapa hari kemudian pasti saya akan batuk-batuk bila tidak minum obat. Setelah itu dokter memberi penulis treatment untuk sakit flu/ batuk/ pilek. Obatnya sudah satu paket. 

Kenapa di Singapura semua warga dianjurkan untuk langsung jumpa dokter ketika merasa tidak enak badan, meski mungkin hanya gejala flu/ batuk/ pilek biasa? Pemerintah Singapura bekerja keras untuk meng-contain rantai penyebaran Coronavirus. Tiap-tiap warga diedukasi dan selalu diingatkan untuk langsung ke klinik ketika merasa demam, atau mungkin batuk-batuk, atau sakit tenggorokan. Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk sakit meski hanya sakit batuk/ pilek biasa. Karena seperti yang sudah diketahui bahwa gejala Coronavirus sama seperti ketika kita terinfeksi influenza dan batuk/ pilek. Jadi, pemerintah Singapura memastikan tiap-tiap warganya untuk segera kedokter ketika mengalami gejala ini, supaya ketika ada warga yang benar terinfeksi Coronavirus bisa langsung terdeteksi dan segera ditangani. 

Bagaimana cara pemerintah Singapura agar tiap-tiap warga mau langsung pergi/ jumpa doketr/ mengunjungi klinik ketika mengalami gejala-gejala seperti diatas? Pemerintah memberikan subsidi dimana kita warga hanya membayar $ 10 saja (biaya konsultasi dan paket obat/ treatment flu/ batuk). Biaya ini sangat-sangat murah sekali karena biasanya kita harus siap biaya $ 60 ketika kita sakit batuk/ pilek dan jumpa dokter di klinik, dan sekitar $ 30-an ketika pergi ke Polyclinic. Dengan hanya membayar $ 10 saja pastinya warga tidak ada alasan untuk tidak pergi jumpa dokter baik di klinik maupun polyclicnic ketika mengalami gejala seperti diatas. Dan untuk warga emas atau warga tua cukup membayar $ 5 saja bukan $ 10 . Wow, sangat-sangat murah sekali, bukan? Itulah cara bagaimana pemerintah Singapura agar tiap-tiap warganya mau langsung jumpa dokter ketika merasa tidak enak badan yaitu diberi subsidi. Dan yang bisa mendapatkan subsidi adalah Singaporeans dan PR atau Permanent Resident. Makanya seperti penulis yang merupakan Permanent Resident mendapat subsidi yaitu hanya membayar $ 10 saja padahal bill sebenarnya sekitar $ 58-an... Dan obat yang penulis dapatkan adalah obat batuk, obat untuk itchy / running nose, imflamantory, paracetamol. Itulah paket obat yang penulis/ saya dapatkan dan obat-obatan ini sama ketika saya membayar hampir $ 60 atau sebelum subsidi.

Penulis/ saya sempat khawatir sekali kalau-kalau saya ini terinfeksi Coronavirus. Waktu itu saya minta tes swab tapi dokter memastikan bahwa penulis mengalami gejala flu/ batuk/ pilek dan tidak perlu untuk tes COVID-19 dan masih akan dipantau dalam beberapa hari kedepan. Bila masih saja terus sakit apalagi mengalami susah nafas maka saya harus tes swab. Dokter juga berkata; orang terinfeksi Coronavirus itu kebanyakan adalah mereka-mereka yang sering banyak keluar-keluar dan juga banyak ketemu orang, mereka ini kemungkinan besar bisa terinfeksi. Bisa jadi mereka yang bekerja di front-liner (tenaga medis misalnya), bisa jadi cleaning services, atau mungkin kasir disupermarket atau tempat-tempat makan, atau orang-orang yang bandel alias mereka-mereka yang suka gathering/  masih suka kumpul-kumpul serta tidak memperhatikan langkah-langkah pencegahan misal: jaga jarak dengan orang lain, pakai masker, dan sering-sering cuci tangan/ memakai sanitizer. Tapi ya bukan tidak mungkin saya-pun bisa terinfeksi karena penulis-pun selama 3 bulanan selalu belanja langsung ke supermarket karena waktu itu belanja online susah (semua orang belanja online sampai delivery harus nunggu sampai 1 minggu bahkan 2 minggu). Oleh karena itu penulis diberi stay-home notice 5 hari dimana saya/ penulis tidak boleh keluar rumah. Jadi, siram-siram bunga di corridor pun saya tidak lakukan, praktis didalam rumah. Dan dokter juga mengingatkan akan dengue atau demam berdarah karena kasus demam berdarah di Singapura juga tinggi. Dalam waktu 5 hari kedepan bila penulis masih sakit apalagi keluar rashes merah dibadan maka saya harus tes darah untuk dengue. Dan saat ini sudah 2 mingguan sejak sakit demam, dan tidak ada gejala susah nafas maupun rashes merah dibadan. Sepertinya saya jatuh sakit demam karena penulis/ saya terlalu bekerja keras atau memaksakan diri terlalu keras. Ya, sejak Coronavirus outbreak minggu akhir Januari 2020 lalu, banyak hal yang harus saya kerjakan, capek badan juga capek pikiran, macam-macam hal yang harus direncanakan ulang sejak adanya Coronavirus. Sama seperti tahun lalu, dimana record  penulis tahun 2019 lalu pun pernah sekali jatuh sakit demam karena tahun lalu penulis sibuk luar biasa riwa-riwi kesana-kemari banyak urusan, dan akhirnya saya pun "tumbang".

Ya, kami (saya dan suami) bersyukur dimana ketika terjadi krisis seperti sekarang ini karena diseases kami berdomisili di Singapura. Bersyukur karena apa-apa kita sebagai warga tidak perlu khawatir karena pemerintah Singapura pasti akan mem-protect warganya. Diberi subsidi, sakit atau mengalami gejala batuk, sakit tenggorokan, demam, langsung jumpa dokter dengan hanya membayar $ 10, warga tua hanya membayar $ 5. Kalau pun iya harus tes COVID-19 biayanya pun sangat-sangat murah (mungkin malah gratis karena tergantung dari perubahan aturan). Ketika kami tanyakan berapa biaya untuk tes COVID-19 bila saya ingin tes sekarang, dokter berkata hanya $ 10. Tapi nampaknya saya tidak diambil tes oleh dokter karena saat ini yang diambil tes itu kalau tidak salah untuk umur 45 tahun keatas, selain itu masih harus dilihat dulu bagaimana kondisi saya kedepan. Sementara untuk foreigner tes COVID-19 biayanya $ 200 . Wow, mahal sekali kan bila kita ini di Singapura dengan status orang asing atau bukan warga/ residents. Bagi warga tua yang umurnya sudah 60 tahunan keatas bila sakit batuk/ demam/ flu jumpa dokter, jelas dokter langsung tes  swab mereka meskipun hanya gejala batuk/ pilek. Hal ini untuk memastikan bahwa warga tua yang sakit ini benar-benar batuk/ pilek biasa atau tidak terinfeksi COVID-19. Dan secara bertahap pemerintah Singapura akan men-swab test semua warganya.

Tiap-tiap warga di Singapura saling bekerja sama dan play our part to fight against COVID-19. Harus punya rasa kesadaran diri, bila merasa tidak enak badan sakit demam/ batuk/ bersin-bersin, ya harus segera jumpa dokter karena pemerintah Singapura-pun sudah mensubsidi biaya kesehatan untuk ini. Setiap warga harus punya rasa tanggungjawab terhadap kesehatan publik dan lingkungan sekitar atau orang lain. Kita harus bersatu bersama-sama untuk berperang melawan Coronavirus, we fight together to win this battle, itulah spirit di Singapura.

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions



 

After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...