Tinggal di Singapura? Dapat Pelajaran Apa Saja?

IMG_3429[1]
Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Kami (saya dan suami) selalu bersyukur dengan apa yang telah kami dapatkan  hingga bisa berdiri tegak seperti sekarang. Semua ini kami mulai dari “zero” alias nol, ya tabungan kami nol Rupiah saat memulai kehidupan baru setelah menikah. Dan sudah hampir 7 tahun kami tinggal di Singapura. 1 atau 2 bulan lagi genap 7 tahun. Kira-kira apa saja sih yang sudah kami pelajari/ pelajaran apa yang sudah kami dapatkan setelah tinggal di Singapura?

Ada banyak hal yang sudah saya pelajari selama hampir 7 tahun tinggal di Singapura. Hal-hal yang tadinya tidak pernah saya pikirkan sama sekali. Setelah tinggal disini kami banyak belajar dan rasanya masih akan terus belajar. Dalam setiap segi kehidupan disini memiliki sebuah makna kehidupan yang kental akan prinsip hidup dan keberlangsungan hidup. Tentang budaya, kehidupan masyarakatnya, juga tentang lingkungan sekitar, yang kesemua itu memiliki ikatan erat antara satu dengan lainnya. Lantas apa saja sih hal-hal yang sudah saya pelajari?

1. Hidup Rukun Dalam Perbedaan

Saya tahu dan paham, untuk kita yang berasal dari Indonesia disekolah kita sudah diajari untuk toleransi. Saya yakin kawan sekalian sudah menelan pelajaran PPKN disekolah yang mengajarkan kita untuk bertoleransi dengan kawan, tetangga, atau kenalan kita yang berbeda suku, agama, dan budaya, bukan? Hidup rukun dalam perbedaan. Setelah tinggal di Singapura ini saya merasakan keharmonisasian kehidupan masyarakat yang berbeda-beda.

Dari awal kami datang dan tinggal di Singapura kami memilih tempat yang memang menurut kami cocok dan sesuai dengan keinginan kami. Dari sejak awal tetangga kami beragam, ada yang etnis Cina Buddist, Chinese Christian, Malay muslim, Indian Hindu juga ada. Dulu ditempat tinggal kami yang pertama, ada yang Muslim Chinese juga. Dikantor, suami berteman dengan beragam orang dengan budaya yang berbeda-beda.

Kalau ada acara Mooncake festival, semua warga ikut. Ada acara buka puasa bersama, semua warga bisa ikut. Apalagi acara Harmony Day, semua warga berdatangan. Acara-acara yang diadakan di Community Club, semuanya terbuka untuk warga tanpa memandang etnis, agama, maupun bahasa. Saya pernah ditanya orang, “eh di Singapura ada perayaan Lebaran, itu kawan Indonesia semua ya?”. Saya cuma tersenyum saja, saya katakan semua yang datang di acara itu (Acara Hari Raya Puasa/ Lebaran) adalah warga sekitar rumah alias warga local Singapura. Yang datang ada yang Malay, Chinese, juga Indian. Dari beragam acara di Community Club, kalau ada waktunya kami selalu ikut.

IMG_4140[1]

Kue Christmas dari tetangga kami. Meskipun berbeda tapi kami hidup rukun dan harmonis. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Christmas baru saja berlalu, ada tetangga kami yang merayakan maka dengan senang hati kami ikut berbahagia dengan membagi cokelat dan hadiah kecil hasil karya saya sendiri. Sementara dirumah, kami juga kebanjiran cokelat dan jajanan dikasih orang. Dan tetangga baik kami memberikan kue Christmas pada kami. Bagaimana dengan Chinese New Year, Oh kami akan memberikan jeruk dan kue pada tetangga kami yang merayakan. Malah pernah ditempat tinggal kami yang pertama, tetangga kami memberikan jeruk, kue-kue, serta angpao!! Waoww!! kami terharu… Kalau Hari Raya Puasa/ Lebaran bagaimana? dengan senang hati kami memberikan jajanan yang biasanya kami beli dari Indonesia pada tetangga kami. Belajar menghargai dan menghormati orang lain yang berbeda, serta turut berbahagia bila ada tetangga, kawan, atau kenalan yang merayakan perayaan tertentu yang berbeda dengan kita. Dengan begitu kehidupan kita akan selalu sehat dan positif serta harmonis. Tak kalah penting hidup kita menjadi lebih bahagia.

2. Menolong dan Berbagi Dengan Sesama

Dulu pernah ada diacara TV seorang Auntie yang suka merawat bunga dan memasak telur untuk pekerja migrant yang mengambil sampah setiap hari. Auntie itu bilang kalau merawat bunga, bunganya berbunga orang-orang bisa melihat bunganya dan merasa senang, bahagia, dan mereka tersenyum. Dengan begitu maka kita memberikan orang lain kesenangan dan kebahagiaan dengan melihat bunga yang kita tanam. Maknanya dalam, bukan? Auntie ini juga memasak telur rebus ala chinese untuk pekerja migrant ini. Bebagi kebahagiaan dengan hal-hal yang simple dan sederhana.

IMG_3868[1]
Hibiscus Flower dari “kebun” penulis. Bunga yang selalu membuat anak tetangga kami tersenyum. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Saya juga salut dengan orang-orang Singapura yang banyak berkarya diluar negeri sana dengan membantu sesama. Saya pernah lihat diacara TV, ada seorang anak muda baru lulus universitas dia memilih membantu anak-anak di Thailand. Ada lagi yang lain bekerja membantu para imigrant atau pengungsian diluar sana dimana wilayah kerjanya tentu saja berbahaya. Ada yang membantu petani didaerah Jawa Barat (saya lupa tempatnya), ada yang bergerak membantu korban gempa di Indonesia. Sementara didalam negeri sendiri ada banyak sekali aktifitas warga atau komunitas yang bergerak menolong warga sekitar, ada yang memasak dan membagikan makanan matang, membagikan bahan kebutuhan pokok, menemami warga tua, dan lain sebagainya. Lantas pelajaran apa yang bisa saya pelajari dari kesemua ini? Dan apa yang bisa saya lakukan?

Saya mendapat sebuah pelajaran bahwa tidak harus menjadi kaya raya dahulu baru menolong orang lain. Apa yang bisa kita tolong, maka kita bergerak menolong mereka. Dan puji syukur kami sudah bergerak sejak Juli 2013 untuk menolong sesama. Bisa dibaca disini kegiatan sosial kami https://ichikraft-give-care.blogspot.com/ Saat itu kami mulai dengan memberikan buku-buku pada seorang kawan kami di Indonesia yang sedianya mau membantu anak-anak supaya mau membaca buku. Setelah 1 tahun , 2 tahun nampaknya belum berhasil, menyerahkah kami? Tidak! November 2015, kami memulai lagi memberikan buku-buku pada seorang kawan Indonesia yang lain, yang setiap hari memberikan kursus gratis pada anak-anak sekitar, kursus membaca dan belajar. Program ini berhasil, setiap hari anak-anak antusias untuk datang belajar dan membaca. Saat itu kami merencanakan banyak program dengan kawan baik ini. ditahun yang sama November 2015 kami (saya dan suami) berinisiatif untuk memberikan bantuan sekolah untuk anak-anak didesa yang bersemangat sekolah namun hidup miskin/ berkekurangan. Waktu itu kami membantu 3 orang anak di dua daerah yang berbeda di Indonesia. Tapi tanpa disangka salah seorang kawan baik kami dipanggil yang kuasa terlalu awal sehingga dengan terpaksa kami tidak bisa lagi membantu dua orang anak ini karena kami harus punya orang yang bisa dipercaya menyalurkan dana bantuan sekolah. Sementara 1 orang anak didaerah lainnya sudah lulus SD (Sekolah Dasar) tahun 2017. Dan kami tidak bisa membantunya lagi, karena setelah lulus SD (Sekolah Dasar) si anak pindah kedesa lain untuk melanjutkan kejenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama) sehingga kawan kami tidak bisa menjangkaunya untuk menyalurkan bantuan. Dan saat ini ada tiga orang anak yang kami beri bantuan biaya sekolah tiap bulannya. Mudah-mudahan kami bisa menambah satu anak lagi untuk dibantu.

Selain hal-hal diatas, puji syukur tahun 2018 ini kami mulai ikut serta membantu salah satu sekolah tunagrahita di Indonesia. Tidak hanya itu saja, jika diminta saya pribadi dengan senang hati mengajari anak-anak tunagrahita disekolah tersebut untuk membuat bunga-bunga handmade. Tapi sayangnya saya tidak pernah punya waktu lama-lama di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu sudah ada permintaan dari salah satu pekerja disekolah tunagrahita terbut, agar saya mau mengajari mereka membuat bunga-bunga handmade jika saya sedang ke Indonesia. Dengan senang hati saya akan mengajari mereka tanpa meminta bayaran sama sekali dengan bahan-bahan material dari saya tentunya.

Selain kegiatan diatas, saya sudah sejak lama berkebun di corridor, menanam tanaman berbunga, terkadang cabai, paprika, semangka pernah juga. Bisa dibaca disini aktifitas "berkebun" saya https://acikmdy-garden.blogspot.com/ Saya selalu katakan bahwa kegiatan saya ini bukanlah sebuah hobi melainkan sebuah gaya hidup dimana kita peduli dengan keasrian lingkungan sekitar yang dimulai dari rumah kita sendiri dengan menanam tanaman hijau dan bunga-bunga. Hasilnya tidak hanya membuat kita senang dan bahagia melihat bunga-bunga tersebut, namun membuat orang lain juga bahagia dengan memandang tanaman kita. Kadang-kadang kalau tanaman bunga saya berlebih, saya bagikan pada tetangga yang suka tanaman.

Ya, menolong/ membantu dan berbagi dengan orang lain bisa dari hal-hal simple dan sederhana, kita mempunyai keterampilan atau kemampuan dalam bidang apa, maka kita bisa menolong sesama dengan kemampuan dan keterampilan yang kita punya. Atau dengan hal sederhana menanam tanaman berbunga, kita telah memberikan kebahagiaan tersendiri pada orang lain. Ya, saya dirumah merawat tanaman salam (bay leaves), daun pandan, jeruk, mint, dimana daunnya bisa untuk keperluan bumbu masak. Tentu dengan begitu kita bisa berbagi juga dengan tetangga yang membutuhkan bumbu masak tersebut, kalau mereka mau dan sedang butuh boleh mengambil saja dari “kebun” saya itu. Hidup kita terasa lebih indah dan bermanfaat dengan membantu/ menolong, dan berbagi dengan sesama.

3. Menata Masa Depan dan Hari Tua Sebaik Mungkin

Pernah tetangga kami (warga Singapura) ditempat yang lama bertanya pada saya ketika saya sedang memberi makan kucing liar diblok kami, “suami sudah pulang kerja?” Saya jawab “belum." Waktu itu jam sudah menunjuk pukul 9 malam. Katanya lagi,”Oh it’s Ok. mumpung masih muda mesti kerja keras biar nanti kalau sudah tua enak tidak susah." Ya, untuk suami saya sebagai orang yang bekerja dibidang IT, pulang kerja jam 12 malam itu biasa, dirumah masih harus lembur kerja sampai jam 4 pagi atau jam 5 pagi juga biasa. Jadi, kami tidak ada waktu santai-santai, haha hihi atau chit chat, kami tidak ada waktu untuk semua itu. Kami bahu-membahu menata masa depan sebaik mungkin. Waktu yang ada kami gunakan untuk berkarya dan terus belajar. Berkarya sekecil apapun, dan mau belajar dalam banyak bidang. Untuk apa semua itu? Supaya anak cucu memiliki masa depan yang cerah.

Ada yang bilang pada saya, “Oh sudah ketularan orang Singapura ya?” Saya pribadi sejak jauh-jauh hari sudah menata masa depan. Dimulai dari kelas 5 SD (Sekolah Dasar), saya sudah bercita-cita masuk Universitas. Masuk kelas 1 SMP (Sekolah Menengah Pertama), saya sudah memutuskan akan menganbil jurusan Ekonomi saat masuk bangku universitas. Kelas 2 SMA (Sekolah Menengah Umum), saya bercita-cita untuk sekolah di luar negeri. Karena bapak saya adalah orang biasa dan tidak punya banyak uang hanya bergaji Rp. 50.000; saat saya SMP (Sekolah Menengah Pertama), maka selangkah demi selangkah saya menapaki jalan menggapai impian dan cita-cita. Dan puji syukur bisa menyelesaikan S1 Ekonomi saya dalam waktu 3,5 tahun dengan nilai terbaik. Setelah mendapat gelar S1 Ekonomi, saya berpindah pindah dari perusahaan satu ke perusahaan lain, merenda masa depan pelan tapi pasti.  Setelah menikah bahu membahu dengan suami menata masa depan. bersama. Puji syukur, diumur 27 tahun (saya belum sampai 27 tahun), kami pindah ke Singapura. Tidak terasa sekarang sudah hampir 7 tahun di Singapura dan kami menetap disini. Jadi sebenarnya berusaha keras menggapai impian itu sudah dimulai ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar, jauh hari sebelum pindah ke Singapura.

Sampai di Singapura saya merasakan betapa pentingnya tingkat pendidikan seseorang. Di Singapura anak umur 1 tahun sudah pada mulai sekolah. Selain sekolah mereka juga mengikuti beragam kegiatan kemampuan diri, misal musik. Masa depan direncanakan dan ditata sedini mungkin. Dan menata masa depan sedini mungkin itu penting sekali dan tidak bisa instan untuk meraih impian dan cita-cita. Butuh proses dan waktu yang panjang dan lama. Dan kita harus konsisten dan pakem dengan arah menuju impian dan cita-cita. Sulit? tentu saja sulit dan tidak mudah, apalagi bila kita hanya orang biasa.

Bagaimana dengan saya? Saya bersyukur jalan saya selama ini sudah berada dijalur yang benar, meski dari desa dan tidak punya uang untuk sekolah, namun tidak pernah menyerah untuk terus bersekolah, meski harus bekerja sejak pulang sekolah. Ya, diumur 11 tahun saya sudah mulai bekerja setelah pulang sekolah. Hasil uangnya saya pakai untuk membeli keperluan dan perlengkapan sekolah, seperti tas sekolah, sepatu sekolah, buku-buku, pensil, pena, dan lain sebagainya. Kalau ada yang bilang pada saya, “benar kah kamu kerja sejak umur 11 tahun?”, ada lagi yang berkata, “benarkah lulus S1 dalam waktu 3,5 tahun?”, ada juga yang berkata, “apa iya kamu mencari kerja dan bekerja setelah lulus S1, dikost keliatannya cuma diam saja?”. Maka saya katakan bahwa, kalau saya hanya diam saja tidak bergerak kejalur impian dan cita-cita, maka saat ini saya tidak berada di Singapura. "If I don't step up forward I will always be in the same place and never get what I want". Tinggal di Singapura makin memperkokoh pondasi kami untuk terus memperkuat tulang-tulang masa depan yang kami impikan. Karena orang-orang disekitar kami adalah orang-orang yang selalu berpikir positif dan menata masa depan. Oleh karenanya kami makin mantap untuk terus melangkah dan melebarkan sayap.

Bagaimana dengan hari tua atau masa pensiun? Pernah tetangga kami ditempat lama selalu bercerita bila masa pensiun tiba beliau dan istri akan menikmati masa tua disuatu tempat tertentu yang menurut mereka nyaman. Tidak ada namanya menikmati masa pensiun dengan momong cucu dirumah, minta duit sama anak, tidak, tidak ada rencana seperti itu. Anak-cucu harus mandiri dengan kehidupannya sendiri, berkarya. Obrolan tentang masa pensiun mau kemana sudah dipikirkan sejak dini, jauh-jauh hari sebelum masa pensiun. Bahkan teman-teman suami dikantornya sudah memikirkan nanti masa pensiun mau dihabiskan dimana/ kemana. Padahal umur mereka belum menyentuh angka 40 tahun. Bagaimana dengan saya dan suami? Tentu kami juga sudah punya rencana tersendiri diumur pensiun nanti. Dan puji syukur, belum sampai umur 35 tahun kami sudah punya jaminan hari tua serta kesehatan, dengan jumlah uang pensiun sudah kami ketahui. Oh, PNS (Pegawai Negeri Sipil) ya? Bukan, kami bukan PNS, kami adalah orang yang menata masa depan sejak dini dan selalu berusaha keras menggapai impian dan cita-cita kami.

4. Peduli Dengan Hewan/ Binatang

Peduli dengan hewan ini adalah hal baru dalam hidup saya. Dulu-dulu rasa kepedulian ini cuma sedikit, memandang hewan, ya hewan. Kalau sekarang setelah tinggal di Singapura berbeda. Kepedulian terhadap hewan bukan saja memiliki rasa empati, tapi memandang hewan adalah makluk hidup yang bernyawa dan memiliki haknya. Maksudnya gimana? Maksudnya kita tidak boleh menyakiti binatang/ hewan disekitar kita.

IMG_4439[1]
Ichi, kucing kami. Sebelumnya adalah kucing liar diblok kami kemudian kami adopsi. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Dulu saya selalu heran, kenapa banyak warga sekitar yang memberi makan kucing-kucing liar. Dan makanan yang diberikan adalah makanan kering, atau makanan basah khusus untuk kucing. Mereka rela merogok uang untuk membeli makanan-makanan kucing tersebut untuk kemudian diberikan pada kucing-kucing liar disekitar. Lama-lama saya jadi paham bahwa kita harus peduli dan berempati pada hewan. Dari situ saya jadi ikut memberi makan kucing liar di blok kami tinggal. Tidak punya kucing, tapi selalu membeli makanan kucing setiap saat. Sampai akhirnya satu diantara kucing liar yang saya beri makan, saya adopsi. Dan sekarang sudah masuk tahun ke-lima si kucing bersama kami, dan kami beri nama Ichi. Ichi artinya satu dalam bahasa Jepang. Kalau ada yang bilang bahwa punya kucing adalah hobi, oh buat saya punya kucing bukanlah hobi, lucu-lucuan, atau kesukaan. Buat saya dan suami punya kucing adalah bentuk rasa peduli dan empati kami pada hewan. Dengan mengadopsi satu kucing liar saja, itu artinya kita menyelamatkan hewan tersebut.

5. Berkarya Sekecil Apapun Itu

Di Singapura, banyak saya temui ibu rumahtangga memiliki kegiatan sampingan. Yang bisa main piano, membuka les piano dirumah, yang suka tanaman bunga, budidaya bunga dirumah untuk kemudian dijual, yang bisa nyalon, buka salon dirumah, ada yang nge-blog, membuat video, ada yang jualan online, dan rasa-rasanya banyak sekali yang berjualan online. Macam-macam kan aktifitas ibu rumahtangga di Singapura. Tidak ada sekalipun saya menemui ibu rumahtangga yang suka ngerumpi, ngerujak siang-siang, apalagi haha hihi chit chat, tidak, tidak pernah menemui ibu rumahtangga yang seperti itu di Singapura.

IMG_E4466[1]
Salah satu Hair Clip hasil design penulis. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Ibu rumahtangga di Singapura sibuk semua, pagi mengantar anak sekolah (bagi yang sudah punya anak), pulangnya kepasar, masak, laundry, dan bersih-bersih rumah. Patut untuk diketahui, bersih-bersih rumah bukan cuma sekedar sapu lantai dan cuci piring lhoo. Namanya membersihkan rumah bagi ibu rumahtangga di Singapura setiap harinya ya mengepel, vacuum, melap semua surface dirumah, menata barang dirumah, sampai semua bagian rumah rapi dan bersih. Percayalah, jam 5 sore belum selesai semua pekerjaan rumah itu. Tetapi meski sibuk dengan pekerjaan rumah, ibu rumahtangga di Singapura punya aktifitas pekerjaan lain, seperti yang sudah saya sebutkan diatas.

IMG_E4557[1]
Salah satu cat collars hasil design penulis. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Lantas dapat pelajaran apa untuk saya? Sekecil apapun itu kita harus terus berkarya. Bagaimana dengan saya? Saya sendiri berkebun di corridor. Blog tentang berkebun saya bisa dilihat disini https://acikmdy-garden.blogspot.com/ Selain berkebun, saya sudah mulai membangun bisnis sejak 2017, link toko saya di Etsy https://www.etsy.com/shop/ichikraft Sejak tahun 2016 saya mulai mengikuti kelas online dari Universitas di Amerika seperti Harvard University dan University of California, Berkeley. Di tahun 2018 berhasil menyelesaikan program study dari universitas di Australia yaitu Micromaster dari Curtin University. Dan masih akan terus sekolah, belajar, berkarya, dan menolong sesama. Selain itu saya masih suka menulis jika punya waktu. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan berkarya sekecil apapun itu.


Ichikraft YouTube Channel, visit and subscribe! Video creator, designer, and business owner: Acik Mardhiyanti, Video Editor RDZ - Hasil karya saya ditahun 2019



Ichikraft YouTube channel - Video creator, designer, business owner: Acik Mardhiyanti / Acik Mdy - Video editor: Rdz


Ichikraft YouTube channel - Video creator, content creator, designer, business owner: Acik Mardhiyanti / Acik Mdy


6. Mandiri

Dulu kenalan baik kami ditempat lama adalah pasangan suami-istri dimana 2 anaknya sudah menikah. Waktu itu sang suami/ si bapak sudah hampir pensium, sementara sang istri memutuskan menjadi ibu rumahtangga setelah menikah. Anaknya yang sudah menikah dianjurkan untuk mandiri, keluar dari rumah orangtua, membeli/ menyewa flat sendiri serta mengurus anaknya sendiri. Kenalan kami ini tidak mau dititipi cucu. Si bapak ini berkata pada saya, “kalau sudah menikah harus mandiri dan bertanggungjawab pada keluarganya sendiri jangan tergantung pada keluarga dan orangtua. Kalau punya anak ya harus diurus sendiri, jangan merepotkan orangtua untuk mengasuh anak." Karena setiap minggu sering ketemu ditaman dan mengobrol, kami banyak belajar dari mereka tentang bagaimana kita menjalankan kehidupan dengan menjadi orang yang selalu mandiri dalam segala hal, dan apa-apa harus sendiri. Sampai dihari tua nanti juga harus mandiri tidak boleh tergantung dengan anak apalagi sampai meminta jatah uang tiap bulan pada anak.

Saya suka ketawa kalau ada kawan di Indonesia yang mengira saya ini punya pembantu. Mengapa? Tinggal diluar negeri harus mandiri, apa-apa harus bisa mengerjakan sendiri. Kami tidak kepikiran untuk punya pembantu dirumah, meski akhir-akhir ini saya dirumah sering kelelahan karena selain mengurus rumah saya juga harus mengurus “kebun”, study jika sedang mengikuti kelas, menulis, dan mengurus usaha. Dimana mengurus usaha ini apa-apa dikerjakan sendiri, mulai dari design, proses pembuatan, marketing, photography, video creator, packaging, shipment etc...semua diurus sendiri. Ya, suami membantu hanya kalau ada waktu. Semuanya itu dikerjakan sendiri. Ya, mungkin jika suatu saat benar-benar sibuk sekali, mungkin kami akan memanggil jasa cleaner (jasa membersihan rumah dengan hitungan per jam). Tapi, sebisa mungkin semua dikerjakan sendiri. Tidak tergantung pada pembantu, apalagi keluarga.

Dan puji syukur sejak awal setelah menikah, kami mandiri tidak pernah sekalipun tergantung pada orang lain apalagi orangtua maupun keluarga, TIDAK. Apalagi saya, belum genap 17 tahun sudah keluar dari rumah orangtua untuk sekolah dan menata masa depan. Setelah lulus S1 sudah tidak mau lagi diberi dan dikirimi uang oleh bapak saya. Setelah bapak saya meninggalpun, sepeserpun saya tidak pernah menggunakan uang atau benda warisan dari bapak saya, TIDAK. Kami bersyukur telah menjadi orang dewasa yang mandiri. Dan selalu bersyukur dengan orang-orang disekitar, tetangga serta kenalan kami yang bisa menjadi contoh teladan dalam hidup kami. Terimakasih.

7. Kebiasaan Hidup Sehat

Jujur saja, sebelum pindah dan menetap di Singapura, sewaktu tinggal di Jakarta saya tidak pernah memikirkan masalah makanan ini sehat kah, makanan itu kurang sehat kah, dan lain sebagainya. Setiap bulan belanja ya belanja saja tanpa memikirkan minyak goreng ini baik tidak untuk kesehatan, beras, gula, minuman, dan lainnya.

Di Singapura, hanya minyak goreng saja pilihannya beragam, ada minyak goreng canola, sunflower, minyak biji-bijian dan lain sebagainya. Gula pilihannya juga banyak, selain gula pasir biasa yang terbuat dari tebu, ada gula stevia, gula yang terbuat dari buah juga ada. Beragam minuman sehat serta rendah kalori selalu ditawarkan, seperti jus buah, susu, teh, dan kopi, semua ditawarkan dengan rendah gula dan kalori. Dan ini menjadi hal baru dalam hidup saya, karena harus berpikir keras mana yang lebih bagus dan sehat, serta memilih mana yang lebih baik. Jadi, kami membeli bahan-bahan makanan bukan karena korban iklan di TV, tetapi kami memilih sendiri.

IMG_3209[1]
Salah satu menu kami dirumah, ikan goreng dengan butter, miso soup, nasi okome (Japanese white rice) dengan furikake, ada sedikit kerupuk, dan apel. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Jadi, kebiasaan hidup orang-orang Singapura dalam memilih makanan dan bahan makanan ini berpengaruh positif pada kebiasaan hidup kami untuk menjadi orang yang peduli akan makanan apa yang akan kita makan, bukan cuma asal makan. Boleh percaya atau tidak, setelah pindah ke Singapura saya jarang sekali terkena sakit flu/ batuk-pilek, dalam setahun belum tentu terkena flu, jadi tidak pernah sakit flu dan batuk selama setahun? Tidak. Saya itu kena flu dan batuk ketika berkunjung ke Indonesia. Boleh percaya, boleh tidak ya. Tapi itulah kenyataannya. Buat saya makanan sangat berpengaruh, termasuk lingkungan juga. 

IMG_3214[1]
Salah satu menu soup (green peas, tomato, carrot, cabbage, spring union, dll) kesukaan kami dirumah. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Makan buah, sayur, dan ikan atau daging, sudah menjadi kebiasaan atau gaya hidup. Dan untuk saya daging dilewati karena saya tidak suka makan daging. Vegetarian? Bukan. Ya tidak suka saja makan daging dan bisa mual dan muntah. Untuk gula, sudah sejak lama (sejak pindah Singapura) sudah tidak pernah lagi membeli gula. Jadi saya masak dirumah tidak pernah menggunakan gula dalam masakan apapun. Jikalau iya membeli gula, kami membeli gula stevia, inipun jarang beli. Blog resep-resep masakan saya bisa dilihat disini https://acikmdy-recipe.blogspot.com

IMG_2666[1]
Salah menu favorite kami dirumah, baked salmon, asparagus, lettuce, broccoli, tomato, dan baked sausage, dengan saus soyu, Japanese dressing. Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

Selain hal-hal diatas tentu masih ada banyak hal yang bisa kami pelajari selama tinggal di Singapura. Bila mau ditulis semua bisa menjadi novel. Karena ada banyak sekali, seperti misalnya disiplin dalam hidup, kebiasaan teratur dan mengantri dimanapun, menghargai waktu dengan melakukan hal bermanfaat dan berguna, menjadi orang terbuka, dan lain sebagainya.

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Video creator, designer, business owner: Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Video editor: Rdz
  • Do not copy this article without permissions
  • Do not reuse these photographs without permissions

No comments:

Post a Comment

After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...