Kabut asap sekitar tempat tinggal kami, 14 September 2019, 2:01 PM. Biasanya kami bisa melihat lurus sampai ke Marina Bay - Photographed by AcikMardhiyanti / Acik Mdy
Kabut Asap? OMG! Setelah kurang lebih 4 tahun berlalu, akhirnya kabut asap dari Indonesia kembali lagi ke Singapura! Kuatir kah saya? Tentu saja! Seperti kata seorang teman penulis yang merupakan warga negara Jepang, udara yang tidak sehat tidak hanya berpengaruh pada manusia tetapi akan mempengaruhi tanaman dan juga hewan. Luar biasa kan dampaknya? Sampai kapan pembakaran hutan dan lahan terus terjadi di Indonesia? Hal ini tidak hanya berdampak pada kehidupan warga sekitar pembakaran sendiri tetapi juga mempengaruhi kehidupan negara tetangga. Dan yang lebih penting lagi bahwa manusia sendirilah yang telah merusak kehidupan planet bumi.
Saya/ penulis lahir dan besar ditanah sumatera. Tentang pembakaran seperti ini sudah jadi hal biasa untuk kami saat itu. Bukan didaerah "red zone" tetapi diwilayah/ provinsi tempat dulu penulis lahir dan besar disana tiap tahun selalu ada pembakaran lahan disaat kemarau, saya ingat betul itu sekitar bulan September atau Oktober atau lebih tepatnya bulan kemarau/ musim kemarau. Dulu kelas 3 Sekolah Dasar saya/penulis belum paham, yang saya tahu tiap musim kemarau selalu ada lembaran kecil halus berwarna hitam melayang-layang diudara ditambah debu-debu. Bisa bolak-balik itu kalau menyapu teras rumah karena hal ini. Lama-lama saya paham dan tahu bahwa lembaran halus berwarna hitam itu berasal dari perusahaan perkebunan dimana setiap tahun mereka membakar sisa-sisa hasil panen seperti daun/ batang-batang. Untuk apa pembakaran ini? Tentu saja untuk mempermudah mereka membuka tahun baru (memulai penanaman kembali). Warga didesa pun melakukan hal sama, setelah panen (jagung atau padi) sisa-sisa hasil panen itu dibakar agar mempermudah tahun baru penanaman kembali. Pembakaran seperti ini sudah menjadi hal biasa.
Bertahun-tahun sudah belalu, saya dan suami pindah domisili di Singapura. Selama hampir 8 tahun di Singapura kami sudah mengalami 3 kali bencana kabut asap 2015, 2016, dan sekarang 2019. Oktober 2015 saat itu parah sekali dimana tingkat PSI (Pollutant Standards Index) mencapai 400 lebih. Saat itu tidak hanya kami saja yang merasa tidak enak badan/ pusing/ mual, tetapi juga kucing kami, Ichi, mengalami muntah-muntah. Sekarang tahun 2019 ini ketika kabut asap mulai datang kembali Ichi pun sudah muntah-muntah 2 minggu lalu.
Meskipun tidak separah tahun 2015 lalu tetapi adanya kabut asap ini sungguh mengganggu kehidupan kami, tidak hanya kami, juga kehidupan warga disini. Kami dirumah sudah 2 minggu ini menutup jendela-jendela, tetangga kami juga melakukan hal sama. Paling susah bila harus keluar rumah sementara kabut asap diluar terlihat parah, jalan keluar rasanya tidak enak meskipun sudah memakai masker N95. Karena kalau berlama-lama berada diluar rumah/ ruangan, kulit kita akan berbau kebakaran. Bahkan pintu-pintu maupun jendela flat yang menghadap keluar baunya sudah seperti kebakaran. Meskipun kabut asap datang dan pergi (kadang PSI naik/ turun) tetap saja bau kebakaran itu menempel disudut-sudut/ bagian luar flat kami. Masak pun saya tidak berani buka jendela dapur bila PSI naik ke angka 70 keatas. Beruntungnya dirumah ada kitchen hood jadi kalau masak tidak membuka jendela dapur tidak apa-apa. Ditambah adanya AC dirumah ini juga membantu kami untuk mendapatkan udara. Kalau saya bilang ini seperti ada serangan zombie "World War H" .
Dan saya/ penulis malah lebih kasihan sekali melihat warga sekitar pembakaran "red zone". Kalau di Singapura tingkat PSI mencapai 100 disana pasti mencapai 2 kali lipatnya. Sungguh kasihan waktu parah-parahnya, di Singapura PSI mencapai 400 lebih di "red zone" PSI mencapai 2000-an... Saya tidak bisa membayangkan itu... saya/ penulish sedih sekali.... Saat ini bagaimana? saya dan suami merasa kasihan sekali dengan penduduk sekitar yang menjadi langganan kabut asap, seperti Provinsi Riau, Jambi, dan Kalimantan. Ditambah lagi dengan penomena langit di Jambi berubah menjadi merah minggu kemarin (22 September 2019), oh kok serem dan mengerikan ya...
Seperti kata seorang kawan penulis yang merupakan orang Perancis, "we are destroying our only place of survival, our planet, it's so sad...". Ya, betapa sedihnya...kita punya tempat tinggal hanya ada satu di planet ini yaitu planet bumi. Tetapi justru manusia sendirilah yang menghancurkannya. Jadi manusialah yang menghancurkan tempatnya sendiri. Penebangan pohon-pohon, pembalakan hutan, pembakaran hutan/ lahan, semua akan berakibat pada manusia itu sendiri. Saya masih ingat dipelajaran waktu Sekolah dasar, kata guru saat itu, "penebangan pohon akan menyebabkan banjir". Begitu kata seorang guru penulis. Belum lagi ditambah dengan pemanasan global, polusi kendaraan, limbah pabrik dan lain-lain... Kompleks, bukan?
Lantas apa yang bisa kita lakukan? Saya pribadi, saya harus menghormati alam, bagaimana caranya? Ini saya lho ya, kalau saya ya berkebun, menanam tanaman hijau dan berbunga. Kok tidak tanam pohon? Kami tidak punya halaman, tinggal di flat hanya punya corridor, disinilah saya "berkebun". Lah kalau punya halaman rumah saya dah tanam macam-macam pohon. Ada yang bilang sama penulis, "oh hobi tanaman sih ya, hobi bunga..." Untuk saya, ini bukanlah sebuah hobi tetapi inilah cara penulis menghargai alam. Makanya apa yang saya tanam/ tumbuhkan bisa apa saja. Maksudnya saya tidak pilih-pilih, misal sukanya cuma bunga Anggrek jadi saya tanam bunga Anggrek saja. TIDAK! Saya tidak seperti itu. Jadi apa yang saya tanam ya bisa tanaman hijau apa saja,misal Fern, mint, cabe, pandan, bunga krokot, kembang sepatu, dll... Itulah saya.
Kami berharap kabut asap ini cepat berlalu, dan tidak terulang kembali. Tidak terulang kembali, mungkin kah? Jadi "brace yourself"! Mengurangi kegiatan diluar rumah/ ruangan, banyak minum air putih, memakai masker N95 kalau keluar rumah/ ruangan, tidak lupa banyak makan buah dan sayuran. Tentu saja, tutup rapat pintu dan jendela. Itulah seperti yang sudah penulis katakan diatas seperti berperang melawan zombie, kalau ada film World War Z, ini adalah perang kita dengan kabut asap "World War H"! Note:
Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Do not copy this article without permissions
Do not reuse this photograph anywhere else without permissions
I know it's weird... But this is where our journey has begun. Who's know? By adopting a cat that could give me the inspiration to create something beautiful with my hands. I hadn't even imagined how it would become, but something we believe can make a different day and it's the day that decided to open a business by creating cat collars and ribbon flower accessories. The important thing is all of that achievement comes from our cat named Ichi.
Ichi was a stray cat before we adopted her. I fed her twice a day at the time. She was having a different behavior that I realized she wasn't friendly with a human. The first time I met her she bites my leg, OMG! But somehow I felt pity because she was a skinny cat. If I were not fed her who will? She knew that we cared about her, so every time I went down looking for her she showed up, that's the moment we bounded. It's an amazing feeling.
Unfortunately, we had to move and it just happened that someone hit her and half of her body covered with cement. Can you believe that? It's her sad story. We took her to the vet and paid her bill soon we decided to bring her along with us. That's our journey with her has begun. Ichi has been with us for about 4 years and almost 5 years. Now she becomes a beautiful and pretty indoor cat. Having Ichi is such as blessing and a fate.
In 2016 I wanted to give her a collar because my neighbor said she needed it. If Ichi didn't wear a collar people would think that she's a stray cat. We bought the blue one, but soon the problems came, what was it? She didn't like the collar that we bought from the Pet store. She hates it! It was a breakaway cat collar, and many cats wear them. One night we struggled to help her because the collar stuck in her mouth. We were sorry for her, poor girl... I was thinking why not make a collar on my own?
I don't remember when I started to create a collar for Ichi, maybe around October 2016. I created a simple cat collar by using soft material. Because Ichi doesn't like to wear a collar so I create an elastic cat collar for her. I wanted her feeling to save, comfort, and easy wearing a collar. The important thing is it won't hurt the cat's neck, that's what I am concern about. I tried many designs until someday I found the masterpiece of my cat collars design. Yeah, nobody thought me how to design and stitching, I just did it by myself.
Someday my husband said, "it looks good, why not selling them out?" I thought it was a good idea! That's how my business starts named Ichikraft. Yes, we named our business after my cat's name. Ichi is a Japanese word that means number one. I want Ichikraft to become the number one handicraft (cat collars and handmade flowers) in our customer's heart. I am trying the best I could to do my work. Creating save and comfort cat collars, also making ribbon flowers. I love my work!
So why I also making handmade ribbon flowers? Since I was a kid I love flowers and creating handcraft. I created flowers and wall decoration by using a plastic straw, made a bag using cardboard, made a fabric school bag, and knit my own hair tie. I loved drawing too! When I start to create cat collars, I want something more and I knew it, FLOWERS! Nobody thought me how to make ribbon flowers, and I just did it. So I decided to design and creating ribbon flowers accessories 😃
Ichikraft Youtube Channel, enjoy our video! - Video creator Acik Mardhiyanti / Acik Mdy, Video Editor RDZ
Note:
Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Video creator, designer, and business owner: Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Ichi and her ear tattoo - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Sebenarnya saya/ penulis sudah pernah menuliskannya dalam sebuah artikel di sebuah blog kalau orang bilang blog keroyokan yaitu bernama Kompasiana. Ya, tadinya saya memang menulis di Kompasiana, karena beberapa pertimbangan akhirnya penulis memutuskan untuk menulis di blog sendiri dimana ada 3 blog yaitu, blog tentang perjalanan saya/ penulis (journey), blog yang isinya masakan/ resep yang penulis masak dirumah - my kitchen recipe, terakhir adalah blog garden tentang tanaman/ bunga-bunga yang pernah/ memang penulis tanam- garden blog. Semua sudah saya/ penulis kelompokkan sesuai isinya.
Ichi and her ear-tipping - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Kembali ketopik artikel, kali ini saya/penulis ingin menuliskan (meng-update) tulisan yang sudah pernah saya publish. Maklum ya sudah lama sekali saya menuliskan artikel tentang kucing yaitu dimana kita wajib me-neuter alias memandulkan si kucing bila kita ingin memelihara kucing sebagai pet. Artikel sebelumnya saya tulis di bulan Oktober 2013 bisa dibaca disini link-nya https://www.kompasiana.com/acikmdy/552abebef17e61aa39d62413/sudah-berkb-kah-kucing-anda Bisa dibaca ya artikel yang sudah saya tulis, dan bisa dilihat bagaimana reaksi dan tanggapan-tanggapan orang disana. Reaksi saya/ penulis melihat komentar-komentar orang disana hanya tersenyum. Saya memang sudah beberapa tahun tidak pernah menengok akun penulis di Kompasiana, hari ini saya buka artikel tentang inipun karena saya hendak meng-update. Minggu lalu juga saya sudah sempat meng-update artikel lama saya/ penulis di Kompasiana tentang biaya hidup di Singapura. Sekarang giliran topik ini, sebagai pet parent kita wajib me-neuter (memandulkan/ mengkebiri) kucing peliharaan kita.
Ichi dan tempat hangout nya - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Pertama, saya ingin menanggapi tentang komentar-komentar dari komentator diartikel terkait di Kompasiana (link diatas). Katanya saya ini menghapus komentar-komentar, lah padahal saya ini sudah sekitar 5 tahunan tidak pernah aktif menulis di Kompasiana, jangankan menulis disana ya bahkan menengok apalagi membaca komentar-komentar di artikel saya di Kompasiana saja TIDAK. Bila anda merasa memberi tanggapan/komentar pada artikel saya/penulis di Kompasiana tentang topik "Sudah Ber-KB kah Kucing Anda?" dan komentar anda dihapus siapa yang menghapus? Tanya saja pada admin Kompasiana, pastinya komentar tidak baik/ kurang berkenan/ tidak sopan dan lain-lain akan dihapus oleh admin. Kompasiana itu ada admin-nya lhoo, jangan dipikir Kompasiana itu abal-abal, itu ada management-nya. Jangankan komentar ya, bila kita memasang photo diartikel yang kita tulis di Kompasiana bila photo tersebut tidak akurat kebenarannya, admin akan menghapus photo-photo tersebut. Maka berhati-hatilah dalam menggunakan media publik, dan belajarlah bersopan santun dalam ranah media publik. Itu saran penulis.
Ichi setelah mandi (mandi seminggu sekali) - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Ke-2, masih dalam kolom komentar diartikel saya di Kompasiana tentang topik terkait, kata komentator saya menulis artikel terkait tanpa riset, tanpa pengetahuan, memberikan informasi sesat, salah dan bla bla... Hi there... bila anda atau kawan sekalian diluar sana memang memiliki pengetahuan atau bahkan ahli dibidang ini (veterinary) khususnya dalam hal bagaimana kucing di neuter (dimandulkan/ dikebiri), prosesnya bagaimana, ya silahkan tuliskan artikelnya dan di publish di Kompasiana (berhubung saya/ penulis menuliskan artikel terkait di Kompasiana), kalau bisa tidak hanya di publish di Kompasiana tapi juga di luar negeri. Kalau ngomongin masalah riset-risetan sih saat ini saya belum menjadi seorang researcher, nanti tunggu beberapa tahun kedepan setelah PhD sudah saya dapat baru saya bisa menjadi seorang researcher yang kerjanya riset, itu pun riset dibidang saya bukan veterinary...
Ichi's shampoo and earwipes - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Perlu untuk diketahui bahwa saya menulis artikel di Kompasiana adalah sebagai sarana saya untuk belajar, berbagi pengalaman bagaimana kehidupan di Singapura berhubung saya tinggal diSingapura. Bukan merasa sombong, tapi lihatlah bagaimana artikel saya lainnya di Kompasiana, banyak diganjar HL alias Headline, juga Highlight oleh admin Kompasiana. Apa yang saya tulis adalah berdasarkan pengalaman, apa yang saya lihat, dengar, baca, termasuk hasil pembicaraan/ diskusi dengan warga lokal (Singaporeans).
Ichi's food, setelah skin test Ichi ganti makanan hypoallergenic - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Waktu saya menuliskan artikel "Sudah ber-KB Kah Kucing Anda?" di Kompasiana itu tahun 2013. Kami baru satu tahun lebih di Singapura. Setelah 6 atau 8 bulan di Singapura saya baru mulai memperhatikan kucing-kucing liar/ buangan di blok tempat tinggal kami. Sebelum pindah ke Singapura 2,5 tahunan tinggal di Setiabudi-Jakarta Selatan, disana saya tidak ada/ tidak pernah melihat dimana orang-orang peduli dengan kucing liar (kalau orang bilang kucing kampung). Bahkan banyak saya lihat kucing-kucing liar terluka yang nyata-nyata bekas sayatan benda tajam dibadannya, ada yang terluka kakinya dan ekornya, bahkan masih bercucuran darah. Pelakunya siapa? Manusia. Tahun 2009 - 2011 di Jakarta masih jarang klinik hewan/ Veterinary, apalagi kota-kota lebih kecil lainnya jarang sekali vet. Setelah tinggal di Singapura saya salut dan respect dengan warga lokal dimana mereka tidak hanya memberi makan kucing-kucing liar/ kucing buangan, tetapi mereka (warga lokal) turut serta menjaga kesehatan kucing-kucing liar ini, misal sakit dibawa ke vet, juga di-neuter. Tahun 2013 itulah awal mula saya mulai berinteraksi dengan kucing-kucing liar/ buangan dimana saya memberi makan kucing-kucing liar/ buangan di blok tempat tinggal kami dan saya pun dipanggil "cat lady" oleh warga. Makanan yang saya beri pada kucing-kucing liar pun makanan khusus untuk kucing bukan makanan sembarang yaitu Whiskas. Sementara proses neuter itu sendiri saya baru kenal itupun karena saat itu kami (saya dan suami) beserta tetangga kami (warga lokal) berbicara/ diskusi ringan tentang kucing-kucing liar/ buangan. Kata tetangga kami bahwa kucing-kucing liar/ buangan itu dipotong sedikit kupingnya alias ear-tipping karena dikebiri oleh pemerintah melalui badan bernama AVA - Agri-Food & Veterinary Authority of Singapore. Tahun 2013 pengetahuan saya tentang hal "berbau" kucing baru sampai disitu. Tahun 2013 itu saya tidak tahu bagaimana proses dibelakang pengebirian itu, prosedur operasinya bagaimana pun saya tidak tahu. Karena tahun itu saya baru mulai belajar.
Ichi dan kebutuhannya (ada Royal Canin, treats, dan vitamin) - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Ada lagi komentar yang salah kaprah juga dimana artikel saya di Kompasiana kata "KB" untuk si kucing diartikan KB seperti manusia. Lah kalau ini sih yang salah mengartikan adalah pembaca alias komentator itu sendiri. Saya/ penulis buat artikel judunya "Sudah ber-KB kah Kucing Anda" terus diartikan oleh seorang pembaca ini kalau "KB" si kucing yang saya maksud adalah KB ala manusia, WHATT? Saya cuma geleng-geleng kepala... Katanya artikel saya itu dihapus saja, well Kompasiana itu ada admin-nya, artikel dihapus atau tidak ya terserah admin-nya, layak tayang atau tidak sebuah artikel ya bagaimana admin menilai sebuah artikel. Kalau orang bisa menangkap apa yang hendak saya sampaikan melalui tulisan berjudul "Sudah Ber-KB Kah Kucing Anda?" Intinya saya mengajak orang-orang diluar sana yang pelihara kucing sebagai pet untuk me-neuter kucingnya. Karena ini adalah salah satu kewajiban sebagai seorang pet parent. Dan tentu saja neuter-nya ya harus ke vet, dikonsultasikan denga vet terpecaya tentang kapan waktu yang tepat untuk neuter, bagaimana penanganannya setelah neuter dan lain sebagainya. Semuanya harus konsultasi dulu dengan vet!
Ichi - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Ichi - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Tinggalkan semua kasak-kusuk diatas, sekarang kembali ke topik tentang pelihara kucing dirumah. Ya, sebenarnya tidak hanya untuk kucing saja, bila punya anjing pun sama dimana kita memiliki kewajiban untuk memandulkan (neuter) hewan peliharaan kita. Ini penting bagi kawan sekalian yang merupakan orang yang baru saja adopsi kucing. Mengadopsi kucing artinya kita harus siap bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan, perawatan, serta segala sesuatu yang dibutuhkan si kucing. Kata gampangnya, mau pelihara kucing ya kita harus siap dengan segala konsekuensinya. Kalau tidak/ belum siap dengan segala konsekuensi ini, maka jangan memelihara kucing.
Tas khusus untuk membawa Ichi dari Trustie - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Sudah sekitar 5 tahunan kami mengadopsi seekor kucing liar (mungkin kucing buangan?) yang kami beri nama Ichi, dalam bahasa Jepang artinya satu. Kami adopsi Ichi ini tanpa disengaja dan direncanakan. Waktu itu kebetulan kami hendak pindah flat (apartment lain) dan 2 hari sebelumnya ada yang menyiram semen kebadannya dan memukul kaki belakangnya. Karena Ichi tidak ada yang punya alias liar diblok kami, maka saya dan suami membawanya ke Vet sesegera mungkin. Karena kami kasian kalau terpaksa harus kami tinggal (karena ichi dalam proses penyembuhan) maka kami bawa sekaligus saat pindahan ke flat baru. Itulah yang disebut fate, kalau kata tetangga kami bilang memang kami dan Ichi ditakdirkan bersama. Dan siapa yang menyangka karena ada Ichi jadi inspirasi saya/penulis untuk memulai bisnis dimana hasil design/ produk yang saya buat pembelinya dari USA dan negara-negara Eropa. Tidak hanya itu saja, nama Ichi juga kami pakai untuk brand produk penulis sekaligus melebar keaktifitas sosial. Diakhir artikel akan saya beri link toko Etsy kami dan aktiftas sosial yang kami lakukan. Semua terinspirasi dan berawal dari seekor kucing yang kami adopsi, Ichi. Berkahnya mengadopsi kucing...
Ichi and her favorite spot - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Setelah mengadopsi Ichi, kami perlu memastikan kalau ia sudah di neuter (dimandulkan) apa belum, waktu itu umurnya kira-kira 1 tahun sampai 1,5 tahun. Kalau belum kami akan membawanya ke clinic untuk neuter. Kenapa kami fokus dengan masalah ini? Karena di Singapura itu beda dengan di Indonesia. Di Singapura semua serba teratur dan ada aturannya, salah satunya tentang hewan peliharaan dalam hal ini adalah kucing. Kalau kita mengadopsi kucing menjadi pet dirumah, si kucing harus di neuter, entah itu betina atau kucing jantan keduanya harus dimandulkan. Kenapa sih neuter ini penting dan harus dilakukan? Kucing itu perkembangbiakkannya cepat, kalau melihat kucing-kucing di Indonesia umur satu tahun pada beranak pinak si kucing ya, sekali beranak bisa 4 bahkan lebih. Bayangkan bagaimana populasi kucing ini bila tidak dikendalikan dengan neuter tadi? Dan di Singapura hal seperti ini menjadi perhatian bersama, jadi tidak hanya badan milik pemerintah saja yang menangani (AVA - Agri-Food & Veterinary Authority of Singapore), tapi juga community (cat community), organisasi tertentu, bahkan orang pribadi. Ini perlu untuk diketahui di Singapura ada orang-orang (warga lokal) yang perhatian dengan kucing liar/ buangan. Mereka tidak hanya memberi makan kucing-kucing liar/ kucing buangan tetapi juga turut memperhatikan kesehatan si kucing, misal bila kucing liar yang biasa diberi makan kondisinya sakit maka kucing ini dibawa ke hospital. Jangan salah arti ya, saya bilang hospital nanti diartikan hospital manusia, seperti komentar tentang "KB" kucing kok diartikan kucing diberi KB ala manusia...! Tidak tanggung-tanggung orang-orang seperti mereka ini bahkan menanggung perawatan hospital kucing sampai diangka $10,000 Wow! Termasuk perihal neuter ini, mereka akan menanggung biaya neuter untuk kucing liar/ kucing buangan.
Ichi's Litter (pasirnya Ichi untuk pup and pipis) dari Kit Cat - photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Puji syukur Ichi sudah di neuter, siapa kah yang me-neuterIchi? Kata dokternya, Ichi memang sudah di neuter sebelum kami adopsi. Yang me-neuterIchi bisa dari badan pemerintah tadi - AVA, atau organisasi tertentu. Bagaimana dokter-nya tahu? Ditelinga Ichi memiliki dua tanda, satu telinga kanan ada tattoo-nya berupa seperti huruf D, telinga kiri ujung telinganya dipotong sedikit. Masih kata dokter, huruf D bisa bertanda organisasi yang me-neuter Ichi. Tapi bila membaca artikel-artikel tattoo ditelinga kucing bisa juga sebagai tanda dari mana asal di Kucing. Untuk telinga kiri yang dipotong sedikit biasa disebut cat ear tipping. Dan ini nih yang menjadi kasak-kusuk dikolom komentar artikel saya/ penulis di Kompasiana (link diatas). Seperti yang sudah saya utarakan diatas, katanya artikel saya ini sesat, salah, hadir tanpa riset dan pengetahuan bla..bla... Lah kalau memang merasa pinter, tahu, dan ahli dibidang ini (neuter kucing) ya silahkan menulis artikel sendiri tentang bagaimana sebenarnya neuter kucing ini, publish di Kompasiana serta publish diluar negeri sekalian, gitu ya...
Ichi's clinic bill last month, $226 - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Kembali ketopik ear-tipping cat, apa sih ini sebenarnya? Ear-tipping ini adalah masuk dalam bagian proses surgically (kata gampangnya operasi gitu ya) saat spay atau neuter. Tentu saja dibawah anastesi. Kok ada spay, apa itu spay? Spaying dan neutering itu mengarah dalam arti yang sama yaitu dimandulkan/ disterilkan, cuma kalau neutering itu maksudnya untuk kucing jantan dimana dihilangkan testisnya, sementara spaying adalah untuk kucing betina dimana dihilangkan alat reproduksinya. Cuma beda istilah saja, tetapi dua-duanya (spay dan neuter) itu maksudnya dimandulkan/ disterilkan. Baik spaying dan neutering keduanya bisa disebut neuter saja. Bagaimana proses neuter ini? Kalau saya sih misal adopsi kucing dan belum disterilkan ya saya bawa saja ke klinik biar vet yang menangani. Prosesnya bagaimana saya serahkan pada vet yang menangani (tentu saja vet terpercaya). Nah, untuk ear-tipping ini pada umumnya dilakukan sebagai bagian dari program TNR. Apa itu TNR? TNR kepanjangan dari trap-neuter-return. Maksudnya apa sih? Maksud program ini adalah dimana kucing-kucing liar ditangkap, divaksin, di neuter/ spay, diperiksa bila sakit/ injure diobati terlebih dahulu, kemudian dilepaskan kembali kelingkungannya semula. Dan program ini diperbolehkan untuk ear-tipping dengan tujuan agar si kucing tidak masuk program TNR dua kali. Ya, TNR program ini adalah cara bagaimana mengurangi/ menekan populasi kucing-kucing diluar/ liar/ tidak memiliki owner. Wah, kasian ya sudah di neuter/ spay ditambah masih harus dipotong sedikit telinganya. Seperti yang sudah saya bilang diatas, ear-tipping masuk dalam bagian surgery neuter tadi dan dibawah anastesi. Dan sembuhnya juga cepat hanya sedikit sekali darah yang keluar serta kalau sudah sembuh tidak mengurangi kecantikan si kucing. Bagaimana dengan para vet di Indonesia dan warga sekitarnya punya program/ komuniti seperti ini tidak? Dimana membantu kucing-kucing liar disekitar. Kalau kata teman Indonesia saya ,"di Indonesia kucing liar/ kucing lokal/ kucing kampung mah boro-boro diadopsi ada yang kasih makan aja dah syukur...".
Ichi's vaccination record (tiga tahun sekali) - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Apa saja keuntungan yang bisa didapat bila kucing kita di neuter/ neutering (dimandulkan/ disterilkan) ini? Satu hal pasti yang bisa kita lihat adalah kita membantu mengurangi tingkat populasi kucing. Ya, sudah pada tahu kan ya kalau kucing itu cepat sekali berkembangbiak. Di Singapura sendiri warga diedukasi untuk mengadopsi baik di shelter atau take in (mengambil kucing liar/ buangan diblok sekitar), maka ada istilah "don't buy but adopt". Bisa kita lihat kebanyakan orang suka memelihara kucing jenis-jenis dari luar negeri (kalau di Indonesia), di Singapura banyak orang yang suka mengadopsi kucing lokal (kucing biasa/ kucing kampung) dari shelter-shelter maupun membawa kucing liar dari blok resident untuk dijadikan pet dirumah. Contohnya kami ini, kami adopsi kucing lokal. Dan banyak orang seperti kami ini di Singapura, namanya sayang binatang kami tidak melihat jenis kucingnya, misal mau pelihara kucing/ pet harus kucing british long hair, persian...TIDAK! Kami bukan tipe manusia seperti itu. Dan kalau sudah mengadopsi kucing ya harus dipikirkan kemampuan kita, kalau hanya mampu satu kucing saja ya tidak mengapa, yang penting kucingnya benar-benar dirawat.
Wheat grass, salah satu snack kesukaan Ichi - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Keuntungan lainnya bila kucing peliharaan disterilkan adalah si kucing menjadi lebih sehat dan panjang umur. Boleh percaya, boleh tidak, hari sabtu minggu lalu kami bertemu dengan seseorang sebut saja Aunty Lee, katanya salah satu kucing dirumahnya umurnya sampai 23 tahun. Ya, Aunty Lee ini adalah salah satu dari sekian banyak warga lokal Singapura yang peduli dengan kucing dimana ia tidak hanya memberi makan kucing-kucing liar diblok resident kami, tapi juga mengobati dan membawa kucing-kucing liar ini ke kinik bila memang sakit si kucing nya. Tak tanggung-tanggung sampai mengeluarkan biaya $10,000 pun Aunty Lee akan membayarnya. "this is human problem not cats problem", kata Aunty Lee. Kenapa bisa disebut masalahnya ada dimanusianya? Karena orang-orang yang pelihara kucing itu...mereka tidak me-neuter kucingnya. Alhasil kucingnya beranak, terus tidak mampu menanggung segala konsekuensinya (misal mahal perawatan dan makanannya atau kucingnya sakit), terus kucingnya dibuang kejalanan. Maka tidak heran ya, di Singapura yang namanya kucing liar/ tidak ada yang punya tetapi jenisnya long hair, munchkin, bengal, siamese, ragdoll, dan jenis kucing cross breed buangan bisa dilihat di shelter seperti SPCA(Society for The Prevention of Cruelty To Animal) Singapore.
Ichi - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Kenapa kucing disterilkan kok bisa lebih sehat dan panjang umur? Ya karena dengan me-neuter kucing/ pet kita, si kucing akan terhindar dari beragam macam penyakit, misal cancer (cervical cancer, ovarian cancer), dan mammary cancer. Dimana mammary cancer ini bisa dicegah dengan me-neuter kucing betina sebelum umur 6 bulan. Dan memang iya ada baiknya umur 6 bulan si kucing sudah harus di sterilkan/ dimandulkan. Kalau di Singapura ini sangat disarankan. Saya punya cerita dari kawan saya di Jepang (kawan saya ini orang Jepang). Baru-baru ini kucing saudara perempuannya meninggal karena AIDS (AIDS nya kucing lhooo ya...) atau disebut FIV (Feline Immunodeficiency Virus). Penulis tanya kenapa bisa terkena FIV kucingnya, karena bertengkar kah dengan kucing liar diluar dan pernah keluar rumah? Ini jawaban kawan penulis, kucingnya terkena FIV sejak dalam kandungan induknya. Ya, induknya kucing liar/ tidak ada yang punya dan punya FIV. Jadi sudah bawaan terkena FIV, dan meninggal diumur 3 tahun setelah sering keluar masuk hospital. Oleh karenanya itulah pentingnya neuter, baik tidak hanya kucing peliharaan/pet tapi untuk kucing liar/ buangan supaya tidak beranak dan anaknya terkena FIV juga.
Ichi and her scratcher - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Selain hal-hal baik/ keuntungan diatas yang bisa didapat si kucing bila di neuter, ada hal baik lainnya yaitu dimana si kucing menjadi calm, menjadi kucing tenang dan merasa aman dirumah serta nyaman berada disebelah kita. Karena kalau sudah di neuter/ neutering kucing yang kita pelihara ini menjadi benar-benar menjadi kucing rumahan yang tidak suka roaming atau berkelana kemana-mana. Selain itu bisa mengurangi tingkat agresif si kucing apalagi bila kucing kita dalam tingkat "heat". Baik kucing jantan maupun betina bila keduanya dalam kondisi "heat" akan memiliki masalah yang sama dimana keduanya akan mengeluarkan cairan tubuh untuk attract kucing lain (jantan/ betina). Dan didalam rumah kita bisa jadi kotor dimana-mana karena si kucing mengeluarkan/ menyemprotkan cairan tubuh ini. Nah bila sudah di neuter maka bisa mengurangi keinginan/ dorongan si kucing untuk spray (menyemprotkan cairan terebut). Kalaupun iya si kucing mengeluarkan scent / menyemprotkan aromanya itu pun scent (baunya) ringan bila sudah di neuter. Penulis pun punya cerita dimana kenalan penulis waktu itu mengadopsi kucing liar (kucing lokal), sebelum di neuter ada kondisi tertentu dimana si kucing aktif berlebihan bahkan pernah keluar loncat dari lantai 2 tempat tinggalnya. Setelah di neuter kucingnya jadi calm.
Ichi's vitamin - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Sebenarnya memutuskan memiliki pet, dalam hal ini kucing, kita memiliki banyak konsekuensi yang menjadi tanggungjawab kita sebagai pet parent. Tidak hanya hal neuter (dimandulkan/ disterilkan) saja, namun kita juga bertanggung jawab penuh akan perawatan termasuk makan dan kebutuhan si kucing, juga bertanggung jawab akan kesehatan si kucing. Hal yang tak kalah penting, kalau sudah memutuskan pelihara kucing, jangan biarkan kucing kita berkelana kemana-mana alias roaming keluar rumah. Karena bisa beresiko terkena FIV bila tidak sengaja tengkar dengan kucing lain dan cakar-cakaran, bisa terkena virus atau bakteri diluar juga. Maka sebaiknya kucing kita adalah benar-benar indoor didalam rumah supaya terjaga kebersihannya. Vaksin juga adalah hal penting bila kita menjadikan kucing sebagai pet dirumah. Jangan lupa untuk divaksin rutin. Kalau di Singapura vaksin pertama untuk satu tahun, setelah itu vaksin kedua dan selanjutnya tiap 3 tahun sekali. Tak kalah penting sayangi kucing kita dan berikan kehidupan yang layak. Oh kucing juga butuh hidup layak ya? IYA! Kucing/ pet harus merasa aman, nyaman, dan happy dirumah.
Ichi's treats - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Mau pelihara kucing dirumah? Hal pertama adalah neuter (memandulkan/ mensterilkan), meng-vaksin, bertanggungjawab akan kesehatannya (sakit dibawa ke klinik), diperhatikan makanannya (jangan asal diberi makan yang penting kenyang kucingnya), pasang microchip, dan lain-lain. Karena memiliki kucing sebagai pet bukan hanya diberi makan saja, tetapi ada kewajiban lain yang harus kita penuhi. Makanan yang diberikan pun bukan sembarang makanan yang penting kenyang kucingnya. Tetapi makanan yang diberikan untuk kucing kita pun harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan si kucing. Seperti Ichi kucing kami misalnya, karena punya kulit sensitive maka Ichi butuh makanan yang bagus untuk kulitnya contohnya makanan yang mengandung salmon atau omega 3. Dan di support dengan daily multi vitamin untuk kesehatannya. Ya, puji syukur kucing kami, Ichi, kondisinya sangat sehat hanya punya kulit sensitive saja. Kalau ada orang bilang Ichi overweight/ gemuk maka itu tidaklah benar karena Ichi ini memang kucing lokal alias kucing kampung kalau orang Indonesia bilang, tapi bulu-bulunya luar biasa cantik panjangnya 2,5 cm sampai 3 cm dan bila terkena sinar matahari itu bulu-bulu Ichi terlihat shinning. Saya lebih suka menyebut Ichi "fluffy or fluffball". Kenapa bisa begitu? Ya karena makanan yang dimakan bagus dan Ichi adalah happy cat. Ya, benar memang seperti mengasuh seorang anak, dimana kucing pun dijaga makanannya, dimandikan, dibersihkan kaki-kakinya setelah pup dan pipis, membersihkan tempat litter-nya, beli pasir untuk pup dan pipisnya (litter), diberi vitamin tiap hari, diberi treats, dibelikan boneka, dan lain-lain.... Kok butuh beli boneka segala? Lah iya seperti Ichi kucing kami ia suka main boneka dilempar-lempar, dibawa kesana kemari sampai berserakan di living room. Tidak hanya itu, bahkan handuk untuk alas Ichi pun sama banyaknya dengan handuk kami dimana harus sering dicuci, paling tidak seminggu sekali.
Ichi and her favorite spot - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Sudah siap dengan segala konsekuensi serta tanggungjawab yang harus dipenuhi untuk memelihara kucing sebagai pet? Bila belum siap/ tidak sanggup dengan konsekuensi itu, maka jangan punya kucing/ pet. Tapi bisa memulai dengan menjadi volunteer misalnya membangun cat community, dengan memperhatikan kucing liar sekitar kita, misal memberi makannya dulu. Karena kucing dipelihara dirumah untuk kami pribadi bukan hanya sekedar lucu-lucuan atau hobi, tapi kucing yang kami pelihara ini bukan lagi pet, melainkan sudah menjadi bagian dari anggota keluarga kami.
Ichi, my fluffball - Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
Sebenarnya saya/ penulis sudah pernah menuliskan artikel tentang berapa kah biaya hidup di Singapura di sebuah blog "keroyokan" kalau orang bilang yaitu Kompasiana beberapa tahun lalu sekitar Mei 2012, link nya bisa dilihat disini https://www.kompasiana.com/acikmdy/5510be13813311aa39bc6c7d/biaya-hidup-di-singapura Dan artikel ini sampai dicuri seseorang dan diakui sebagai tulisannya, WHATT? Lah katanya kerja di Singapura, orang sekolahan, kerja juga lumayan...tapi kok mencuri artikel saya ya?
Melihat kebelakang lagi, artikel saya itu tentang biaya hidup di Singapura dicuri setelah kurang lebih 3 bulan publish di Kompasiana. Awalnya saya diamkan saja sambil saya cari tahu profil si pencuri artikel ini dan saya tahu siapa namanya dan kerja dimana di Singapura. Setelah satu tahun saya sudah tidak tahan dan langsung saya sentil! Bagaimana kisah selanjutnya? Ya, saya terus menulis dan menulis, terus berkarya.
Nah setelah bertahun-tahun saatnya sekarang memperbaharui berapa biaya hidup di Singapura tahun 2019 ini. Karena biaya hidup disuatu negara tiap tahun bisa saja naik atau turun. Dan yang membuat saya salut, di Singapura kondisi ekonominya bisa stabil. Jadi harga-harga kebutuhan ya kalau boleh saya katakan selama 7 tahunan ini tidak banyak yang berubah. Tidak ada namanya harga pangan yang melonjak naik. Kondisi ini tidak ada ya meskipun di Singapura itu hampir semua bahan kebutuhan pangan dan kebutuhan harian hampir semuanya impor. Tapi kok bisa ya harga pangan dan kebutuhan tidak melonjak naik? Inilah satu hal yang saya pelajari di Singapura, ini semua karena pintu masuk barang impor hanya ada satu pintu. Ya mungkin lain waktu akan saya bahas dalam artikel lain.
Kembali ke topik artikel, berapa sih ya biaya hidup di Singapura? Satu hal yang perlu saya/ penulis tegaskan, bahwa dimanapun kita berada mau tinggal di Indonesia, atau diluar negeri kah, biaya hidup tergantung dari gaya hidup masing-masing orang. Banyak orang bilang di Singapura biaya hiudpnya mahal sekali. Dan kebanyakan artikel yang pernah saya baca juga memiliki kesimpulan yang sama bahwa hidup di Singapura biayanya mahal. Kalau menurut saya/ penulis, ya tergantung bagaimana gaya hidup kita.
Dari pengalaman penulis, biaya hidup di Singapura kami ditahun pertama ya sebesar itu, baca link yang saya beri diatas. Semakin kesini/ semakin tahun biaya hidup kami semakin bertambah. Mengapa, apakah karena bahan kebutuhan pangan harganya naik/ melonjak? Jawabnya adalah bukan. Biaya hidup kami naik karena seiring bertambahnya pemasukan kami meningkatkan standart kehidupan kami, meningkatkan kualitas kehidupan kami. Dan standart hidup ini lebih kearah bahan pangan yang kami beli, tempat tinggal, dan juga pet (hewan peliharaan).
Tidak dipungkiri ya, biaya termahal yang harus kami keluarkan dalam sebulan adalah biaya sewa tempat tinggal. Tahun pertama di Singapura kami cukup menyewa master room. Apa itu master room? Master room adalah sebuah kamar tidur utama disebuah flat dengan dilengkapi kamar mandi dan toilet didalamnya. Ketika menyewa master room ini kami tinggal dengan yang punya rumah yaitu seorang kakek yang sudah berumur (ini bagus untuk beradaptasi dengan warga lokal). Dan kami pun berbagi dapur juga living room. Tahun 2012 itu kami membayar sekitar $850 setiap bulannya untuk sewa master room itu. Tahun ke-2 harga masih sama. Setelah masuk tahun ke-3 kami menyewa satu flat dimana kamar tidurnya hanya ada satu yaitu common room. Common room adalah sebuah kamar tidur tanpa dilengkapi dengan kamar mandi sendiri dan toilet didalamnya. dengan ukuran flat sekitar 500sqf berapa harga sewa satu flat ini? Tiap bulan kami membayar $1,600 Wah, mahal ya padahal hanya punya satu kamar tidur. Ya, kalau menyewa satu flat memang harganya mahal. Tahun ke-4 kami pindah kesebuah flat yang memiliki 2 kamar tidur. Dan semua kamar tidur di flat ini semuanya common room, artinya salah satu kamarnya tidak memiliki kamar mandi sendiri. Dan disini kamar mandi/ shower room dan toilet dipisah. Berapa biaya sewa per bulan yang harus kami keluarkan? Kami membayar sewa sebesar $1,700 tiap bulannya untuk ukuran 800sqf flat ini. Tahun ke-7 kami pindah kesebuah flat yang lebih besar lagi. Flat yang kami sewa sekarang memiliki 1 common room, 1 master room, 1 utility room, satu storage/ gudang, dengan memiliki 2 kamar mandi dengan masing-masing memiliki toilet. Ruang utility ini biasanya kebanyakan orang dipakai untuk kamar tidur tambahan, bisa untuk kamar tidur anak tambahan, kamar pembantu, kamar tamu, atau untuk disewakan. Untuk kami, ruang utility ini kami gunakan untuk ruang laundry. Berapa harga sewa yang harus kami bayar per bulan? Untuk menyewa flat dengan ukuran 900sqf ++ ini kami mengeluarkan $1,800 tiap bulannya. Ya, sebesar itulah biaya yang harus kami keluarkan untuk menyewa flat. Dan harga sewa sebuah flat itu bervariasi, tergantung dari designflat-nya, juga fasilitas yang diberikan. Misal AC, TV, kulkas, mesin cuci, dinning table dan lain lain. Harga sewa flat ini juga tergantung dari ukuran flat dan jumlah kamar tidur didalamnya. Lah kok gak beli saja dari pada sewa? Di Singapura punya aturan ya, semua diatur dengan baik oleh pemerintah siapa yang boleh membeli flat atau landed house. Tidak bisa sembarangan foreigner (pendatang) bisa membeli flat atau landed house di Singapura. mungkin lain waktu akan saya bahas dalam artikel lain.
Setelah membicarakan biaya sewa tempat tinggal yang mahal, bagaimana dengan transportasi? Selama hampir 8 tahun ini kami nyaman dengan sarana transportasi publik di Singapura. Saya pribadi lebih suka naik bus, suami sendiri berangkat dan pulang kerja naik MRT/ kereta. Biaya untuk sarana transportasi publik ini bisa saya bilang murah, paling dalam sebulan kartu saya cukup diisi $30 sampai $50, sementara suami sendiri bisa $50 sampai $100 (karena suami saya kadang mobile kemana-mana karena urusan pekerjaannya). Kok tidak beli kendaraan sendiri? Kami sudah nyaman dengan transportasi publik jadi kenapa kami harus mengeluarkan uang untuk membeli kendaraan sendiri? Kepasar, klinik, salon, toko roti, ATM, toko kebutuhan rumahtangga, toko buah, semuanya bisa dijangkau dengan hanya berjalan kaki. Selain itu kendaraan pribadi harganya bukan mahal lagi tapi luar biasa mahal. Sebagai perbandingan saja, kalau di Indonesia uang 70 juta Rupiah atau katakanlah 200 juta Rupiah sudah bisa membeli mobil. Di Singapura harganya 500 juta Rupiah lhoo dengan merk mobil yang sama di Indonesia, ditambah lagi dengan pajaknya juga hampir sama, belum lagi kita hanya punya waktu 10 tahun saja memiliki mobil yang kita beli. Dimana setelah 10 tahun mobil yang kita beli harus dibuang. Artinya kurang lebih 1 M uang yang harus kita punya untuk membeli sebuah mobil di Singapura. Hah!! Iya uang 1 M itulah yang harus kita punya untuk membeli sebuah mobil di Singapura dengan jenis mobil yang sama di Indonesia. Lah padahal di Indonesia harga mobil paling 70 juta Rupiah sampai 200 juta Rupiah lah ya... Untuk saya pribadi, lebih baik uangnya dipakai untuk sekolah dari pada untuk membeli mobil. Ya lain waktu saya buatkan artikelnya tentang luar biasanya harga mobil di Singapura ini.
Dalam keluarga kami biaya hidup terbesar ke-2 adalah pada pengeluaran untuk bahan pangan dan kebutuhan harian. Untuk kebutuhan harian seperti peralatan mandi, laundry, dan pembersih kamar mandi, sabun cuci piring, untuk kebutuhan ini biasa kami beli bulanan (sekali dalam sebulan). Biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan untuk kebutuhan non-pangan dan bahan pangan bukan bahan segar ini antara $300 sampai $400 tiap bulannya. Kok banyak ya? Iya ini karena ada kebutuhan lain yang harus kami beli seperti tisu dapur, tisu makan, tisu untuk dibawa pergi, tisu basah antibakterial, wiper (dry sheet dan wet sheet). Saya/penulis sekarang kalau menyapu memakai wiper (dry sheet), mengepel juga menggunakan wiper (wet sheet). Yup, harga wiper ini memang mahal, tapi untuk saya lebih praktis dan menghemat tenaga.. Kebutuhan non-pangan lain yang harus kami beli tiap bulannya adalah litter alias pasir untuk kucing kami pipis dan pup 😁 Ya untuk yang satu ini saja per bungkus litter harganya sudah $11 padahal sebulan nih kucing butuh 4 packlitter. Kebutuhan bahan pangan non-fresh seperti minyak goreng biasa saya masukkan dalam belanja bulanan ini, dan karena kami memilih memakai minyak goreng canola oil jadi harganya agak mahalan dari minyak goreng biasa. Kemudian butter juga saya masukkan dalam belanja bulanan ini. Ya saya butuh butter untuk menumis bumbu, juga menggoreng salmon. Biaya $300 sampai $400 per bulan ini juga sudah termasuk membeli minuman botol seperti jasmine tea, rootbeer/ sarsaparilla, juga minuman air kelapa. Kadang saya suka beli jus kotak juga. Jadi minuman seperti ini tiap bulannya kami beli sekaligus, bisa beli 25 botol per bulannya untuk minuman ringan ini. Lah saya malas kalau harus bolak-balik membeli diwarung/ hypermarket, mending beli sekaligus. Selain itu beras tiap bulannya kami beli sekaligus dan masuk dalam budget $300 - $ 400 tadi. Dan beras yang kami beli adalah Japanese rice kadang beras merah/ cokelat.
Nah, sekarang untuk kebutuhan pangan yang sifatnya segar tiap bulan kami mengeluarkan berapa? Untuk kebutuhan pangan seperti sayur dan buah biasa beli dipasar. Tapi ya selang seling kadang beli di hypermarket terdekat. Dalam satu minggu untuk kebutuhan buah dan sayur ini antara $70 sampai $100 . Paling banyak adalah buahnya, dalam seminggu saja kami bisa menghabiskan $20 sampai $40 untuk membeli buah. Yup! saya/ penulis itu kalau masalah buah bisa dibilang rakus 😂 Mahal ya buahnya? Mahal karena saya suka beli apel jenis pacific rose, jeruknya Australian murcott, anggur, pisang, ini yang biasa kami beli tiap minggu. Tapi bisa saja saya beli tambahan buah yang lain yaitu cherry, strawberry kadang berry, alpukat juga. Untuk sayuran tidak habis banyak, kalau dipasar sayuran dibandrol $1 untuk bayam, kangkung, daun ketela rambat, daun katu, french bean, kacang panjang, seledri cukup 70 cent cukup untuk 1 minggu. Nah yang mahal itu kalau beli asparagus, lettuce, dan brokoli. Yup, $5 cukup untuk membeli sayur-mayur dipasar tiap harinya. Lauk saya suka dengan tempe, tahu, telur, juga ikan. Untuk telur biasa kami membeli telur khusus yaitu carrot eggs. Harga telur yang kami beli memang agak mahalan bila dibandingkan telur biasa. Sebagai perbandingan dengan harga yang sama, telur biasa bisa dapat 50 biji, sementara carrot eggs ini hanya dapat 10 biji. Harga ikan biasa kalau beli ikan selar 8 atau 9 biji harganya kurang lebih $10 Kami juga suka membeli salmon dan shisamo.
Kalau dijumlahkan, kebutuhan harian ditambah kebutuhan pangan harian kami bisa menghabiskan biaya kurang lebih $800 tiap bulannya malah mungkin bisa sampai $1,000. Dibandingkan dengan kebutuhan harian dan pangan kami beberapa tahun lalu saat saya/ penulis pertama kali mem-publish biaya hidup di Singapura tahun 2012 lalu, biaya ini melonjak naik. Biaya hidup kami ini naik karena pelan-pelan kami memperbaiki standar hidup terutama untuk kebutuhan pangan. Contohnya, tadinya kami membeli beras biasa sekarang kami membeli beras merah/ cokelat atau Japanese rice. Tadinya tidak pernah membeli ikan salmon, sekarang kami sering membeli ikan salmon. Tadinya memakai minyak goreng jenis biasa, garam biasa, sekarang kami membeli minyak dan garam sehat. Yang tadinya tidak membeli bahan pangan dari Jepang tapi sekarang membeli, seperti tempura batter, dashi (bumbu soup dari Jepang), miso paste, Japanese dressing, soba, kadang membeli miso instant. Ya, hal-hal seperti ini yang membuat biaya kebutuhan harian dan kebutuhan pangan kami tiap bulan jadi meningkat/ melonjak seperti sekarang. Contoh lainnya adalah penggunaan wiper (untuk menyapu lantai dan mengepel). Kebutuhan ini kalau saya bilang ya mahal bila dibandingkan membeli cairan pel. Cairan pel 2 liter dengan harga berkisar $6 bisa dipakai sampai 2 bulan, lah wiper (wet sheet untuk mengepel) ini harga per pack sudah diangka $8 , padahal sebulan bisa butuh 4 pack. Ini baru wet wiper, belum lagi dry wiper-nya...Tapi saya punya alasan tersendiri mengapa saya memilih menggunakan wiper untuk membersihkan lantai.
Bagaimana untuk kebutuhan sandang/pakaian, sepatu, tas? Untuk pakaian harian biasa saya beli yang biasa dan murah saja, suka beli kaos-kaos dipasar dengan harga bisa murah sekali, $4 satu potong, kadang $10 sampai $15 satu potongnya. Suami juga sama kalau untuk kaos harian dipasar ada yang murah untuk suami maka saya belikan, harganya $4 dan itu sudah bagus bahan cotton. Atau beli pakaian harian di toko di mall kalau pas ada diskon saja. Sementara pakaian khusus misal dress , pakaian kerja suami, celana kerja suami, sepatu, ya biasa beli di toko dimall dengan harga beragam. Gaun, saya lebih suka pesan disebuah butik. Dress, pakaian kerja suami, sepatu-sepatu, tas, umumnya $30 sampai $100 satunya. Paling mahal adalah gaun, bisa diangka $300 untuk satu gaun. Suami kalau beli suit paling tidak diangka $100. Tapi kebutuhan gaun dan suit ini belinya jarang, belum tentu tiap tahun beli. Dan kami membeli sandang, sepatu, tas ini tergantung/ sesuai kebutuhan saja.
Katanya di Singapura itu air mahal ya? Iya benar sekali, air memang mahal di Singapura. Untuk kebutuhan listrik, air, dan gas tiap bulannya jadi satu bill/ tagihan. Berapa biasa kami bayar bill untuk kebutuhan ini tiap bulannya? Sebelum harga air naik biasa kami membayar bill sebesar kurang lebih $70 saja tiap bulannya. Ya harap maklum tiap bulan konsumsi listrik kami jauh dibawah rata-rata standar nasional. Air kebalikan, pemakaian air kami banyak tiap bulannya yaitu diatas rata-rata pemakaian standart nasional. Setelah harga air naik, sekarang bill kami tiap bulan menjadi sebesar kurang lebih $120 sampai $130 tiap bulannya, ini sudah termasuk gas untuk masak lhoo... Kalau saya boleh bilang bill kami ini masih jauh lebih murah dibandingkan kebanyakan orang.
Biaya tempat tinggal, transportasi, pangan, sandang, listrik sudah, sekarang giliran kebutuhan hiburan dan tagihan telpon. Kebetulan saya dan suami bukan tipe orang yang suka jalan belanja-belanja hal tidak penting di mall, makan-makan direstauran, atau nongkrong di cafe. Kami bukan tipe orang yang seperti ini. Kalaupun iya kami pergi ke mall dihari sabtu atau minggu itu karena ada sesuatu yang butuh kami beli. Saya dan suami tipe orang yang lebih suka dirumah, masak dirumah, mengurus tanaman, dan bersantai diakhir pekan sambil menonton film di Netflix atau pinjam film di Google Play. Kalaupun keluar saya suka lihat tanaman dan bunga. Selain itu dirumah pasang internet sendiri jadi lebih menghemat tagihan telpon yang biasa satu paket dengan internet. Kalau untuk tagihan telpon sekarang cuma $30 per bulan. Sementara suami saya tagihan telponnya ditanggung oleh perusahaan. Tapi ada tagihan lain, Netflix tiap bulan tagihannya $13, TV kabel $12, kalau pas pinjam film di Google play antara $3 sampai 5 per film. Itu pun jarang jarang sih pinjam di Google Play, kadang-kadang saja diakhir pekan atau public holiday saja. Maklum saya ini kurang suka nonton movie di bioskop.
Bagaimana dengan biaya kesehatan? Dari tahun pertama pindah ke Singapura bila sakit dan pergi ke klinik biayanya ditanggung perusahaan suami selama kita pergi ke klinik yang bekerjasama dengan perusahaan suami. Kalau pergi ke klinik lain ya membayar sendiri. Private clinic biasa biayanya $60 kalau membayar sendiri. Untuk vaksin misal vaksin flu, atau pergi ke klinik gigi, biaya ditanggung sendiri. Misal membersihkan gigi kurang lebih $100 , vaksin flu antara $20 sampai $40 Untuk kami karena kami sudah Permanent Resident sebenarnya lebih murah ke Polyclinic karena biayanya separoh dari biaya yang harus kita keluarkan bila pergi ke private clinic. Tapi kadang kami tetap pergi ke private clinic dan membayar sendiri.
Sebenarnya selain biaya diatas, ada biaya bulanan lain yang rutin kami keluarkan tiap bulan yaitu, makanan kucing kami, treats, dan vitamin-nya. Untuk makanannya tiap bulan kami beli satu pack Royal Canin isi 2 Kg harganya $48.50 Harga treats dua pack kurang lebih $12. Sementara harga vitamin satu pack $17 atau $18 (saya lupa harganya). Kadang vitamin kami beli yang lain dengan harga $14 atau $15 . Untuk litter nya sudah saya sebut diatas ya biaya per bulannya. Dan sekarang kebutuhan akan makanan kucing kami meningkat. Setelah skin test ternyata kucing kami harus makan makanan khusus yang dibeli di vet yaitu Hypoallergenic foods. Harganya $70 satu pack isi 2,5 Kg. Yup benar sekali makanan Hypoallergenic untuk kucing ini di Singapura tidak dijual bebas, hanya bisa dibeli melalui Vet, atas rekomendasi dan resep dari vet, dan diketahui (approved) oleh AVA (The Agri-Food and Veterinary Authority of Singapore).
Ya, itulah biaya-biaya yang kami keluarkan tiap bulannya. Bila dibanding tahun 2012 lalu saat pertama kali datang biaya hidup kami di Singapura meningkat tajam. Seiring bertambahnya pendapatan kami memperbaiki pola makan/ makan dengan bahan makanan yang lebih sehat tentu dengan konsekuensi harganya lebih mahal dari harga bahan pangan normal. Tapi boleh percaya boleh tidak, dengan pola makan dan menggunakan bahan makanan lebih sehat saya ini jarang sekali sakit batuk/ pilek, tekanan darah saya dan suami juga normal. Paling sering malah sakit badan karena terlalu lelah. Maklum kami tidak punya "si mbak" alias pembantu, semua pekerjaan rumah saya urus sendiri. Tentang memilih bahan pangan sehat ini juga berpengaruh pada adik penulis, adik saya ketika libur sekolah dirumah satu bulan (kadang 2 bulan), ia langsung normal tekanan darahnya. Ya biasanya kalau diasrama sekolah adik saya itu suka darah tinggi.
Bagaimana dengan pengalaman kawan sekalian yang tinggal di Singapura? Tentu punya pengalaman berbeda ya, biaya hidup juga kemungkinan berbeda. Ya itu tadi seperti yang sudah saya utarakan diatas tergantung dengan gaya hidup masing-masing orang. Kalau suka makan diluar atau makan sehari-hari suka membeli diluar tentu biaya hidup bulanannya bisa lebih mahal lagi. Apalagi bila ditambah suka nongkrong di cafe setelah pulang kerja. Tambah mahal lagi bagi perokok, bayangkan saja harga rokok di Singapura per bungkus diangka $13 (ini pun akan naik lagi). Bila satu hari habis satu bungkus saja, tiap bulan sudah habis $390 hanya untuk rokok. Wow kan? Lah kalau saya dan suami sih lebih baik uang $390 itu dibelikan ikan salmon. Punya pengalaman hidup di Singapura? Silahkan nulis artikel sendiri, jangan mencuri artikel saya.
Melayat atau kalau orang didesa bilang layatan orang meninggal, di Singapura sini ada budayanya. Oh tidak sama ya dengan di Indonesia? Iya tidak sama, itu kenapa tidak boleh mengeneralisasikan kalau Singapura ini punya budaya hampir-hampir sama dengan Indonesia hanya karena letak geografisnya yang berdekatan. Nah, kalau sudah tinggal di Singapura kita akan tahu budaya di Singapura ini berbeda. Salah satu contohnya ya ini budaya melayat orang meninggal. Bagaimana budayanya baca artikel ini sampai selesai ya...
Selama 7 tahun lebih dan hampir 8 tahun di Singpura, baru sekali ini saya punya pengalaman melayat. Ya, hari selasa 27 Agustus 2019 kemarin saya dikabari oleh salah seorang tetangga kami, katanya salah satu tetangga ada yang meninggal dunia. Ya, kami tidak menyangka tetangga kami ini sebut saja, uncle, meninggal dunia. Padahal sepertinya baru kemarin kami bertemu di lift, berpapasan dijalan, bahkan ketemu di hawker (warung makan). Itulah manusia kita tidak tahu kapan akan dijemput ajal.
Di Singapura, kebanyakan orang tinggal di flat atau apartement, jadi ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal biasanya mereka menggelar acara layatan di void deck (ruang kosong/ tempat kosong dilantai satu apartment. Karena kalau digelar di flat tentu tidak akan muat menampung tamu yang datang melayat ya. Selain itu tidak enak dengan tetangga kanan-kiri karena berisik tamu-tamu yang datang atau acara berdoa. Biasanya mereka menggelar tenda putih dan kuning, disediakan meja-meja bundar dan kursi-kursi berwarna putih. Dimana orang yang meninggal juga ada di void deck tersebut diletaknya ditempat khusus. Dan inilah yang disebut dengan The wake (tempat untuk melayat). Dan biasanya untuk keperluan ini sudah diurus oleh jasa-jasa yang mengurus kematian. Ya, umum di Singapura dimana orang-orang mempunyai asuransi meninggal dunia yang akan dipakai untuk mengurus kematiannya kelak. Jadi tidak membebani keluarga yang ditinggalkan/ anak-cucu.
Hari selasa malam setelah suami pulang kerja kami datang bersama. Saya sempat bingung ya, mau pakai baju hitam atau berwarna hitam. Umumnya kita pakai baju hitam ya untuk melayat orang meninggal dunia. Tapi di Singapura sini banyak yang pakai baju putih terutama layatan orang Chinese. Akhirnya saya putuskan memakai baju warna gelap keabu-abuan dan bukan hitam. Ya, kalau hendak menghadiri layatan di Singapura kita bisa memakai baju warna putih (budaya Chinese) dan warna-warna gelap misal keabu-abuan, biru gelap, jadi tidak harus hitam.
Sampai ditempat layatan, The wake, apa yang kami lakukan? Kami menghampiri para tetangga-tetangga kami yang sudah datang lebih dahulu kemudian saya salami satu-satu. Setelah itu kami mencari kotak sumbangan/ donation. Disitu kami diminta untuk menuliskan nama, nama keluarga biasanya ya, kemudian menuliskan jumlah uang sumbangan yang akan diberikan. Nah, berapa sih jumlah uang sumbangan? Jumlahnya kalau tidak salah minimal $30 Kita bisa memberi sumbangan $50 , $100 , kalau kita kenal baik banget dengan orang yang meninggal ini kita bisa memberi $200 bahkan $300 Penting untuk dicatat jangan memberi sumbangan dengan jumlah $40 karena ini seperti bad luck untuk keluarga yang ditinggalkan. Dan satu hal yang perlu diingat, uang sumbangan ini kita masukkan dalam amplop berwarna putih.
Setelah memasukkan uang sumbangan saya menemui istri dari ucle yang meninggal dan mengucapkan bela sungkawa. Tadinya saya ingin langsung melihat uncle di peti jenazahnya. Tapi nampaknya harus kami tunda karena diajak mengambil makanan yaitu dinner oleh salah satu tetangga kami yang lain. Huh, kita ambil dinner/ makan malam saat melayat? Iya, budaya di Singapura seperti itu. Bila kita melayat malam hari maka kita ini wajib makan malam/ dinner disitu. Jadi keluarga yang berkabung juga menyediakan makanan bagi para tamu yang datang melayat. Kalau kita datang siang ya makan siang disitu. Apa saja makanan yang disediakan? Ada bihun goreng, nasi bagi yang ingin makan nasi, curry ayam, oseng sayur bok choy, ada 2 atau tiga makanan lagi yang tersedia dan tidak lupa ada dessert / makanan penutup. Minuman yang disediakan juga beragam, ada minuman kotak rasa buah, teh/ jasmine tea, air mineral dan lainnya. Sementara dimasing-masing meja bundar ada snack-nya berupa kacang-kacangan, biji-bijian, dan permen. Lha ini acara berkabung/ layatan orang meninggal atau hajatan pernikahan ya kok makanan banyak disediakan untuk tamu yang melayat? Itulah budaya melayat di Singapura. Jadi, waktu itu setelah mengambil bihun goreng dan oseng bok choy, saya dan suami duduk dimeja bundar sambil bercerita dengan tetangga. Sambil sesekali ada yang makan kacang-kacangan, biji-bijian, dan permen yang ada dimeja.
Setelah selesai makan saya dan suami masih duduk disitu sampai satu jam. Ya, jadi ada baiknya kita kalau melayat itu jangan datang terus langsung pulang, tapi tetaplah duduk paling tidak sampai satu jam. Itulah bagaimana cara kita menghormati orang yang meninggal tersebut biasa disebut pay respect. Kalau berada di tempat the wake lebih satu jam bagaimana? Ya tidak apa-apa, keluarga yang berkabung malah lebih senang, mau sampai seharian juga tidak masalah. Dihari berikutnya kita bisa datang lagi ketempat the wake sampai acara pelepasan/ send off. Lamanya acara seperti ini bisa sampai 3 hari bahkan 6 hari lhoo... Jadi kita bisa datang setiap hari ditempat the wake ini setiap hari dan jam berapa saja boleh. Dan acara layatan tetangga kami ini berakhir dihari Jum'at siang 30 Agustus 2019. Di malam terakhir, kamis malam, suami datang ketempat the wake. Dan selama acara layatan/ berkabung ini digelar, ada acara mendoakan untuk orang yang sudah meninggal ini. Jadi setiap malam dari selasa malam sampai kamis malam, sekitar jam 9 malam kalau tidak salah, ada orang-orang dari gereja datang satu bis besar, mereka mendoakan almarhum.
Dihari pelepasan/ send off, Jum'at siang, beberapa tetangga yang ikut acara pelepasan. Saya sendiri tidak ikut karena sedang sakit. Bagaimana acara pelepasan ini? Karena tetangga kami yang meninggal ini orang Chinese Katolik, maka dibawa ke gereja terlebih dahulu. Setelah itu diantarkan ketempat kremasi. Biasanya saat pelepasan ini/ send off diputarkan lagu kesukaan orang yang meninggal. Lho, Katolik kok dikremasi, bukannya itu untuk orang Buddhist ya? Kalau saya boleh katakan, keputusan ini ya terserah bagaimana keluarga atau keputusan orang yang meninggal itu sendiri, meminta untuk dikremasi atau dikuburkan. Selain itu perlu untuk kawan ketahui bahwa tanah di Singapura harganya mahal sekali ya. Jadi kalau dikuburkan tentu akan butuh biaya banyak, bagi yang punya keluarga di Malaysia atau memang tinggal di Malaysia setelah pensiun, ya bisa dikuburkan karena tanah di Malaysia jauh lebih murah dari pada di Singapura. Setelah dikremasi bagaimana? Ini tergantung lagi dari keputusan keluarga dari yang meninggal dunia atau bagaimana permintaan orang yang meninggal dunia. Ada yang ditabur dilaut abunya, ada yang disimpan di temple, dan bisa juga abunya disimpan dirumah. Ya, tergantung bagaimana keputusan keluarga yang meninggal/ permintaan dari orang yang meninggal.
Begitulah budaya melayat di Singapura. Beda ya? Ya, meskipun secara letak geografis Singapura-Indonesia berdekatan tapi bukan berarti budaya dua negara ini sama/ hampir sama. Kalau sudah tinggal di Singapura kawan sekalian akan tahu bagaimana perbedaannya, kalau saya bilang budaya Singapura berbeda dengan Indonesia. Dan sudah seharusnya sebagai pendatang kita mesti bisa beradaptasi dengan perbedaan budaya ini, sekaligus belajar bagaimana budaya ditempat baru. Dengan begitu kita bisa berbaur dengan warga/ masyarakat lokal yang pastinya akan menambah pengetahuan dan pelajaran baru bagi kita sebagai pendatang.