Tips Berbaur Dengan Warga Lokal Singapura


Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy

"Ooh Singapura...Itu kan deket dari Indonesia ya, budayanya hampir sama dengan Indonesia". Itu pernah dilontarkan oleh salah satu orang yang pernah penulis kenal. Secara geografis letaknya dekat dengan Indonesia tetapi percayalah, setelah sampai dan tinggal di Singapura (tinggal di Singapura lhoo ya..bukan melancong ke Singapura yang hanya beberapa hari saja) kawan sekalian akan tahu tentang budaya yang ternyata berbeda. Lantas bagaimana caranya supaya kita sebagai pendatang bisa membaur dengan warga lokal Singapura dan mengenali budayanya? Ini beberapa tips dari saya/ penulis berdasarkan pengalaman kami yang sudah 7 tahun lebih berdomisili di Singapura...

1. Tempat Tinggal

Untuk urusan tempat tinggal ini penting sekali bagi kita yang hendak pindah ke Singapura, biasanya karena kerja atau memang sengaja pindah domisili. Umumnya kita menyewa flat kata gampangnya apartemen. Kalau cuma seorang diri tanpa membawa keluarga misal istri atau anak kebanyakan para pekerja dari Indonesia ini menyewa kamar, kadang menyewa satu flat tapi untuk ditempati barengan dengan kawan lain/ orang lain. Nah, kebanyakan orang Indonesia mencari tempat tinggal ditempat dimana banyak orang Indonesia-nya. Mereka tidak peduli apakah tempat tinggal yang akan mereka sewa ini jauh dari tempat kerja, cocok dengan mereka inginkan kah, mereka tidak peduli, "pokoknya" yang penting dekat dengan orang-orang yang berasal dari negara yang sama yaitu, Indonesia.

Dulu pernah ada kawan suami satu kantor yang merupakan orang Indonesia. Dia seorang diri tanpa membawa anak/ istri tinggal di Singapura. Menyewa kamar flat yang jaraknya jauh dari kantor. Ketika ditanya alasannya, jawabnya adalah karena di tempat ini banyak orang Indonesia-nya. Katanya lagi biar gampang berkomunikasi dan bercerita kalau sama-sama dari Indonesia. Intinya mereka merasa nyaman. Bahkan ia memilih pindah ketempat flat lain ketika dia tahu bahwa teman satu flat-nya itu berasal dari negara lain (bukan dari Indonesia). Kok, sampai segitunya ya, kenapa ya?

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Singapura, saya dan suami tidak terlalu memusingkan diri dengan tempat yang kami sewa nantinya apakah dekat dengan orang-orang Indonesia atau bagaimana. Untuk saya pribadi, yang penting tempat yang akan disewa ini flat-nya sesuai keinginan yaitu tempatnya bersih, terawat, dan kita cocok lokasi serta harganya. Itulah bagaimana cara kami mulai berbaur dengan warga lokal Singapura. Jujur saja, saya dan suami malah lebih senang memilih tinggal dimana warga lokal Singapura berada. Jadi saya itu malah lebih senang kalau tetangga kami adalah warga lokal Singapura. 

2. Berbelanja ke Pasar

Pasar disini maksudnya adalah wet market kalau orang Singapura bilang, atau di Indonesia lebih dikenal dengan pasar traditional. Hayoo... orang-orang Indonesia di Singapura belanjanya di supermarket atau pasar? Seperti kebanyakan orang asing (foreigner) disini, dulu tahun pertama di Singapura saya belanja selalu ke supermarket terdekat. Seminggu sekali saya belanja sayur-mayur serta buah dan tidak pernah sekalipun belanja ke pasar. Karena menurut saya lebih mudah dan gampang saja. Tapi ternyata prilaku seperti ini salah menurut saya. Mengapa? Karena justru belanja di pasar kita akan lebih mengenal Singapura. Bagaimana bisa?

Di pasar itu unik, semua bahasa mulai dari Tamil, Mandarin, sampai bahasa Melayu, akan kita dengar di Pasar. Dan... jangan terheran-heran bila penjual di pasar meskipun mereka etnis Cina atau India, tetapi mereka fasih berbahasa Melayu. Antara penjual dan pembeli saling kenal, tak jarang bahkan bisa berkawan, atau penjual di pasar ini ternyata tempat tinggalnya tidak jauh dari tempat tinggal kita.

Yup! Berbelanja ke pasar adalah rutinitas harian warga lokal Singapura. Setiap pagi mereka berbelanja ke pasar membeli sayur-mayur, buah, perlengkapan rumahtangga, atau sekalian membeli sarapan. Tak jarang mereka lebih senang membeli pakaian di pasar. Boleh percaya, boleh tidak, banyak pakaian dengan kualitas bagus dijual di pasar. Saya/ penulis bisa bilang begitu karena saya juga suka membeli pakaian seperti kaos-kaos di pasar.

Jadi, biasakan diri untuk pergi ke pasar. Bila sehari-hari sibuk bekerja sempatkan hari sabtu atau minggu pergi ke pasar dipagi hari. Entah membeli buah-buahan, sayur-mayur bila masak dirumah, atau hanya sekedar makan membeli sarapan. Itulah cara saya membaur dengan warga lokal Singapura yaitu dengan membiasakan diri pergi ke pasar. Dimana saya sering ketemu tetangga di jalan, atau ketika sedang berbelanja. Tak jarang saya dikasih diskon oleh penjual buah karena kami selalu membeli buah ditokonya. 

3. Melihat Seseorang Dari Personality-nya

Saya kadang-kadang membaca tulisan orang Indonesia di Singapura ya, karena saya ingin tahu bagaimana pengalaman mereka tinggal dan hidup di Singapura. Ada yang bilang bahwa mereka sulit bergaul dan tidak kenal dengan tetangganya, dalam tulisannya disebutkan dengan alasan tetangganya etnis Cina. Jadi lebih sering keluar jalan ke mall di akhir pekan. Ada yang salah dengan etnis Cina?

Sejak awal datang di Singapura, tetangga kami satu lantai etnis Cina semua, ditempat sekarang juga tetangga kami etnis Cina, hanya ada satu keluarga saja yang merupakan etnis Melayu. Buat saya dan suami hal itu bukanlah suatu halangan bagi kami untuk mengenal mereka. Karena menurut saya, kita mestinya harus kenal dengan tetangga kita sendiri. Biar suatu saat mungkin kita butuh bantuan darurat atau apa kita bisa panggil tetangga/ minta tolong tetangga.

Dalam mengenal seseorang saya/ penulis lebih melihat personality orangnya tanpa melihat latarbelakangnya suku apa, etnis apa, bahasanya apa, agamanya apa. Tidak!, saya/ penulis tidak melihat latarbelakang yang seperti itu dalam mengenal seseorang. Oleh karenanya ini sangat penting ya, lihatlah seseorang dari personality-nya. Karena kalau kita hanya mau kenal seseorang hanya karena punya latarbelakang yang sama dengan kita itu nantinya malah seperti mengelompokkan diri.  Hanya mau berteman dengan mereka yang punya ras sama dengan kita atau punya agama yang sama dengan kita, atau hanya mau berteman dan kenal dengan orang-orang yang berasal dari negara-nya sendiri. Percayalah, ini tidak baik untuk kita bila tinggal di negara asing. Dan ini sangat tidak bagus untuk kedepannya karena bisa menimbulkan rasisme.

Kami sendiri saat ini tetangga kami beragam latarbelakang dengan mayoritas etnis Cina dengan beragam agama mulai dari Buddhist, katolik, sampai free thinker (tidak memeluk agama manapun). Untuk kami hal ini bukanlah masalah. Malah kami senang bisa mengenal beragam orang dengan latarbelakang yang berbeda. Yang penting orangnya baik, berbudi pekerti luhur, tulus, dan memiliki sikap bagus. Kami sering berbagi makanan/ jajanan ketika perayaan tertentu misal, Chinese New Year, Christmas, dan juga Hari Raya. Bila tetangga bepergian ke luar negeri tidak lupa membawakan oleh-oleh untuk kami. Ada juga yang memberi saya pot bunga. Indah bukan hidup tenang dan damai dalam keberagaman?

4. Milikilah Hobi/ Aktifitas Positif

Apa hubungannya ya antara hobi dan berbaur dengan warga lokal Singapura? Perlu untuk diketahui kebanyakan warga Singapura menyukai tanaman. Boleh dilihat, meskipun umumnya warga Singapura tinggal di flat tapi lihatlah dikoridor pasti ada tanamannya. Ya, tidak punya halaman rumah tapi mereka suka dengan tanaman dan bunga-bunga. Ada yang memiliki bunga dan tanaman sampai banyak tapi ada yang hanya memiliki beberapa pot saja. Dan kebetulan saya ini suka sekali dengan tanaman dan bunga-bunga. Biasanya koridor kami penuh dengan pot tanaman dan bunga. Karena punya tanaman dan bunga-bunga ini kami bisa kenal tetangga kami. Tadinya tidak kenal, tapi kemudian kami kenal dengan tetangga karena bunga-bunga tadi. Ada yang mengajak bertukar tanaman, ada yang memberi saya pot pot bunga, ada yang memberi saya beragam tanaman, dll... Ada tetangga saya yang mengenal tanaman dengan baik, bila kita sama-sama sedang menyiram tanaman tak jarang tetangga saya ini menghampiri saya dan memberitahu manfaat tanaman-tanaman yang saya punya. Baik kan tetangga saya?

Selain suka tanaman dan bunga, banyak warga lokal penyayang binatang. Jadi punya  pet (binatang peliharaan) dirumah itu sudah biasa ya. Jadi, bila kita memiliki pet  dirumah itu akan lebih memudahkan kita berbaur dengan warga lokal terutama tetangga kita karena sama-sama menyukai dan sayang binatang. Seperti kami misalnya, dirumah ada satu kucing yang sudah 5 tahunan kami adopsi. Karena punya kucing ini tetangga kami jadi perhatian. Tak jarang setiap lewat depan flat kami, tetangga menyapa kucing kami yang biasanya ia terlihat dari jendela kaca. Atau saat tetangga keluar dengan anjingnya tak jarang kami mengobrol sebentar membicarakan tentang anjing tetangga tersebut, atau menyapa anjing tetangga. Ya, memang hal kecil dan sepele kelihatannya tapi ini akan memudahkan kita untuk mengenal tetangga. dan semua itu dimulai dari sebuah hobi atau aktifitas positif.

5. Membuka Diri Dan Berpikiran Positif

Membuka diri ini penting sekali bila kita hendak pindah ke Singapura. Di Singapura itu budayanya beragam dengan bermacam-macam orang. Untuk kita yang pindah dan berdomisili di Singapura kita harus bersikap terbuka dengan adanya perbedaan itu. Jangan berpikir hanya karena tetangga kita etnis lain misal Cina, terus agamanya Buddhist atau free thinker (tidak memeluk agama tertentu), lantas kita menjauh tidak mau kenal. Ya seperti yang sudah saya bahas diatas tentang melihat seseorang dari personality-nya dan...kita harus bisa terbuka menerima perbedaan itu. Dengan begitu kita akan lebih mengenal warga lokal dan bisa berbaur dengan mereka.

Kadang-kadang bila kita orang baru ada baiknya kita terbuka untuk menyapa tetangga yang mungkin berpapasan di lift, dipasar, atau dikoridor. Jangan berdiam diri saja hanya karena tetangga kita tidak mau menyapa kita dulu. Jangan berpikir negatif tetapi berpikirlah positif. Contohnya saya ini, tahun pertama pindah ke Singapura, ya saya yang berusaha menyapa tetangga duluan meskipun ada yang tidak senang disapa atau kelihatan tidak peduli. Tapi lambat laun karena memang kita tetanggaan dan kami bisa memperlihatkan hal-hal positif pada mereka, lama-lama tetangga mau kenal dengan saya dan kami bisa hidup harmonis dalam perbedaan, malah tetangga saya itu baik sekali dengan kami. Ada lagi cerita dimana tetangga ini tidak mau kenal, kami beri kue sebagai salam perkenalan karena  kami baru pindah malah kami dicuekin didepan pintu rumahnya meskipun akhirnya diterima kuenya. Tetapi kami tetap berpikiran positif mungkin saja karena mereka tidak tahu saya dan suami adalah tetangga barunya atau mungkin sedang mengalami hari buruk dan tidak menyenangkan. Setelah beberapa bulan apa yang terjadi? tetangga saya ini bila berpapasan dijalan dari jauh dia sudah tersenyum hangat dan menyapa, dan yang membuat kami senang sekaligus terharu saat mereka satu keluarga datang kerumah mengucapkan selamat Hari Raya pada kami dengan membawa makanan. Ya, bukan karena makanan yang dibawanya atau kami hanya ingin makanannya, tetapi karena ketulusan mereka. Maka dari itu bersikaplah terbuka dan berpikiran positif.

Tentang makanan pun sama, kita harus membuka diri dan menerima perbedaan tentang citarasa makanan yang ada. Seperti misalnya makan sarapan di Singapura tidak ada nasinya, pada umumnya warga lokal sarapan dengan roti, bubur, atau telur rebus. Contoh lainnya bila kita pergi ketempat makan cepat saji, disana tidak ada nasinya dan malah menjual salad. Dan kita jangan kaget tetapi beradaptasilah. Kemudian bagi yang muslim biasanya pendatang dari Indonesia mencari warung makan yang berlabel halal ya. Perlu untuk diketahui di Singapura itu kadang-kadang warung muslim (seperti warung muslim India) mereka tidak memiliki label halal diwarungnya. Atau warung-warung vegetarian Chinese, vegetarian India, itu juga  tidak memasang label halal. Dan warung-warung ini ya masaknya bersih dan tidak ada campuran daging babi atau lard. Dan tempat makan ini bisa jadi pilihan  bagi kawan sekalian yang muslim meskipun tidak memasang label halal.

6. Ikut Serta Mengikuti Aktifitas/ Kegiatan Warga Setempat

Ikut kegiatan warga setempat/ warga lokal? Iya, kita sebagai pendatang di Singapura ada baiknya untuk turut serta mengikuti kegiatan warga lokal. Seperti kami contohnya, sejak awal mula pindah di Singapura kami selalu berusaha berbaur dengan warga lokal dengan mengikuti beragam acara/ aktifitas warga lokal. Biasanya kami suka melihat-lihat papan informasi baik di CC (Community Club) maupun papan informasi yang tersebar disetiap blok.

Ada banyak acara yang sudah kami ikuti selama ini, misalnya saja acara Harmony Day, Mooncake Festival, juga acara nonton bareng. Acara nonton bareng ini biasanya kita nonton film bareng warga setempat. Seru, kan? Bagaimana kami mengikuti acara warga lokal Singapura dan bagaimana keseruannya saya sudah menuliskannya diartikel sebelumnya dan juga saya tulis artikelnya di blog Kompasiana (ya dulunya saya menulis di Kompasiana dan sekarang saya menulis diblog saya sendiri) blog Kompasiana saya disini https://www.kompasiana.com/acikmdy  Saya dan suami juga pernah mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan di Community Club. Sekitar bulan Juli lalu kami bersama adik juga baru saja mengikuti acara warga dari Community Club yaitu dimana kami mengunjungi salah satu garden.

7. Low Profile / Merendah

Low profile itu kata gampangnya kita mesti merendah/ merunduk. Tetapi bukan berarti kita ini posisinya rendah atau dibawah, bukan, bukan begitu maksudnya. Maksudnya sebisa mungkin kita tetap merendah mesti sebenarnya kita ini punya pendidikan tinggi, punya pekerja "wah", atau punya otak cerdas. Kalau ada istilah yang boleh saya pinjam, "semakin berilmu maka kita semakin merunduk". Seperti padi, semakin matang dahannya semakin merunduk. Itulah bagaimana seharusnya sikap yang harus kita punya, apalagi berdomisili di negeri orang, dalam hal ini adalah Singapura.

Kala kami (saya atau suami) bertemu tetangga atau orang baru disekitar lingkungan kami, biasanya kami membicarakan hal-hal dasar tentang bagaimana hari kami saat itu, cuaca, pet (binatang peliharaan), membicarakan makanan/ tempat makan yang enak, tempat belanja murah.  Kami tidak pernah membicarakan tentang hal yang masuk dalam ranah "privacy" berlagak sok pintar dan lebih tahu. Contohnya tentang detail pekerjaan. Biasanya bila ada yang bertanya misal "kerjaan suami dan  dimana" umum dijawab dengan nama sebuah tempat saja, misal "kerja di raffles" tanpa harus memberitahu jenis pekerjaan.  Kalaupun iya ada yang bertanya jenis pekerjaan, itupun hanya sebatas bidang apa, misal bidang IT. Sudah, pembicaraan tentang pekerjaan sampai disitu saja. Karena kadang ada ya dimana tidak ada yang menanyakan tentang pekerjaan ee..malah ini orang membicarakan pekerjaannya, yang dibilang habis projek di luar negerilah, habis pulang dari Australia-lah...macam-macam hal. Nah, sikap seperti ini sebaiknya jangan dilakukan bila kita berada dinegeri orang, atau berhadapan dengan orang luar. Mengapa? Karena kita tidak tahu lho, orang yang kita ajak bicara ini ternyata punya pendidikan tinggi, orang pintar, dan sering ke luar negeri.

Dulu pertama kali pindah di Singapura pernah ada yang mengira saya ini tidak berpendidikan. Ya, harap maklum ya banyak perempuan Indonesia yang datang ke Singapura itu menjadi pembantu rumahtangga dan biasanya tidak berpendidikan. Karena saya memang tidak pernah membicarakan tentang pendidikan saya/ penulis, tidak pula banyak bicara tentang hal serius, misalnya membicarakan tentang sosial budaya atau politik kah, atau saya masih akan terus sekolah, kegiatan saya dirumah diluar pekerjaan rumah apa. Tidak, saya tidak pernah membicarakan hal tersebut. Tetapi dengan sendirinya orang sekitar paham dan tahu bahwa saya berbeda. Waktu itu ada yang bilang, dari cara saya berbicara bisa diketahui bahwa saya orang berpendidikan. Sekarang ini tetangga kami pun tahu dengan sendirinya kalau saya ini dirumah ada hal lain yang saya kerjakan selain mengurus rumahtangga dan kami berpendidikan.

Intinya, dengan sikap merendah/ low profile orang akan lebih respect / menghargai kita. Dibanding bila kita ini terlalu banyak bicara padahal tidak ditanya biar terlihat "wow" pintar dan pandai., istilahnya "bluffing" (banyak omong tapi kosong atau malah bohong). Percayalah, di Singapura sini rata-rata orang yang saya temui dan kenal, mereka semua berpendidikan (minimal Strata 1). Sekalipun mereka ibu rumahtangga tapi mereka berpendidikan. Dan jangan salah ibu-ibu rumahtangga di Singapura itu berbeda, rata-rata hari-hari mereka sibuk dan memiliki bisnis sendiri, serta banyak diantaranya melakukan kegiatan positif dan bermanfaat, seperti mejadi volunteer.

8. Saling Menghargai

Jangan heran bila kami di Singapura sini bisa merayakan tiga perayaan dalam satu tahun. Saat Chinese New Year / tahun baru Cina/ Imlek, saya dan suami turut bersuka cita bersama tetangga dengan saling bertukar jajanan/ makanan. Tidak lupa dirumah kami pun membeli beragam jajanan Imlek. Giliran Christmas / Natal, kami pun turut berbahagia untuk tetangga yang merayakan. Ya, saling bertukar makanan (biasanya kue dan cokelat). Nah, saat Hari Raya tiba kami pun bersuka cita menyambutnya dimana tetangga-tetangga kami memberi jajanan/ kue-kue Hari Raya pada kami. Begitu pun sebaliknya. Itulah indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Kita harus bisa menghargai dan menghormati orang lain yang berbeda dengan kita. Hidup dengan rukun dan damai.

Dengan mengikuti acara warga lokal kita bisa belajar mengenal budaya dan orang-orang lokal Singapura. Saya malah menemukan teman baru kala mengikuti aktifitas warga lokal ini, contohnya saat mengikuti program kursus bahasa Jepang saya menemukan kawan baru tentu saja warga lokal ya, dan sampai sekarang masih tetap berteman meski sudah tidak mengikuti kursus lagi.

Ya, itulah hal-hal yang kami lakukan agar bisa berbaur dengan warga lokal. "Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung" kalau ada istilah yang boleh saya pinjam. Namanya pindah kenegara asing,  jadi kita harus bisa berbaur dengan warga setempat dan mengenal budaya mereka. Jangan mengelompokkan diri hanya mau mengenal "sesamanya" saja, atau kumpul-kumpul dengan sesamanya terus. Lebih baik kita mengenal warga sekitar atau warga lokal dan mengenal mereka dengan baik.

Penulis sendiri sudah terbiasa ya berkenalan dan menemui beragam macam orang yang berbeda. Karena sejak umur 16 tahun penulis sudah merantau ketanah lain untuk sekolah dan merenda masa depan. Dan sejak masih tinggal dikampung/ desa, saya sudah memiliki kawan dari luar negeri. Jadi dari situ saya/ penulis selalu bersikap terbuka, berpikir positif, melakukan hal positif sekecil apapun itu, dan mau terus belajar serta mau mengenal budaya yang baru dikenal.

Note:

  • Written by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Photographed by Acik Mardhiyanti / Acik Mdy
  • Do not copy this article without permissions
  • Do not reuse this photograph anywhere else without permissions




No comments:

Post a Comment

After 2 Years of Stepping Down, Where is Ichikraft Now?

About two years ago, I made the decision that the Ichikraft Etsy shop closed temporarily. However, even until this day, I am still with the ...