COVID-19: Bagaimana Kondisi Singapura Terkini Setelah Coronavirus Menjadi Pandemi?

Tidak terasa saat ini sudah dipenghujung bulan Mei 2020 ya. Dan tidak terasa juga sekarang ini sudah 4 bulanan sejak case coronavirus pertama di Singapura dikonfirmasi. Lantas bagaimana sih konsidi di Singapura sekarang ini, apalagi setelah bulan Maret lalu WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa Coronavirus sudah masuk level pandemi. Heh, apa itu pandemi? Saya/ penulis nanti akan jelaskan sedikit apa itu pandemi, serta bagaimana situasi dan kondisi di Singapura setelah kurang lebih 4 bulanan fight against Coronavirus atau COVID-19.

Pertama saya akan menjelaskan sedikit untuk kata pandemic atau orang Indonesia bilang pandemi. Tetapi, sebelum mengetahui lebih lanjut apa itu pandemic, kita harus tahu dulu apa itu epidemic. Epidemic itu sendiri bisa diartikan penyebaran disease yang begitu cepat pada sejumlah orang dalam sebuah populasi tertentu dalam waktu singkat. Dalam tulisan ini jelas yang dibicarakan adalah virus Wuhan atau lebih dikenal dengan Coronavirus atau COVID-19. Dimana asal penyakit (disease) ini dari Wuhan - China dan menjangkiti orang di Wuhan. Nah sekarang apa itu pandemic? Pandemic ini merupakan penyakit (disease) epidemic tadi yang menyebar melintasi wilayah luas, misalnya kebeberapa benua atau bahkan keseluruh dunia. Dan inilah yang terjadi dengan Coronavirus saat ini yaitu statusnya sudah pandemic, sudah menyebar luas tidak hanya kenegara Asia, and ASEAN, tetapi sudah kebenua Eropa, Australia, bahkan ke Amerika. Dan WHO sudah mendeklasikan bahwa COVID-19 adalah berstatus pandemic.

Dengan status COVID-19 menjadi pandemic, bagaimana situasi dan kondisi di Singapura? Sejak dideklarasikannya bahwa COVID-19 berstatus pandemi oleh WHO, yaitu 12 Maret 2020, reaksi warga di Singapura biasa saja, dan tidak terjadi kejadian luar biasa/ diluar kebiasaan. Toko-toko, pusat-pusat perbelanjaan atau mall, supermarket-supermarket, pasar, hawker (warung-warung makan) tetap buka dan warga tetap beraktifitas seperti biasa dengan melakukan langkah-langkah pencegahan seperti tidak kumpul-kumpul, kalau saya ekstra bersih-bersih rumah dll..Baca disini link-nya bagaimana usaha penulis membersihkan rumah saat pandemi https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/03/ini-senjata-seorang-ibu-rumahtangga.html  Saat saya dan suami berbelanja ke hypermarket terdekat, keadaan disana biasa saja, orang-orang berbelanja normal. Kami belanja kepasar juga masih normal seperti biasa keadaannya. Nah, hal yang luar biasa itu adalah ketika negara tetangga, Malaysia, memberlakukan lockdown, dimana terjadi panic buying versi ke-2 di Singapura oleh sebagian warga. Padahal ketika dinyatakan pandemi oleh WHO tidak terjadi hal demikian, tapi kenapa terjadi panic buying ketika Malaysia lockdown? Nampaknya sebagian warga di Singapura takut kehabisan bahan makanan ketika Malaysia lockdown karena sebagian besar bahan makanan di Singapura adalah import, terutama sayur-mayur segar kebanyakan didatangkan dari Malaysia meski ada sayur-mayur yang didatangkan dari China, Thailand, Vietnam, India, Australia, Amerika, Jepang, Korea, New Zealand, dan lain-lain. Namun setelah ada penjelasan dari pemerintah bahwa kita punya cukup stock bahan makanan, dan kegiatan import terus berlanjut yaitu pengiriman bahan makanan seperti sayur-mayur dari Malaysia, warga pun sudah tidak panic buying lagi. Selain itu tidak jemu-jemu pemerintah memberi penjelasan atau berupa pesan-pesan singkat lewat media misal Televisi, bahwa kita tidak perlu panic buying atau menguras rak-rak disupermarket karena import bahan makanan berasal dari banyak negara, misal telur bisa dari Australia., daging ayam dari Brazil, dll... Warga pun dianjurkan untuk tidak risau perihal bahan makanan karena di Singapura punya produk lokal juga seperti telur, dan mie. Anjuran pemerintah kalau menurut saya ya memang benar bahwa kita/ warga di Singapura tidak perlu panik apalagi berlebihan sampai memborong semua bahan makanan dirak-rak supermarket, karena kalau saya perhatikan selama 8 tahun tinggal di Singapura, bahan pangan di Singapura asal import-nya berasal dari banyak negara. Misal yang pernah saya beli, bawang merah kadang dari Indonesia, kadang dari India, kadang produk lokal alias produk Singapura sendiri. Segala macam sayur-mayur asal import-nya juga beragam, ada Malaysia, Thailand, Vietnam, Cina, Australia, Indonesia, USA, Korea, Jepang, dan lain-lain... Sementara buah di import dari banyak negara, misal ada jeruk dari Turki, pakistan, China, USA, Korea, buah anggur di import dari Australia, Afrika Selatan, USA, Korea dll... buah Apel di import dari USA kebanyakan meskipun ada apel import dari Jepang juga korea. Sementara bahan pangan lain asal import-nya berasal dari banyak negara, kalau dilihat-lihat bahan makanan dari hampir semua negara didunia ada disupermarket di Singapura. Jadi, seharusnya warga di Singapura tidak perlu panic buying. Tetapi kenyataannya masih saja banyak warga yang menguras supermarket. Bahan makanan yang dibeli adalah beras, minyak goreng, makanan-makanan kaleng, pasta, biskuit-biskuit, dll... Panic buying dan menimbun lagi? Nampaknya masih ada sebagian warga yang tidak mendengarkan nasihat pemerintah πŸ˜’oleh karenanya ada aturan baik disupermarket maupun toko groceries online bahwa paper products hanya boleh beli 2 pack saja, beras 2 pack, noodle juga dua pack, sementara pembelian sayur-mayur dan dairy products hanya boleh sampai $30 saja. Dan untuk saat ini stock di hypermarket mulai normal kalau penulis bilang, karena belanja online sudah bisa normal dimana stock products untuk yang belanja online normal dan pengiriman/ delivery-nya juga sudah normal. Kemarin-kemarin kami kesulitan belanja online karena banyak barang yang out of stock ditambah lagi delivery susah (belanja hari ini baru dikirim minggu depan), malah bisa saja dikirim 2 atau 3 minggu kemudian. Itulah mengapa penulis dalam waktu kurang lebih 3 bulanan kalau belanja bulanan harus mendatangi hypermarket alias belanja konvensional (datang langsung ke store). 

Hingga 23 April 2020, nampaknya panic buying dan hoarding masih terus berlangsung hampir tiap minggu itu pasti ada hari dimana para hoarder belanja. Yup, setiap kali Perdana Menteri memberikan pidato, bahkan beberapa jam sebelum Perdana Menteri pidato, supermarket sudah mulai penuh orang dan banyak orang hoarding alias penguras bahan makanan. Sampai-sampai bahan makanan Japanese yang biasanya tidak pernah disentuh sampai kosong, soba-soba, sauce-nya, miso paste, dashi, ramen-ramen-an dll. Bahkan bumbu-bumbu jadi alias powder, tadinya tidak pernah sampai kosong, sekarang-sekarang ini untuk beli garlic powder saja sulit, pasta pun kemarin-kemarin ikutan kosong karena sekarang ini banyak orang menimbun pasta. Padahal Perdana Menteri sering memberi Pidato, juga beberapa menteri seperti menteri kesehatan, menteri perdagangan. Mau apapun itu isi pidato atau isi konferensi para menteri, para hoarder tidak peduli. Sudah dibilang tidak perlu panik apalagi menimbun bahan makanan, tapi nampaknya masih ada saja yang hoarding 😠 Saya jadi kasian bila ada orang-orang tua atau mungkin orang cacat yang ingin berbelanja tapi ternyata barang yang hendak dibeli kosong, padahal mungkin hendak beli tepung terigu, beras. Yang tidak disentuh oleh para hoarder itu sayuran organik, sayuran dari USA, dan Australia karena sayur-sayuran dari USA, Australia, dan sayuran organik harganya bisa berlipat-lipat. Tapi sebenarnya untuk kebutuhan sayuran kalau belanja dipasar stock masih cukup banyak karena biasa yang paling gampang diserbu para hoarder itu supermarket bukan pasar maupun minimart. Bahan kebutuhan dasar seperti minyak goreng, paper products, makanan kaleng, tepung terigu, bahan pangan ini untuk di minimart selalu ada stock, misal tepung beras di hypermarket kosong di minimart malah punya stock banyak. Nah, selama masa pandemi ini penulis mempunyai kebiasaan baru dimana harus belanja pagi buta jam 5 pagi atau tengah malam. Kenapa? Karena tengah malam itulah hypermarket terdekat menyetok ulang barang-barang. Jadi kalau ingin mendapatkan sayur-mayur yang saya inginkan ya saya harus belanja pagi buta atau tengah malam. Selain itu untuk menhindari keramaian orang karena jam 8 pagi hypermarket mulai ramai, orang-orang mulai belanja. Kenapa kok setiap hari hypermarket ramai terus? Jawabannya adalah karena masa-masa pandemi ini banyak orang masak sendiri dirumah. Boleh dikatakan warga Singapura itu suka dinning out alias makan keluar setiap harinya, tapi dikarenakan krisis virus ini mereka jadi masak sendiri dirumah. Kenapa masak sendiri dirumah kan delivery masih bisa? Nampaknya ada ketakutan tersendiri kalau beli makan diluar nanti terkontaminasi, bersih atau tidaknya. Dan untuk belanja ke pasar, selama pandemi ini penulis memilih ke hypermarket karena menghemat tenaga dan waktu. Dan beberapa kebutuhan bulanan cukup beli di minimart blok sebelah. Yup, selama pandemi kami cuma keluar untuk belanja saja, jadi sekali keluar seminggu sekali langsung beli kebutuhan makanan dan sayuran untuk seminggu itu. Selain itu kami tidak ada aktifitas diluar rumah, sampai tanaman dan bunga-bunga didepan rumah tidak terurus bahkan mati. 

Untuk hal pekerjaan, pemerintah Singapura sudah menganjurkan untuk bekerja dirumah. Meskipun tanggal 1 Juni nanti Circuit breaker akan berakhir dan boleh kembali kekantor, tetap pemerintah memberi nasihat untuk bekerja dari rumah. Untuk suami penulis, sejak hari senin (23 Maret 2020) sudah full time bekerja dari rumah. Baca disini artikel terkait https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/03/bekerja-dari-rumah-itu-seperti-apa-sih.html Diperusahaan suami penulis, karena perusahaannya asal dari Amerika, jadi aturan ya mengikuti dari pusat. Dan saya bersyukur sih, karena dalam masa-masa seperti ini lebih baik memang bekerja dari rumah dari pada harus travel kekantor.  Pada awalnya atau sebelum circuit breaker diberlakukan tidak semua pekerja bekerja dirumahkarena masih tergantung bagaimana kebijakan perusahaan masing-masing untuk mengimplementasikan social distancing, misal ada perusahaan yang mengimplementasikannya dengan cara mengantur tempat duduk pekerjanya secara berjauhan yaitu paling tidak 1 meter antara satu dengan yang lain. Namun setelah minggu awal April 2020 diberlakukan Circuit breaker, semua harus bekerja dirumah. Dan setelah circuit breaker berakhir tanggal 1 Juni nanti orang-orang boleh kembali bekerja masuk kantor tapi tidak semua kembali masuk kantor, bagi yang masuk kantor kembali tentu saja masih dengan ketat memberlakukan aturan pencegahan, misal pakai masker, disinfektan, cek temperatur ketika masuk gedung, dan safe distancing. Untuk suami penulis masih akan bekerja dari rumah kemungkinan sampai bulan November 2020.

Sejak diberlakukannya Circuit breaker, bisnis-bisnis yang bukan termasuk essential harus tutup. Dan puji syukur seperti suami penulis karena pekerjaan-nya IT perusahaannya masih tetap buka tetapi bekerja dari rumah. Tentang gaji pun tidak ada pengurangan hanya kenaikan gaji ditunda saja. Karena dalam masa pandemi seperti sekarang memang banyak yang kehilangan pekerjaan, misal ada salah satu restauran di Marina Bay Sand yang merumahkan pekerjanya. Ini hanya satu restauran, padahal restauran besar, belum lagi pekerja di restoran kecil, dibidang perhotelan, bidang penerbangan dll... Untuk masalah ini pemerintah pun memberikan solusi-solusi misalnya pekerja penerbangan dari Singapore Airline, ada yang dialihkan untuk membantu rumah sakit-rumah sakit. Kemudian dari Kementerian Tenaga Kerja Singapura memberikan courses bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, misal kursus analis data untuk kemudian diperkerjakan di Kementerian tersebut. Dan memang di Singapura ada namanya kursus-kursus yang dibuka oleh pemerintah yaitu Skill Future dimana setiap warga Singapura diberi sejumlah uang untuk dipakai di program Skill Future ini, artinya ya sekolah gratis. Program Skill Future ini dibuka bagi mereka yang ingin meningkatkan kemampuan serta keterampilan dibidangnya, atau bagi mereka yang ingin switch job, atau bagi mereka yang sudah pensiun namun masih ingin kembali kedunia kerja. Yup, pemerintah Singapura selalu meng-edukasi warga-nya untuk mau terus belajar, baik belajar hal baru maupun memperdalam kemampuan/ keterampilan, dan ini tidak pandang umur sekalipun sudah pensiun banyak warga Singapura yang mengambil kursus Skill Future ini. Maka jangan heran di Singapura banyak orang sudah pensiun tapi malah tetap ingin bekerja. Dan untuk saat ini meskipun dalam masa krisis yaitu pandemi coronavirus buanyak sekali lowongan-lowongan pekerjaan yang dibuka dibidang ekonomi/ finance, IT, engineering. Dan tentu saja lowongan itu memerlukan keahlian tertentu, atau degree tertentu. Jadi misalnya ada yang kehilangan pekerjaan, mereka bisa melamar kerja meskipun dalam masa pandemi asalkan punya keahlian dan tentu saja degree. Bila ingin dilihat lebih dalam, inilah pentingnya kita menimba ilmu/ sekolah dan harus mau untuk terus belajar, belajar hal baru terutamanya meskipun sudah punya zona hidup nyaman dan pekerjaan nyaman. Dalam masa krisis seperti ini terasa sekali manfaatnya terutama dalam hal pekerjaan, karena namanya krisis tidak kenal waktu dan tempat, tiba-tiba saja terjadi. Karena kita tidak tahu masa depan seperti apa, ada baiknya kita mempersiapkan diri sebaik-baiknya, benar tidak? Maka dalam masa krisis seperti ini ada yang tadinya usaha/ bisnis bridal tetapi kemudian ia melakukan diversifikasi dengan membuka usaha lain misal kosmetik tutorial, ada sopir taksi yang kemudian juga menjadi taksi delivery groceries, makanan, dll, ada bisnis makanan yang tadinya konvensional kemudian beralih kedigital, dalam masa krisis ternyata malah bisa membuka peluang lain. Kebiasaan konsumen berubah, jadi bisnis-pun harus berubah. Itu dalam segi dunia bisnis dalam masa pandemi. Dan bisnis-bisnis makanan (hawker- hawker) di Singapura, yang mau beralih ke digital mendapat support dari pemerintah. Dan penulis lihat ada yang tadinya berjualan makanan di hawker, sekarang malah buka toko buah-buahan yang saya lihat lumayan laris dimasa pandemi. Kalau masih berjualan makanan di hawker, jelas pendapatan berkurang banyak atau bahkan tidak ada pendapatan sama sekali karena saat ini banyak orang lebih memilih masak sendiri dirumah. Nah kalau buah, orang -orang setiap hari ya tetap beli buah-buahan. Saya salut dengan orang-orang seperti ini di Singapura, tidak banyak mengeluh sedikit-sedikit complain ini itu, tapi justru mereka berusaha dan mencari solusi. Dan saya juga jadi banyak belajar dari mereka ini.

Bantuan untuk warga pun tak segan-segan diulurkan pemerintah Singapura. Untuk warga lokal atau Singaporeans, dan PR's bisa mengambil SGD 500. Bantuan ini diberikan untuk warga yang terganggu penghasilan rumahtangganya karena pandemi COVID-19. Kemudian ada tambahan SGD 600 untuk tiap-tiap orang dewasa, dan ini hanya untuk Singaporeans. Kalau ada anak dan punya orang tua yang harus diurus, jumlah bantuan uang ini akan bertambah dan bertambah lagi. Kemudian orang-orang yang self-employee atau punya bisnis sendiri, pengajar tari misalnya bila keuangannya terganggu maka bisa mengambil bantuan dari pemerintah. Selain itu bisnis-bisnis makanan seperti hawkers (warung-warung makan) yang mau beralih kedigital akan di-support pemerintah. Kemudian untuk taksi-taksi, karena masa pandemi seperti sekarang sepi penumpang karena orang pada kerja dirumah, orang-orang tidak keluar rumah, mereka bisa beralih menjadi menjadi taksi yang membantu orang belanja/ membelanjakan orang dan pengantar makanan, beralih ke delivery, serta bisa sign up menjadi taksi  khusus untuk membawa pasien yang terinfeksi coronavirus (tentu saja para sopir taksi khusus ini diberi kursus oleh pemerintah tentang tata cara memakai baju pelindung, masker, disinfektan taksi dll). Selain itu ada namanya bantuan pembayaran tagihan bulanan (listrik, air, dan gas) yaitu sebesar $ 100 tiap-tiap rumahtangga yang paling tidak ada satu orang Singaporean dalam rumahtangga itu. Ada juga pembagian masker dari pemerintah, bisa dibaca link-nya disini https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/02/pemerintah-singapura-membagikan-masker.html  dan ini pembagian masker ke-2  https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/04/pemerintah-membagikan-masker-untuk-ke-2.html dan pembagian masker ke-3 kali ini warga bisa mengambil di counter RC dan CCs jam 10 pagi sampai jam 6 sore (mulai tanggal 26 Mei - 1 Juni) atau pun di vending machine di CCs selama 24 jam (26 Mei - 14 Juni)Ya banyak sekali paket bantuan pemerintah Singapura untuk menyokong kehidupan warga dalam masa-masa krisis. Untuk bantuan bahan makanan juga banyak diberikan pada warga yang membutuhkan/ berkekurangan, tidak hanya lembaga pemerintah, banyak oraganisasi sosial yang bergerak cepat memberikan bantuan kebutuhan bahan makanan ini. Bahkan sampai orang pribadi memberi bantuan dengan cara mereka sendiri misal ada penjual makanan di hawker yang malah tetap buka warung makan-nya setiap hari (padahal tidak ada pembelinya), masak setiap hari untuk kemudian makanan-nya dibagikan pada siapa saja yang mau atau membutuhkan. Tidak ada penghasilan bagaimana penjual di hawker ini tetap bisa masak tiap hari? Jawaban-nya adalah mereka membuka donasi, uang dari hasil donasi-lah yang digunakan untuk membeli bahan makanan kemudian dimasak setiap hari dan diberikan pada mereka yang membutuhkan.

Untuk sekolah-sekolah bagaimana, sekolah ditutup dan anak-anak belajar dari rumah, atau bagaimana? Di Singapura untuk saat ini sekolah masih ditutup dan anak-anak belajar dari rumah / full home-based learning sejak 8 April 2020. Kemudian untuk kindergatens, pre-schools, student care centers masih tetap melayani secara terbatas hanya untuk anak-anak yang orangtua-nya bekerja di essential services. Untuk ujian tengah semester di-cancelled. Sementara ujuan national atau National examinations tetap akan berjalan sesuai yang sudah direncanakan. Selain itu dari Kementerian pendidikan meminjamkan digital devices untuk anak-anak yang tidak punya dirumah. Tentu saja itu semua demi kelancaran home-based learning. Rencananya setelah circuit breaker berakhir tanggal 1 Juni, sekolah akan mulai buka tetapi dibagi-bagi secara bertahap dan tentu saja dengan masih memberlakukan langkah-langkah pencegahan, misal satu siswa satu tempat duduk dengan jarak berjauhan 1 m kurang lebih dari yang lain, disinfektan meja sebelum belajar dikelas dll..., Dan untuk mempersiapkan pembukaan kembali sekolah ini, pemerintah Singapura melakukan tes COVID 19 pada staff serta guru-guru sekolah. Dan secara keseluruhan, secara bertahap pemerintah Singapura akan melakukan tes COVID-19 untuk semua warga.

Sementara perkembangan kasus Coronavirus di Singapura mulai bulan Maret meningkat mengingat pemerintah Singapura recall atau memanggil pulang warga Singapura yang berada diluar negeri, karena banyak sekali yang sekolah keluar negeri seperti Eropa dan Amerika. Jadi dibulan Maret jumlah kasus baru lebih dari separohnya adalah imported cases, kurang lebih 80% -nya adalah imported cases. Memasuki bulan April jumlah yang terinfeksi COVID-19 naik tajam yaitu diangka 1.000-an kasus per harinya, yaitu para pekerja migrant yang tinggal diasrama. Yup, benar sekali, jumlah pekerja migrant asal Banglades dan India yang tinggal diasrama itu banyak sekali dimana mereka ini kebanyakan bekerja dibidang konstruksi, juga petugas kebersihan.  Sampai tulisan ini di publish kasusnya masih banyak ada diasrama pekerja migrant ini. Kalau tidak salah informasi dari pemerintah kasus di asrama ini adalah pecahan kasus dari Mustafa yang ada di Little India, seperti yang sudah kita ketahui para pekerja migrant ini tiap akhir pekan suka kumpul-kumpul di Little India. Sejak saat itu (kasus banyak di pekerja migrant) pemerintah Singapura berusaha untuk meng-contain penyebaran virus di asrama ini dengan cara memecah-mecah penghuni asrama, jadi mereka dibagi-bagi dalam kelompok kecil dan dipecah untuk tinggal dibeberapa tempat yang sudah disediakan pemerintah Singapura. Dan mereka dipastikan untuk tetap digaji dan diberi akomodasi. Pemberian akomodasi tempat tinggal dll ini juga diberikan untuk orang yang tidak punya tempat tinggal atau gelandangan. Kenapa para gelandangan ini diperhatikan juga? Karena kalau sampai mereka terinfeksi COVID-19 itu bisa menginfeksi community / menyebar kewarga. Oleh karenanya hal penting untuk diperhatikan dalam masa pandemi adalah mengurus para gelandangan ini, diberi tempat tinggal agar tidak keluyuran diluar, serta bisa diawasi juga. Karena masa sekarang terutama sejak pemberlakuan partial lockdown atau disebut circuit breaker (sejak April lalu) adalah masa dimana orang harus dirumah tidak boleh keluar-keluar, kecuali membeli bahan makanan atau obat. Sementara untuk case diluar asrama pekerja migrant, kasus di community jumlahnya kecil sekali yaitu hanya satu digit. Per tanggal 24 Mei, jumlah kasus baru ada 548, dimana 544 adalah pekerja migrant yang tinggal di asrama, dan 3 kasus adalah Singaporeans/ PRs dan 1 Work Permit holder.  Totak cases 31,616 dimana total discharged atau sudah sembuh ada 14,876 dimana hingga kini jumlah korban meninggal ada 23 dan saat ini aktif cases jumlahnya ada 16,717 per 24 Mei. Mungkin banyak orang diluar Singapura bilang kalau di Singapura kasus-nya tertinggi di Asia Tenggara, tapi penting untuk digaris bawahi bahwa situasi di Singapura undercontrol, pemerintah Singapura bisa meng-contain penyebaran virus. Jadi, saya pribadi sebagai orang yang berdomisili di Singapura, kami tahu asal atau dari mana tempat yang terinfeksi (contact tracing-nya bagus), jadi kami sebenarnya tidak merasa khawatir karena tahu informasinya dan harus bagaimana menyikapinya, dan terutama tetap harus melakukan langkah-langkah pencegahan. Membicarakan contact tracing, warga di Singapura menggunakan aplikasi dari pemerintah yaitu safeEntry check in, aplikasi ini dipakai oleh warga untuk check in bila kita memasuki supermarket, toko pet, dan mall misalnya, bahkan naik taksi pun ada check in ini. Fungsinya apa, dengan adanya safeEntry check in bila ada orang yang terinfeksi, itu bisa di track si orang ini pergi kemana saja. Dengan begitu penyebaran virus bisa di contain. Yup, saya percaya dan confident dengan pemerintah Singapura.

Untuk circuit breaker, atau kalau orang diluar bilang partial lockdown, ini berakhir 1 Juni 2020. Kita wajib untuk stay at home alias dirumah saja saat pemberlakuan circuit breaker. Keluar rumah hanya untuk membeli bahan makanan atau essential. Kalau keluar rumah wajib pakai masker dan self-distancing, kalau tidak bakal kena denda $ 300 Nah kalau melanggar Stay-Home Notice bisa dipenjara 6 bulan dan denda $ 10,000  Dibeberapa pasar yaitu pasar besar seperti pasar Geylang Serai, Chong Pang Market, Marsiling, dan Pasar Jurong West, kalau mau berbelanja kepasar ini kita harus menujukkan IC untuk masuk belanja kepasar tersebut. Punya nomer belakang IC / KTP genap maka belanja ditanggal genap, kalau nomer IC belakangnya ganjil maka belanja ditanggal ganjil. Untuk saya sendiri, sejak adanya kasus pertama COVID-19 di Singapura 23 Januari 2020 lalu, saya sudah mulai belanja seminggu sekali yaitu ke supermarket membeli bahan makanan dan kebutuhan lain dan beberapa kebutuhan cukup beli di minimart terdekat, padahal sebelumnya sering ke pasar untuk membeli sayuran dan buah segar. Sempat dua atau 3 kali belanja kepasar. Kenapa ke supermarket? Karena untuk mengurangi aktifitas keluar rumah dan menghindari jam-jam ramai. Yup, saya punya kebiasaan baru yaitu belanja ke supermarket dijam tengah malam atau pagi buta jam 5 pagi. Dijam tengah malam dan pagi buta hanya supermarket yang buka, pasar buka pagi sampai tengah hari. Jadi ya saya lebih memilih ke supermarket seminggu sekali untuk mengurangi kontak dengan orang-orang. Tapi nampaknya di jam pagi buta ini ternyata banyak juga yang berbelanja tapi tentu saja tidak seramai jam normal. Selain itu, belanja pagi buta untuk menghindari para hoarder yang biasanya belanja jelang sore. 

Kami bersyukur, dimasa-masa krisis seperti sekarang kami berdomisili di Singapura. Kenapa? Karena di Singapura itu warganya sadar diri dan mengikuti arahan pemerintah. Misal para tetangga kami disini tidak ada yang keluar rumah kecuali belanja makanan, kami dengan tetangga kalau menyapa hanya melambai tangan dari kejauhan (practise social distancing), dan meskipun cuma mau nyiram bunga kami tetap pakai masker. Dan saya salut dengan warga muslim di Singapura, kenapa? Karena warga muslim Singapura memahami kenapa tempat ibadah masjid ditutup, jadi terawih dirumah, sholat ied dirumah saja, tidak ada kunjung-mengunjungi sanak saudara di hari raya, termasuk mengunjungi orangtua, tidak ada, hari raya tetap dirumah saja. Tidak complains tapi mencari solusi, misal saat buka puasa ya tetap buka puasa bersama dengan cara video call dengan semua keluarga. Yup, sejak hari pertama puasa begitu, yang biasa buka puasa bersama keluarga, teman, atau rekan kerja, semua itu tidak ada selama masa krisis ini. Saya salut luar biasa karena tingkat pemahaman akan bahaya coronavirus ini dimengerti dengan baik oleh warga muslim di Singapura. Kenapa penulis bilang begitu? Karena 2 hari lalu ada kenalan penulis di Indonesia yang ngeyel ikut sholad ied yang diselenggarakan di masjid. Dan sikap ngeyel-nya itu luar biasa dengan berkata, "kan cuma sebentar, kan pakai masker bla bla...". Itulah tipikal kebanyakan orang Indonesia yang tidak paham situasi krisis coronavirus. Buat kami yang tinggal di Singapura kami paham betul bagaimana bahaya-nya  atau sangat menular-nya coronavirus karena di Singapura sudah pernah ada cluster / local case digereja, dimana 2 orang terinfeksi dan menular kebanyak orang dalam komuniti gereja tersebut, kemudian ada cluster/ local case disebuah tempat makan (ada acara gathering atau acara kumpul-kumpul dan makan-makan), hanya karena satu orang terinfeksi kemudian menginfeksi ada 40 orang kalau tidak salah. Di Singapura sini warga paham betul bagaimana kita ini harus punya rasa tanggungjawab kesehatan publik atau puya rasa social responsible. Kalau orang memahami apa itu social responsible pasti mereka tidak akan keluar rumah untuk sholat Ied. Di Singapura sini orang yang terinfeksi namun si orang ini tetap seperti orang sehat (karena tubuhnya bisa fight), tapi...ada tapinya, selama virus-nya masih aktif didalam tubuh orang tersebut maka bisa menular keorang lain dan orang lain malah yang sakit dan bisa saja meninggal. Karena kan nih orang tidak tahu bahwa ia terinfeksi, jadi ia bisa keluar rumah dan ketemu orang serta menulari orang lain. Oleh karenanya, seperti saya pribadi, ya kami belajar dan paham betul kenapa sih kita ini harus stay at home atau dirumah saja, tidak kumpul-kumpul dan berinteraksi dengan banyak orang, dan kami paham betul apa yang harus kita lakukan untuk langkah-langkah pencegahan memutus rantai penyebaran coronavirus, apa itu? ya itu tadi, stay at home! stop gathering (tidak kumpul-kumpul), serta meminimalisir kontak dengan orang-orang sekalipun keluarga sendiri kalau tidak tinggal satu rumah ya jangan berkunjung. To win this battle we must work together! stay at home! Bahkan nanti setelah circuit breaker berakhir 1 Juni, masih banyak yang bekerja dari rumah dan saya pun ya masih dirumah saja. Kami pribadi sejak bulan Januari 2020 lalu (sejak case pertama dikonfirmasi), saya dan suami sudah tidak pernah keluar rumah, sudah 4 bulan kami dirumah saja tidak kemana-mana. "Wah sampai kapan, bosen dirumah bla bla..." Ya harus bersabar, dan untuk bisa bersih dari coronavirus ya warga-pun harus bekerjasama bukan cuma complain terus bisanya... Do our part, play our part, stay at home, kalau bisa membantu yang lain ya bantu. 

Itulah kurang lebihnya bagaimana situasi di Singapura dalam masa pandemi. Saya pernah melihat acara khusus tentang krisis diseases di TV belum lama ini. Dari kesimpulan acara itu dan memang benar adanya bahwa bukan tenaga medis atau scientist yang bisa mencegah terjadinya epidemic, tetapi ya sikap dan kebiasaan manusia itu sendiri yang harus baik dan benar. Seperti makan yang baik dan benar (jangan makan hewan-hewan liar atau hewan eksotis yang membawa penyakit hanya alasan untuk kesehatan), makan sayur dan buah itu sehat, benar tidak? Baca disini bagaimana pentingnya makan makanan sehat setiap hari dan apa saja makanan sehat agar membantu imun sistem kita bagus https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/03/bagaimana-caranya-agar-daya-tahan-tubuh.html Dan yang pasti makan sehat itu ternyata murah. Kita pun jadi manusia harus hidup yang baik dan benar (harus jaga kebersihan diri, keluarga, rumah, dan lingkungan). Nah kalau sudah terlanjur jadi krisis seperti sekarang situasi coronavirus-nya, tentu saja hal ini jadi tugas kita bersama sebagai manusia untuk memutus rantai penyebarannya. Bagaimana caranya? Seperti yang sudah penulis sebut diatas, stay at home, practise social distancing, stop gathering, punya rasa tanggungjawab sosial dan ini penting untuk dicatat jangan banyak complain. Tidak perlu banyak protes dan mengeluh ini dan itu... misal masker mahal susah didapat atau masak harus beli masker terus-terusan, ya bikin sendiri, baca disini bagaimana membuat masker mandiri dirumah https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/04/menjahit-4-layer-masker-tanpa-keahlian.html Hansanitizer susah didapat atau mahal, atau tidak mau keluar uang terus untuk beli sanitizer ya bisa bikin sendiri dengan cara lebih hemat dari pada beli-beli, baca disini bagaimana membuat handsanitizer https://acikmdy-journey.blogspot.com/2020/02/mudahnya-membuat-hand-sanitizer-sendiri.html Berkurang pendapatan atau kehilangan pekerjaan ya saatnya harus belajar hal baru karena percayalah satu opportunity tertutup maka ada terbuka banyak opportunity yang lain. Itu yang dikatakan oleh kawan penulis yang merupakan orang Jepang. Begitu pun dengan kawan penulis yang merupakan orang Belgia, kawan saya ini berkata, "beradaptasilah dengan situasi, adaptasi kebiasaan kita selama masa krisis ini". Dalam masa-masa krisis seperti sekarang bagus lagi kalau bisa membantu yang lain, jadi volunteer atau membantu secara pribadi.

Tetap semangat menjalani hidup untuk kawan-kawan sekalian baik yang di Singapura maupun diluar Singapura. Jangan pernah hilang harapan kemudian banyak protes banyak ngomong complain  dan complain... Hidup itu tidak selalu ada pelangi setiap hari, ada kalanya badai datang. Nah, kita jangan lupa untuk tetap selalu bersyukur. "huh...gimana bersyukur wong ada coronavirus jadi gak ada pendapatan atau hilang pekerjaan...", stop jangan banyak mengeluh. Percayalah banyak orang struggle dan suffer dalam masa-masa sekarang, tapi orang-orang itu tidak banyak mengeluh tetapi justru mereka berusaha survive bahkan menemukan opportunity yang lain dimasa pandemi. Stay safe, stay vigilant, and stay strong, there is a light after the storm! 

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions




Menyelesaikan S1 Dalam Waktu 3,5 Tahun Dengan Nilai Bagus? Bagaimana Caranya?

Penulis teringin sekali menuliskan topik ini sejak lama karena saya gregetan melihat banyak sekali anak-anak mahasiswa dari jaman penulis sekolah S1 sampai saat ini karakternya sama yaitu tidak punya rasa tanggujawab pada study-nya. Tidak bertanggugjawab? Iya banyak mahasiswa tidak bertanggungjawab untuk sekolah dengan baik dan benar, alih-alih malah selesai strata 1 atau S1 lebih dari 4 tahun. Padahal kalau sekolah dengan baik dan benar bisa saja mahasiswa-mahasiswa menyelesaikan strata 1 atau S1 dalam waktu 3,5 tahun, plus dengan nilai bagus. Semudah itukah, bukannya sekolah di universitas itu sulit kata banyak orang? Jika mau berusaha keras pasti bisa! Bagimana caranya?

Bukan merasa sombong, tapi penulis menyelesaikan strata 1 atau S1 dalam waktu 3,5 dengan IPK bagus saat wisuda, dan itu terjadi kurang lebih 14 tahun lalu. Mungkin banyak orang bilang, "lah situ kan otaknya encer bla bla...jadi wajar bisa selesai S1 dalam waktu 3,5 tahun.." Mungkin juga ada yang berkata, "lah situ kan ekonomi jurusannya, saya mah jurusan eksak jadi lebih susah bla bla.." Boleh percaya, boleh tidak, bila kita membicarakan masalah otak encer atau pintar, ambil study eksak atau bukan, percayalah satu angkatan dengan penulis banyak yang jauh lebih cerdas dari saya tapi lulus strata 1 bisa lebih dari 5 tahun bahkan 7 tahun baru lulus S1. Padahal fasilitas untuk kuliah mereka top dari pada saya. Bagaimana tidak top, mereka komputer punya, hape untuk bisa internet punya, uang bulanan lebih dari cukup untuk beli buku-buku kuliah, makan enak terus tiap hari biar otak lebih bagus, tinggal ditempat kost nyaman biar bisa belajar nyaman. Lah saya? komputer untuk kuliah saja tidak punya, waktu itu selalunya pergi kerental komputer untuk mengerjakan tugas kuliah, pergi ke warnet untuk mencari sumber/ bahan paper, kalau ada uang cukup beli buku kalau tidak ya saya foto copy buku (teman yang beli bukunya), makan nasi kucing sampai ada yang mem-bully saya dengan mengatakan, "makan nasi kucing tiap hari bagaimana bisa pintar?", tinggal dikost-kost-an biasa tidak punya fasilitas apa-apa. Hal yang menarik, ada yang cuma biasa dikelas justru malah bisa selesai S1 dalam waktu 3,5 tahun. Jelek-jelek ya wisuda 4 tahun. Kok bisa ya? Itulah kenyataan yang terjadi dalam dunia universitas, dan maaf saya harus bilang dunia nyata sekolah universitas di Indonesia. Mungkin ada orang akan bilang, "tidak semua begitu", maka jawaban saya itulah kenyataan yang terjadi baik di universitas ternama maupun universitas kecil, saya lihat sama fenomena-nya. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Bapak penulis pernah berkata, "kamu nanti kuliah, sekolah universitas, ambil management, bekerja dibidang marketing.." Padahal saat itu penulis masih kecil, mungkin kelas 3 Sekolah Dasar atau malah lebih kecil lagi dan saya belum bisa memahami akan menggeluti bidang apa. Tapi nampaknya bapak penulis sudah bisa melihat masa depan bahwa saya akan menggeluti bidang ekonomi. Kata-kata itu ter- setup diotak saya. Kelas 5 Sekolah Dasar, penulis sudah memutuskan dan memikirkan untuk masuk perguruan tinggi/ bangku universitas nantinya dan ambil ekonomi. Masuk bangku Sekolah Menengah Pertama, penulis bercita-cita ingin menjadi insinyur ekonomi, dan bapak saya bilang jadi dokter alias Dra. Ekonomi. Ya, maklum dimasa bapak penulis, gelar Dra dan Drs itu dipakai untuk strata 1 bidang apa saja. Kemudian dibangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas, penulis sudah mulai punya impian sekolah keluar negeri. Padahal saya cuma anak kampung dan sekolah dikampung tapi impiannya sekolah keluar negeri? Karena saya berbeda dari kebanyakan anak kampung dan punya impian untuk sekolah setinggi-tinggnya itu saya banyak di-bully sanak saudara dan orang-orang sekitar. Bisa dibaca artikel yang berkaitan disini linknya https://ichi-journey.blogspot.com/2019/06/berasal-dari-desa-gaji-bapak-saya-rp.html  Ketika lulus Sekolah Menengah Atas, saya langsung berangkat untuk sekolah ke universitas dikota Yogyakarta. Sebenarnya, saya inginnnya sekolah strata 1 atau S1 di Jakarta karena menurut saya disana informasi untuk sekolah keluar negeri bakal banyak. Kalau bisa sih langsung sekolah keluar negeri dinegara Eropa. Tapi saya tidak memaksakan kehendak dan memikirkan diri saya sendiri untuk masuk universitas di Jakarta, apalagi minta dikirim ke Eropa, karena bapak saya hanya mampu membiayai dikota Yogyakarta. Dikirim sekolah ke Yogyakarta saja saya dah bersyukur, setelah itu saya akan terus melanjutkan perjalanan saya mencapai cita-cita dengan kaki-tangan sendiri. Penting untuk digarisbawahi bahwa penulis sudah menjadwal dan sudah mentargetkan untuk lulus strata 1 atau S1 ekonomi dalam waktu 3,5 tahun sejak jauh hari sebelum saya berangkat kekota Jogja. Kalau tidak salah ketika masuk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Atas, saya sudah bersiap-siap untuk menyelesaikan S1 ekonomi nanti dalam waktu 3,5 tahun dengan nilai baik pastinya kalau bisa terbaik. Jadi, penulis sudah punya impian masuk universitas sejak jaman Sekolah Dasar dan sudah merencanakan untuk lulus Strata 1 atau S1 Ekonomi dalam waktu 3,5 tahun saat masih duduk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Atas. Jadi, bila hendak ditengok kebelakang, persiapan untuk bisa sukses menyelesaikan strata 1 atau S1 dalam waktu hanya 3,5 tahun, ya saya/ penulis sudah ancang-ancang sejak masih Sekolah Dasar. Dini sekali ya, padahal anak-anak lain masih main keluyuran haha hihi saya malah sudah mengencangkan ikat pinggang untuk bisa meraih masa depan sebaik-baiknya.  

Inilah hal-hal yang harus diketahui untuk bisa menyelesaikan strata 1 atau S1 dalam waktu hanya 3,5 tahun, plus dengan nilai bagus, jelek-jelek ya IPK 3,00 Catat dan ingat baik-baik sebelum membaca lebih lanjut artikel ini bahwa disini tidak ada trik, tidak ada magic abakadabra agar bisa cepat lulus kuliah, semua diawali dengan niat sungguh-sungguh. Niat sungguh-sungguh ini HARUS di-support oleh beberapa faktor, apa saja itu?

1. Tentukan sejak dini ingin study apa

Apa sih ini maksudnya? Apa pentingnya sih menentukan sejak dini bidang apa yang hendak kita masuki/ geluti nantinya? Tanyalah pada anak-anak yang sekarang duduk dibangku Sekolah Menengah Atas, ada berapa anak yang bisa menjawab ingin masuk universitas jurusan A karena ingin berkarya dibidang A. Jangankan yang sudah dibangku SMA, yang sudah berstatus mahasiswa saja belum tahu mau berkarya dibidang apa setelah wisuda. Kebanyakan yang terjadi, saat diuniversitas sekolah jurusan A, saat berkarya jurusan Z. 

Tentukan sejak dini ingin berkarya apa dimasa depan. Kalau belum tahu dan tidak terpikirkan mau berkarya dibidang apa, maka segeralah bagi adik-adik sekalian yang sekarang duduk dibangku Sekolah Menengah Atas untuk memutuskan mau sekolah universitas jurusan apa dan tentu saja jurusan sesuai dengan bidang yang hendak kita geluti nantinya, plus...memang punya passion dibidang tersebut. Misal ingin berkarya dibidang perbankan, ya sekolahlah ekonomi.

Buat apa sih ini? Dari pengalaman penulis, menentukan bidang apa yang hendak digeluti dimasa depan itu sangat penting. Boleh percaya, boleh tidak, penulis dulu sewaktu di Sekolah Menengah Umum, saya sampai harus berhadapan dulu dengan guru bimbingan konseling 2 kali atau berapa saya sudah lupa hanya karena saya ingin masuk kejurusan IPS saat kelas 3. Sampai ada guru bersikap sinis pada penulis hanya karena pilihan saya dan berkata, "hey, Acik, kamu itu kok malah mau masuk ke IPS, kamu tempatnya di IPA, sapa nanti yang masuk IPA? Itu si D (menyebut salah satu kawan kelas penulis yang nilainya dibelakang)?." Penulis tidak menanggapi, karena saya sudah menentukan akan masuk jurusan Ekonomi di universitas. Manfaatnya apa? Saya sudah punya pondasi atau dasar saat masuk jurusan Ekonomi/ Management ditingkat Universitas. Contohnya mata kuliah Matematika Ekonomi, Teori Ekonomi, ini saya sudah tahu dan sudah pernah dipelajari serta saya dapatkan materinya ketika masuk jurusan IPS sewaktu SMA itu. Dan ini membantu serta mempercepat penulis untuk memahami materi perkuliahan. Karena pada intinya, dibangku universitas itu saya tinggal memperdalam materi Matematika Ekonomi. Banyak/ sebagian besar kawan kelas bahkan kakak tingkat atas mengulang matakuliah ini karena sulit katanya, ditambah dosen galak, saya malah diberi nilai A oleh dosen saya. Lah seandainya tidak masuk jurusan IPS saat SMA, saya pasti punya tingkat kesulitan tersendiri. Nah kalau begini tentu saja perjalanan perkuliahan akan lebih smooth... Artinya apa? Kita bisa cepat lulus sesuai target 3,5 tahun!

2. Rencanakan dengan baik study kita

Dulu pernah ada saudara yang berkata pada penulis, "alah kebanyakan rencana tapi tidak ada tujuan bla bla...!" Dalam kenyataannya dengan perencanaan-perencanaan yang saya buat itulah yang membimbing saya hingga bisa hidup seperti sekarang ini. Dan kehidupan saya sekarang ini membuat banyak orang iri baik saudara sendiri, juga kawan saya banyak yang iri. Seseorang bila sudah merencakan sesuatu tentu saja ada goal yang hendak dicapai. Buat saya, perencanaan itu penting sekali karena dengan begitu akan membimbing serta membantu untuk tetap pada jalur impian yang hendak diraih dimasa depan. Lah, sebuah perusahaan besar saja butuh perencanaan jangka pendek dan jangka panjang, apalagi kehidupan kita, benar tidak?

Kalau sudah memutuskan untuk sekolah universitas ambil strata 1 atau S1, maka cepat-cepatlah sebelum daftar untuk merencakan study dengan target 3,5 tahun sudah lulus, jelek-jelek 4 tahun! Kalau tidak bisa tahu dengan pasti akan lulus Strata 1 atau S1 dalam waktu 3,5 tahun atau jelek-jelek 4 tahun, maka TIDAK usah masuk universitas! Penulis tegas dalam hal ini, kenapa? Karena kasian bapak kalian yang membiayai universitas bila kalian sekolah tidak jelas. Yup, sejak jaman Sekolah Dasar kelas 5 itu dalam otak saya sudah ter-set up untuk melanjutkan sekolah S1 bukan Diploma (D1, D2, D3). Kalau bisa lulus S1 atau strata 1 dalam waktu 3,5 tahun, kenapa saya harus sekolah Diploma yang selesainya 3 tahun? Buat penulis sayang waktunya terbuang karena dalam waktu yang hampir bersamaan sudah bisa mengenggam degree yaitu S1. Itulah saya, dalam urusan sekolah tidak akan pernah main-main. Dari pengalaman penulis sendiri, ketika sudah punya target 3,5 tahun wisuda, saya cepat-cepat membuat agenda sejak semester satu. Apa agenda-nya? Agenda saya waktu itu adalah merencanakan mata kuliah-mata kuliah semester atas yang bisa saya ambil disemester saya, misal saat semester 2, saya bisa mengambil mata kuliah yang ada disemester 4, kemudian ambil semester pendek saat liburan semester panjang mengambil mata kuliah semester atas. Yup, ketika libur semester panjang tiba saya malah tetap kekampus masuk kelas mengambil mata kuliah semester atas, atau kalau hendak memperbaiki nilai ya saya ambil semester pendek ini. Padahal mahasiswa lain ada yang pulang/ mudik kedaerahnya, atau tidak mudik tapi malah santai-santai main keluyuran sana-sini. Boleh percaya, boleh tidak, disemester 4 penulis sudah menemukan topik skripsi apa yang akan saya ambil dan sudah menentukan judul skripsi, dan saya sudah tahu harus melakukan apa saja. Jadi sejak semester 4 penulis sudah mulai research, dan mencari-cari bahan untuk skripsi, beli buku-buku, bahkan harus keluar-masuk perpustakaan beberapa universitas lain. Banyak orang tidak percaya bahwa saya skripsi cuma 2 bulan selesai. Dan skripsi saya itu benar-benar original, karena apa? Karena banyak mahasiswa yang skripsi-nya beli, bahkan ada mahasiswa yang  skripsi-nya fiktif (data fiktif, perusahaan yang dipakai-pun fiktif). Kok saya tahu? Iya saya tahu karena dulu saya punya kenalan orang rental komputer yang menerima jasa pembuatan skripsi, kalau tidak salah dulu biayanya 2 juta untuk satu skripsi, mungkin ada yang lebih mahal, dan ada kawan satu angkatan yang juga skripsi fiktif (data fiktif, perusahaan-pun fiktif). Wow kan dunia universitas di Indonesia? Maka dari itu, untuk adik-adik mahasiswa diluar sana, rencanakan study kalian dengan baik bila sudah memutuskan untuk sekolah universitas, rencanakan semester 4 sudah harus mulai mencari topik untuk skripsi. Jadilah seorang mahasiswa yang baik dan benar. Jangan pernah terpikirkan untuk membuat skripsi fiktif atau beli/ pesan skripsi. Sekalipun nilai skripsi kita hanya di beri B sementara mahasiswa lain yang membuat skripsi fiktif diberi A, jangan pernah merasa marah dan kecewa karena hal itu. Karena apa? Karena pembuktian akan kemampuan kita itu ada diluar sana. Dari pengalaman penulis sendiri, karena terbiasa membuat paper original, juga skripsi saya dulu original, manfaatnya saya rasakan ketika mengikuti study di Universitas Luar, misal saat saya mengikuti study di Curtin University, saya tidak kaget ketika harus research untuk paper. Penting untuk diketahui bahwa sekolah diluar itu ketat, membuat paper fiktif, hasil research fiktif, dibuatkan oranglain/  pesanan, atau copy paste konsekuensinya luar biasa, nilai kita dinolkan (tidak peduli meski ujian sebelumnya nilai bagus), plus sudah pasti masuk dalam daftar hitam university. "Time is priceless." Maka rencanakan study dengan baik.

3. Belajarlah dengan baik dan benar

Bagaimana caranya? Caranya ya harus rajin masuk kelas, rajin mencatat, kalau tidak tahu ya tanya (tanya dosen atau kawan kelas yang lebih memahami). Biasanya dosen-dosen akan merekomendasikan buku yang dipakainya, maka carilah buku-buku itu untuk belajar dirumah atau dikost (bagi yang nge-kost) sebelum kelas dimulai, artinya misal besok ada jadwal mata kuliah A ya malam harinya kita sudah harus membaca-baca buku matakuliah tersebut. Tak cukup sampai disitu, setiap paper dan tugas kuliah lainnya harus dikerjakan dan dikumpulkan. Hasilnya apa? Hasilnya nilai kita akan bagus, tidak perlu harus mendapat nilai terbaik misal 90, paling tidak minimal 75. That's good enough you know...

Banyak mahasiswa berkata, "jadi mahasiswa kerjanya jangan cuma masuk kelas, pulang kost, hanya berkutat dikamar kost, tapi carilah pengalaman bla bla...biar bisa ngomong didepan publik dll..." Tapi untuk saya, pandangan saya jauh berbeda dari kebanyakan mahasiswa karena tugas seorang pelajar ya belajar itu nomer satu. Mau cari pengalaman dan kegiatan ya cari yang bermanfaat yang bisa men-support cita-cita kita, itu pandangan penulis.  Boleh percaya, boleh tidak, saat menempuh Strata 1 atau S1 ekonomi dulu, setiap penulis presentasi (jurusan Ekonomi Management sering presentasi) didepan kelas tidak ada yang berani berdebat dengan saya entah dikelas seangkatan maupun dikelas angkatan atas. Padahal penulis tidak ikut organisasi-organisasi kampus, seperti himpunan mahasiswa-lah ini-lah itu-lah, tapi saya bisa berbicara lantang saat presentasi dan tidak ada yang berani berdebat dengan penulis. Oleh karenanya, disinilah pentingnya kita belajar, belajar, dan belajar, karena pada akhirnya ilmu pengetahuan-lah yang berbicara. Malah saran saya, kalau waktu bisa diatur, kerja-kerja-lah part time. Dan saat itu penulis sempat kerja dibidang marketing selama 6 bulan. Mahasiswa-mahasiswa lain sibuk ikut rapat organisasi sampai harus ponteng kelas, banyak yang sibuk pacaran seusai kelas bubar, banyak juga yang keluyuran tidak jelas ke mall-mall, saya malah sibuk belajar dan ikut rapat koordinasi dengan atasan-atasan saya diakhir pekan tanpa harus ponteng kelas. Yup, bahkan saya sudah pernah ketemu pendiri perusahaan yang merupakan orang luar. Mungkin ada yang bilang, "alah cuma marketing sama aja jualan bla bla..." Dalam artikel ini saya beritahu, diluar negeri yaitu di Univeristas di Belgia (Universitas yang saya pilih untuk study), marketing disana itu ada departemen research-nya. Dan itu ada namanya Professor Doctor Marketing. Kok penulis tahu? Lah saya memang mau masuk kedunia riset marketing itu. Oleh karenanya pengalaman kerja marketing yang saya dapat juga bisa berguna, dimana waktu itu saat kawan lain sibuk kesana kemari mencari perusahaan untuk bisa dijadikan paper, saya malah sudah selesai paper-nya. Dan siapa yang menyangka akan berguna jauh kedepan karena saya memang akan masuk research dunia marketing nantinya. Dan waktu itu terpaksa saya hentikan pekerjaan itu karena harus fokus skripsi. Tetap tidak bisa diganggu-gugat, prioritas nomer satu adalah belajar dan menyelesaikan sekolah. Selain berkegiatan mencoba terjun kedunia kerja, penulis-pun sambil kursus, seperti kursus komputer dan bahasa Mandarin. Yup, kawan-kawan saya tidak ada yang minat untuk ikutan kursus, saya pun tak segan untuk pergi kursus sendiri. Maklum kawan saya punya komputer jadi menurutnya tidak penting ikutan kursus begini karena sudah biasa pegang komputer tiap hari. Apalagi kursus bahasa Mandarin, menurut kawan saya waktu itu tidak ada gunanya. Tapi saya tidak peduli apa kata kawan saya, tetap saya berusaha dengan baik dan benar serta belajar banyak hal yaitu hal-hal baru diluar bidang saya.  Buat apa sih belajar hal lain/ hal baru? Buat saya jelas untuk menambah pengetahuan, serta menguji kemampuan saya untuk beradaptasi diluar zona nyaman lingkungan saya, apa itu zona nyaman lingkungan saya waktu itu? Yaitu zona lingkungan universitas serta lingkungan program study Ekonomi tempat menempuh study S1 Ekonomi. Belajar ditempat kursus itu saya bisa ketemu teman baru atau teman lain, berbagi pengalaman positif. Contohnya apa berbagi pengalaman positif? Salah satu kawan kursus saya waktu itu beberapa ada yang punya cita-cita tinggi misal ada yang ingin belajar banyak bahasa tidak hanya Mandarin tapi ia juga belajar bahasa Jepang, nampaknya ia ingin melanjutkan sekolah kenegara tersebut. Kalau saja waktu itu penulis punya biaya cukup, saya pun ingin mengikuti banyak kegiatan kursus lainnya, karena ada kawan yang mengajak saya kursus analis keuangan, TOEFL, dll... Tapi sayang sekali saya tidak punya biaya sebanyak mereka.

Jadi, waktu itu ketika banyak kawan/ mahasiswa lain sibuk main ketempat-tempat wisata, keluar-masuk mall, makan-makan, belanja-belanja dll... penulis saat itu malah sibuk belajar, mencari pengetahuan dan belajar hal baru dengan ikut kursus komputer juga kursus bahasa Mandarin, serta mencari pengalaman baru dengan coba masuk dunia kerja nyata dibidang marketing. Percayalah, hasil belajar kita itu akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dikemudian hari. Siapa yang menyangka karena dulu pernah kursus komputer membuat penulis makin suka menulis hingga detik ini. Siapa yang menyangka juga ternyata penulis berdomisili di Singapura yang sebagian warga-nya berbahasa Mandarin? Dan ternyata hingga detik ini penulis-pun  masih akan terus bergelut dibidang marketing. Maka belajarlah dengan baik dan benar, belajarlah tentang hal-hal yang bisa men-support  masa depan kita.

4. Kerja Keras

"Oh, jadi simple ya biar dapet nilai bagus tiap mata kuliah ya harus belajar, mengerjakan tugas, dan jangan ponteng kelas, beli buku yang direkomendasikan dosen..." Yup, simple dan sesederhana itu, tapi...ada tapinya, sebagai seorang mahasiswa kita harus bekerja keras untuk mewujudkannya. Dan...tidaklah gampang! Disinilah banyak para mahasiswa menyepelekannya karena dianggap perkara gampang. Bukan rahasia umum lagi dimana banyak mahasiswa diawal-awal semester nyantai-nyantai, karena awal semester bisa dapat IPK 3, sekian... tapi kemudian kelabakan sendiri diakhir semester karena menggampangkan serta menyepelekan study. Masuk sebuah universitas bukanlah sebuah "games." Ketika masuk universitas itulah sikap dan rasa tanggungjawab kita akan dibuktikan dengan kerja keras. Perkara hal sepele misal bangun pagi untuk kemudian siap-siap masuk kelas itu saja sudah membutuhkan sebuah komitmen. Untuk bisa mendapat nilai bagus dan lulus sesuai target ya juga butuh komitmen yang pastinya disertai dengan kerja keras selama study. Contohnya, tiap pulang ke-kost (saya dulu nge-kost) ya langsung belajar kalau sudah bersih-bersih dan makan, bukan malah keluyuran haha hihi main kepantai, kemall, nongkrong-nongkrong dan lain sebagainya. Hello... sekolah universitas itu bukan acara makan-makan dan holiday! Punya tugas langsung dikerjakan, maklum penulis dulu anak ekonomi jurusan management, jurusan management tiap minggu-nya saya punya tugas paper dua sampai tiga dimana paper itu harus dipresentasikan dikelas. Jadi, tidak hanya persiapan persentasi dan menguasai topik paper, tapi juga harus belajar matakuliah lainnya. 

Penulis tahu hal ini tidaklah gampang, karena butuh komitmen tinggi dan kerja keras. Saya sangat paham akan hal ini, karena saya sendiri mengalaminya dimana kadang-kadang baru menyelesaikan tugas lewat tengah malam, masih belajar tengah malam itu biasa. Kadang-kadang kawan lain sudah bersantai karena tidak ada kelas lagi, saya malah masih harus masuk kelas sampai jam 5 sore, kawan lain main sana-sini setelah jam kelas selesai lah saya waktu itu lebih memilih pulang kost kemudian belajar lagi. Study, study, and study... itulah kewajiban dan tugas saya. Capek? Percayalah capek sekali karena harus mati-matian kerja keras agar bisa lulus 3,5 tahun. Apalagi saat semester 7 skripsi, setiap hari keluar kost jam 8.30 pagi, pulang kost jam 9 malam, itu terus begitu setiap hari sampai skripsi saya selesai yaitu 2 bulan. Kok bisa begitu pergi kemana saja saya sepanjang hari? Dari jam 8.30 pagi sampai jam 9 malam itu saya pergi research, keluar masuk perpustakaan universitas lain, ngetik skripsi dirental, konsultasi dan ketemu dengan dosen pembimbing. Padahal saya sudah mulai reseacrh dan mulai mencari bahan skripsi sejak semester 4, tapi tetap masih harus kerja keras. Tapi hasilnya luar biasa, Karena saya sangat bahagia ketika melihat bapak saya tersenyum lebar dan bertepuk tangan ketika diumumkan bahwa sayalah pemegang nilai tertinggi saat wisuda. Maka bekerja keras-lah untuk mencapai achievement! Untuk apa? Agar bapak kita yang membiayai sekolah itu bangga! Pernah ada saudara yang berkata, "alah saya gak ada bangga-bangga-nya sama kamu bla bla..." Apa jawaban penulis? "Carilah kebanggaanmu sendiri, capailah achievement dari hasil kerja kerasmu sendiri agar bapakmu bangga padamu, buat apa membanggakan pencapaian orang lain..." Seperti yang sudah penulis katakan diatas, karena saya punya cita-cita tinggi itu saya banyak di-bully saudara, tapi ketika penulis menggenggam achievement mereka iri karena mereka tidak pernah mencapai pencapaian yang saya raih.

5. Jangan Mengeluh

Banyak ya mahasiswa-mahasiswa yang suka mengeluh dan suka banyak alasan inilah itulah, apalagi kalau ditanya orangtuanya, "kapan lulus?" Saya, bapak saya tidak perlu bertanya tapi saya sudah memberitahu sejak sebelum daftar S1, "saya akan selesai 3,5 tahun, don't worry!" Bahkan tanpa bapak saya menanyakan, setiap mudik (setahun sekali mudik), penulis selalu membawa kertas hasil study, Yup saya tunjukkan hasil belajar saya, jadi bapak saya tahu IPK penulis setiap semester. Kira-kira ada berapa mahasiswa yang melakukan ini? 

Jadi ketika sudah memutuskan untuk masuk universitas, janganlah banyak mengeluh, atau banyak excuses. Namanya sekolah ya berat, kalau tidak mau berat tugas, kewajiban, serta tanggungjawab yang akan dijalani ya gak usah sekolah tapi...tapi konsekuensi ditanggung sendiri. Mental dipersiapkan karena akan banyak halangan dan rintangan. Alih-alih mengeluh ya kita harus bekerja keras. Karena ada ya mahasiswa tidak selesai-selesai skripsi hanya karena alasan dosen-nya ribet, atau dosen-nya banyak minta revisi-revisi dan lain-lain... Percayalah saat skripsi S1 itu penulis banyak revisi, tiap bimbingan skripsi ketemu dosen pasti diminta revisi, dan saya langsung hari itu juga mengerjakan revisi dan ketemu dosen lagi. Dosen bimbingan skripsi tidak ada ditempat saya telpon kapan datang kekampus, dan benar-benar saya tunggu meskipun sampai sore jelang malam. Saat itu salah satu kawan penulis juga bekerja keras untuk menyelesaikan skripsi, dimana kawan saya ini sampai harus ketemu dosen-nya jam 9 malam dikantor yang lain (dosen pembimbing skripsi kawan saya ini juga bekerja dikantor lain selain mengajar dikampus). Kami tidak mengeluh, justru kami bersemangat untuk menyelesaikan skripsi secepat mungkin sesuai target. Ada banyak juga mahasiswa yang mengeluh tidak bisa dapat nilai bagus karena dosen galak-lah pelit nilai-lah susah-lah dll... Dan mengeluh ini bisa beragam, ada mahasiswa yang mengeluh karena tinggal dikost-kost-an biasa, ada yang mengeluh tidak punya fasilitas agar bisa cepat lulus dan sebagainya, banyak sekali excuses! Mau sekolah universitas, siapkan mental, jangan banyak mengeluh tapi bekerja keraslah. Stop complaining, do your best!

6. Fokus

Ada berapa mahasiswa yang malah keluyuran ke mall, keluar masuk store, makan-makan ketempat-tempat mahal kesan-kemari main ketempat-tempat wisata setelah kelas bubar? Jawababnya banyak! Ada berapa mahasiswa yang belajar setelah kelas bubar dan selalu belajar rutin dimalam hari? Jawabannya satu-dua saja. Seperti yang sudah penulis ungkap diatas, sekolah universitas itu bukan holiday! Tapi kebanyakan mahasiswa terlena serasa holiday setiap hari apalagi yang kuliah nge-kost jauh dari orangtua. "Mumpung di Jogja!", itu kata mahasiswa yang sekolah di Jogja. Tapi tahu kah mereka, saat masih menjadi mahasiswa bila sekolah dengan baik dan benar, tiba waktunya suatu saat bukan lagi holiday ke Jogja, tapi holiday ke Eropa. Who's know? Jadi, sekolah ya sekolah, harus fokus, biarkan saja teman lain begitu, jangan ikut-ikut arus, "Go Against the grain!" Ada waktunya dimana kita akan menikmati hasil kerja keras selama study. Pengalaman saya pribadi, dulu waktu menempuh study S1 dikota Jogja, penulis tidak pernah hidup serasa holiday, main ketempat-tempat wisata serta nyoba-nyoba kuliner sana-sini apalagi belanja-belanja, big no!. Dan sekarang puji syukur, kapan saja ingin liburan ke kota Yogyakarta saya bisa dan sangat mampu. Bahkan banyak kawan saya iri karena bisa saja saya bolak-balik berkunjung ke Jogja dalam setahun. Bukan merasa sombong kalau hanya holiday ke Thailand, Vietnam, Myanmar, Hongkong, China dll saya mampu... Tapi sayangnya penulis tidak suka pergi holiday kenegara-negara tersebut. Yup saya itu cuma tertarik ke Jepang karena kawan baik saya disana, selain Jepang tentu saja Eropa. Percayalah, ada waktunya dimana kita akan menikmati hasil kerja keras selama sekolah. 

Ada lagi hal yang membuat mahasiswa tidak fokus, apa itu? Punya pacar. Lho memang tidak boleh  punya pacar? Boleh saja selagi tetap fokus pada sekolah, berprestasi dan nilai bagus. Tapi kalau punya pacar malah membuat seorang mahasiswa jadi tidak fokus sekolah dan malah minta nikah padahal belum wisuda, maka lebih baik tidak usah punya pacar, atau kalau punya pacar tapi membuat urusan sekolah kacau ya tinggalkan saja si pacar. Ingat fokus seorang pelajar adalah study maka selesaikan sekolah dulu. Percayalah, bahwa seorang pasangan hidup yang baik adalah mereka yang memahami akan cita-cita yang hendak kita raih, dan ia justru akan men-support cita-cita dan impian kita bukan malah merusak sekolah juga cita-cita kita. Ada salah satu kawan penulis dimana baru semester 4 sudah minta nikah, what the hell? Padahal bapaknya punya harapan tinggi agar anaknya ini lulus tepat waktu kemudian akan dikirim sekolah S2 ke Jakarta dan berkarya sebaik-baiknya, bapak kawan saya ini ingin anaknya keluar dari daerahnya dan menjadi orang terpelajar. Tapi nampaknya buat kawan saya ini nikah lebih penting dari pada menyelesaikan S1-nya.  Karena tidak dinikahkan akhirnya kawan saya ini tetap kuliah tapi 6 tahun baru wisuda (padahal cerdas), itupun setelah ditanya-tanya bapaknya kapan wisuda. Selesai wisuda pulang kerumah orangtua, kerja minta tolong orangtua, setahun kerja nikah, dan kemudian pada akhirnya masih tergantung orangtua. Suatu ketika kawan saya ini mengirim pesan pada penulis karena ia tahu bahwa saya berdomisili di Singapura, "Hei Acik, aku iri sama kamu, kamu bisa ambil kelas ini itu bla bla...." Penulis tidak menaggapi karena buat apa iri dengan saya, kan dulu sama-sama sekolahnya. Yup, sesal itu datang dikemudian hari alias belakangan, benar tidak? Lha coba seandainya ia fokus sekolah wisuda tepat waktu, ke Jakarta sekolah S2 seperti keinginan bapaknya, bukan tidak mungkin ia bisa berkarya diluar negeri, jadi orang mandiri dan yang pasti bapaknya bangga dengannya. Look guys.. liat-lah orangtuamu, bapakmu yang membiayai kuliahmu itu, lihatlah bagaimana tingginya harapan bapakmu padamu, don't you see that! Hidup ini bukanlah sebuah permainan, jadi fokuslah sekolah dan selesaikan sekolah Strata 1 atau S1 kalian itu tepat waktu maksimal 4 tahun, kalau bisa 3,5 tahun saja. 

7. Tanggungjawab

Kalau sudah memutuskan untuk masuk bangku universitas, maka fokuslah untuk sekolah dan menyelesaikannya. Karena...karena banyak sekali mahasiswa yang menganggap sekolah universitas itu bebas. Bebas tidak ada yang mengawasi proses belajar karena dosen tidak peduli kalian masuk kelas atau tidak bukan urusan mereka, mau ponteng alias meninggalkan kelas hingga satu semester-pun tidak akan ada dosen yang mencari kalian, tidak mengumpulkan paper hingga date line-pun dosen tidak akan memarahi kalian, skripsi tidak kalian kerjakan sampai 7 tahun pun kampus tidak akan mengejar-ngejar kalian untuk cepat selesai, 7 tahun tidak selesai tinggal di DO oleh kampus, itulah bebasnya sekolah universitas tidak akan ada yang mengawasi. Buat penulis justru kebalikan, sekolah universitas itu bukan berarti kita bebas, tapi disinilah tanggungjawab sebagai seorang mahasiswa diuji dan dipertanyakan. Justru tanggungjawab besar-lah yang dipikul untuk bisa study dengan baik dan benar. Dibandingkan dengan kata "bebas" penulis lebih mengacu pada kata "tanggungjawab" untuk menggambarkan sekolah diuniversitas. 

Diawal-awal paragraf sudah penulis sebutkan, jadilah mahasiswa yang punya rasa tanggungjawab akan study kita itu. Dan harus diingat ketika sudah memutuskan untuk masuk universitas tanggungjawab kita besar. Karena disinilah kita belajar menjadi manusia dewasa dan mandiri, artinya bila tidak bertanggungjawab ada konsekuensi yang diterima.  Contohnya apa? Belajar yang rajin, semangat sekolah! Sesimple itu kah? Iya, sesederhana itu dan karena begitu sederhananya kebanyakan mahasiswa lupa akan tanggungjawabnya. Kalau dikirim sekolah S1 ya selesaikan tepat waktu tidak perlu molor-molor, target 3,5 tahun, jelek-jelek 4 tahun. Gimana caranya biar bisa mencapai target? Caranya seperti yang sudah penulis ulas diatas, dari mulai nomer 1 diatas. 

Bagi yang nge-kost, ya belajarnya mengelola keuangan yang diberi tiap bulan oleh bapak kalian itu. Kelola-lah dengan baik. Karena saya punya cerita, pernah ada seorang mahasiswa tiap bulan minta uang tambahan pada bapaknya. Masih bagus uang bulanan habis karena untuk beli buku-buku perkuliahan yang mahal, lha ini habis karena tiap hari belanja baju-lah, sepatu-lah, makan dimall-lah ini lah itulah... kemudian bapaknya mengirim uang bulanan tambahan, apa yang terjadi? Hari ini bapaknya kirim uang tambahan bulanan detik itu juga uang itu langsung dihabiskan untuk membeli lensa kontak dan pakaian, dan uang tambahan itu langsung habis. Terus minta kiriman uang bulanan tamabahan lagi, Are you kidding me? Itulah gambaran dari kebanyakan mahasiswa. Masih berstatus mahasiswa, uang masih dari orangtua ya tidak perlu banyak gaya dan gengsi. Kalau bapaknya orang kaya punya perusahaan ya silahkan saja, tapi kalau kita asalnya cuma orang biasa ya jangan banyak gaya. Dalam urusan pengelolaan keuangan ini dulu waktu menempuh Strata 1 atau S1 di kota Jogja, boleh percaya, boleh tidak, penulis harus menabung minimal sebesar 50ribu per bulan. Itu harus saya lakukan padahal uang bulanan saya waktu itu hanya 500ribu per bulan. Buat apa saya harus menabung tiap bulan? Uang itu bisa digunakan untuk membeli buku disemester selanjutnya, atau untuk membayar kursus, atau keperluan lain, misal sakit harus keklinik. 

Yup, itulah kira-kira beberapa faktor agar seorang mahasiswa bisa selesai Strata 1 atau S1 dalam waktu 3,5 tahun dengan nilai baik. Bukan karena cerdas atau tidak cerdas otaknya, kalau sudah masuk bangku universitas itu tergantung dari niat dan keinginan dari seorang mahasiswa itu sendiri dalam menyelesaikan sekolah S1-nya tepat waktu maksimal 4 tahun, kalau bisa ya 3,5 tahun. Pintar tidak jaminan bisa lulus 3,5 tahun, kebanyakan yang pintar bisa molor sampai 7 tahun baru selesai Strata 1-nya. Tapi mahasiswa biasa tapi rajin dan ulet justru malah bisa lulus S1 dalam waktu 3,5 tahun, jelek-jelek 4 tahun. 

Maka kalau punya/ diberi kesempatan bisa sekolah S1 masuk universitas, maka rajin belajarlah dan semangat sekolah! Jangan sia-siakan kesempatan itu karena menyesal akan datang belakangan. Doing the best at this moment puts you in the best place for the next moment" - Oprah Winfrey. Percayalah hasil kerja keras serta usaha keras kita selama study akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa dikemudian hari. Saya percaya, pendidikan itu sangat penting untuk meraih masa depan yang gemilang. Maka semangatlah selalu untuk belajar, belajar, dan belajar!...πŸ‘πŸ‘

Note:
  • Written by Acik Mardhiyanti 
  • Do not copy this article without permissions







 




After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...